Langsung ke konten utama

PRODUKTIF DI SAAT PANDEMI COVID-19



Eti Rohmawati



Berawal dari sebuah bimbingan teknis penguatan kepala madrasah yang dilaksanakan oleh Ma'arif Kabupaten Tulungagung yang mempertemukan kami dengan pemateri Doktor Ngainun Naim. Beliau membawakan sebuah materi literasi digital kala itu. Gaya penyampaiannya lugas dan sangat mengena ke seluruh peserta bimbingan. Beliau pula yang mengajak kami untuk aktif menulis.

Bimbingan Teknis itu diadakan seminggu sebelum adanya pengumuman penyebaran Covid-19 di Indonesia. Setelah diumumkan oleh pemerintah, dan mengharuskan seluruh masyarakat, bekerja dan melakukan aktivitas di rumah saja. (Work From Home) dengan membatasi pertemuan secara fisik antara satu dengan yang lain. Seluruh seminar yang mengumpulkan banyak orang dibatalkan. Perjalanan dinas juga di tunda. Tempat-tempay wisata pun di tutup sementara.

Saat bimtek kami bersepakat untuk membuat satu tulisan dan dibuat sebagai sebuah buku.  Pengarangnya ya berjamaah. Rame rame peserta bimtek penguatan kepala masrasah saat itu. Ada 19 dari 40 peserta yang bersemangat untuk memulai melangkah menulis. Alhamdulillah dalam waktu yang tidak lama terkumpullah kompilasi tulisan dan di beri judul “Kepala Madrasah Menulis”.

Orang berjasa membuat kami menjadi penulis (newbie) adalah Dr. Ngainun Naim. di dalam hati saya bahagia sekali, dulu memiliki buku hanya sekedar angan-angan, sekarang buku hasil tulisan kami akhirnya terwujud. Yang dulunya berfikir bahwa penulis itu sangat susah menjadi penulis itu tidak gampang dan bingung mau bagaimana memulai menulis akhirnya bisa terurai benang benang kusut itu.Wajar bila penulis yang ada di antologi buku ini sangat berterimakasih yang sangat mendalam terhadap Dr Ainun Naim yang sangat telaten membimbing sampai terbitnya  buku.

Tanggal 18 Maret 2020 adalah titik awal semua berubah. pengumuman pemerintah tentang Indonesia terkena pandemic covid-19. Semua orang panik, cemas dan takut. dan mengunci diri di atap-atap rumah. Melalui siaran radio dan televisi kami bisa mendengar kejadian yang ada di sekitar kami perkembangan informasi mengenai konflik 19.

Sekejap semua berubah, Internet merupakan kebutuhan utama. portal berita yang memberitakan covid diakases. Juga wa grup yang deras mengalir memberitahukan keadaan Indonesia maupun dunia. Perilaku masyarakat pun berbeda. Telpon melalui Video call, dan aplikasi-aplikasi meeting akhirnya dijadikan alternative pertemuan secara virtual.

Jujur selaku ibu rumah tangga saya sangat takut dengan kejadian yang terjadi di dunia ini saat itu. Fase ini saya lalui dengan rasa ketakutan membayangkan yang terjadi ke depan. Pada waktu itu anak saya ke dua dan ketiga sakit panas dan batuk saya sempat sangat down dan stres dengan keadaan untunglah 2 hari kedepan anak-anak berangsur-angsur sembuh.

Fase selanjutnya adalah kesadaran untuk berpola hidup sehat dari berjemur, olahraga ringan di rumah saja,  meminum jamu kemudian dan mengkonsumsi vitamin vitamin yang membuat tubuh tidak gampang sakit. Seluruh keluarga saya menahan untuk tidak keluar rumah dan membuat satu kegiatan kegiatan yang produktif di rumah.

Saya bersyukur karena sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita pekerja seringkali menyisakan pekerjaan rumah. pakaian yang menumpuk setelah dicuci belum disetrika, rumah yang jarang dibersihkan, jarang masak juga, cukup beli sayur jadi atau lauk. Di hari-hari pertama ada pembatasan sosial berskala besar saya melakukan bisa bersih-bersih rumah, memasak dan bercengkrama dengan anak-anak. Quality time dengan keluarga yang selama ini sibuk dengan aktivitas masing-masing.

Ketika Work From Home selama 14 hari usai, namun diperpanjang sampai 1 Juni 2020 yang terjadi adalah kebosanan mulai menghinggapi diri kami. Di rumah sekian lama terutama anak-anak mulai rewel dan selalu bertanya kapan sih Corona berakhir ? Koq lama sekali Corona ini! kapan sih akan berakhir, Kapan kita bisa berenang dan jalan-jalan ke tempat-tempat wisata.

Beban ganda selaku ibu rumah tangga dan wanita bekerja, membuat saya juga sedikit kesulitan dalam membagi waktu bekerja di rumah. Triple burden  yang terjadi karena ya  bekerja domestic, pekerjaan kantor di bawa di rumah dan mengurus anak-anak.  Si bungsu saya yang masih balita juga agak merepotkan, selalu nempel kemanapun ibunya pergi, akhirnya bisa mengatasi pekerjaan diwaktu malam hari.

Pekerjaan-pekerjaan kantor pun saya rasa tetap banyak dan yang menuntut kami menyelesaikannya, bahkan jam kerjanya lebih Panjang, malam saat anak-anak tidur baru bisa diselesaikan. Bekerja dalam kecemasan pandemic juga sangat mengganggu secara kejiwaan.

beruntung mempunyai grup whatsapp “kepala madrasah menulis” hasil bimtek penguatan yang saya ceritakan diatas. kami sering berdiskusi di sana kami, bercanda dan saling menyemangati untuk membuat tulisan. Tak ketinggalan Dr. Ngainun Naim juga masuk di dalam grup itu  dan perhatian betul dengan grup kami. Meskipun kami tahu pekerjaan beliau sebagai dosen dan penulis sudah sangat sibuk, kami salut dia menjadi coach dan mentor yang dan mendorong kami untuk aktif dan membuat tulisan. kata beliau  menulis itu mudah.

Di dalam grup banyak yang tidak percaya dan masih tidak pede dengan tulisan mereka. Beberapa waktu selanjutnya grup ini diajak untuk membuat blog untuk diisi dengan istiqomah.

di sinilah letak produktivitasnya,  saat pandemic covid melanda ini ternyata hikmahnya adalah membuat kami semakin tenggelam dalam keasyikan menulis. Sehari satu tulisan, di share di grup dan saling mengomentari, aktivitas ini  mengasyikkan dan menyenangkan bahkan membahagiakan.

Meskipun kami akhirnya mengakui tidak mudah untuk menaklukkan diri memanajemen waktu dalam menulis terkadang kami merasa capek dan tidak bersemangat dalam menulis, saat itulah Pak Naim berperan aktif oprak-oprak kami untuk mengirim tulisan. Untuk lebih memompa semangat beliau memberi tantangan memberi buku apabila kami aktif dalam menulis.
Kami semangat sekali dan itu tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan, belajar menulis yang menggembirakan, ada aura persaingan dalam menulis. Tapi tetap asyik karena meski bersaing namun semua menang dengan tulisan yang terbit. Termasuk saya setiap hari saya berusaha menata jadwal diri. Ketika pekerjaan domestik selesai langsung menuju ke depan laptop menggerakkan tangan untuk mengetik tombol tombol tuts laptop menulis apa saja yang ada dalam pikiran saya saat itu.

Pandemi ini terjadi pada saat menjelang Ramadhan dan saat bulan Ramadhan kami lebih leluasa untuk memacu semangat menulis karena pagi hari tidak sibuk memasak, pekerjaan masak memasak hanya saya lakukan sore untuk berbuka dan sahur.

Di saat-saat tertentu ada undangan grup meeting virtual dan seminar virtual dan itu juga tidak kami sia-siakan untuk menimba ilmu. Saya merasakan ada kebahagiaan tersendiri ketika menuangkan pikiran ke dalam tulisan karena saya berkeyakinan bahwa virus ini bisa menghentikan aktifitas kita secara fisik namun tidak bisa menghentikan aktivitas  pikiran kita.

Seperti hari ini saya mengikuti diskusi virtual yang diadakan oleh orangramai.id di aplikasi zoom meeting.  Disitu saya mendengar pemateri Prof. Dr. Ersis Warmansyah Abbas, M.Pd dengan panggilan akrabnya Prof. EWA. Tambahlah suntikan semangat untuk menulis. Nekat adalah pesan yang saya tangkap dari paparan beliau untuk penulis baru seperti kami. Kata-kata Prof. EWA yang menyejukkan jangan takut menulis, menulis di otak dulu baru kemudian tuangkan tulisan mu di media, bisa laptop, HP atau kertas sekalipun.

Menulis jangan menunggu mood,  menjadi penulis yang baik itu adalah yang bisa menciptakan mood. Menunggu mood datang bisa jadi tidak datang-datang dan menulispun hanya sekedar di angan.

Saat ini sebagai newbie saya semakin mencintai dunia ini. Dunia tulis-menulis dan dunia membaca. Harapan saya kedepan bisa menerbitkan buku secara mandiri. seperti Dr. Naim yang bisa membukukan tulisan tulisannya  dan bisa seperti Prof. EWA yang luar biasa dalam menulis. 



Komentar

  1. Biiih...benar2 produktif... Shari 2 tulisan yg panjang dan tidak ringan bobotnya... Luar biasa dari seorang bunda beranak 3 ini.

    BalasHapus
  2. Salut atas semangat nya luar biasa

    BalasHapus
  3. Jan mantep... Piye carane...

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular Post

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustaka Begawan literasi di UIN SATU Tulungagung menghadiahkan buku ini pada resensator dengan catatan tulis tangan yang indah berisi tulisan adalah produk intelektual yang perlu di rawat dengan sepenuh jiwa. Sebuah kalimat yang mendalam untuk yang mampu menumbuhkan motivasi yang mendalam untuk menekuni dunia sepi membuahkan tulisan.   Penulis buku moderasi beragama yang di tulis secara duet oleh master di bidang metodologi Islam dan kelimuan tafsir hadis dan ilmu Al Qur’an, para professor ini menyoroti keberadaan Islam, pesantren dan karakter muslim dengan moderasi beragama. Isi Buku Terdiri dari 5 bab yang dimulai dengan pesantren dan dialetika sosial budaya, moderasi beragama sebuah tinjauan umum, pesantren dan perguruan tinggi serta moderasi beragama kebijakan, strategi dan implementasi. Pemembahasan mulai aspek berbeda dari pendidika...

Menggapai Ampunan Berbuah Surga

Bersegeralah mencapai ampunan Allah. Dan imbalannya adalah Surganya Allah yang luasnya seluas langit dan bumi. Surga ini diperuntukkan kepada orang orang yang bertakwa. Makna Langit disini dimaknai semua hal di luar bumi yakni alam semesta adalah langitnya Allah. bukan hanya seluas satu bintang yakni matahari dan 8 planetnya, bukan pula hanya satu galaksi yang berisi sekian milyar bintang. namun sekian milyar galaksi.  Surga seluas langit dan bumi ini diperuntukkan kepada siapa saja yang bisa bersegera mencari ampunan Allah, mereka adalah orang orang yang bertakwa. Siapa orang yang bertakwa dijelaskan di lanjutan ayat dari Surat Ali Imron ayat 134 yakni:  Pertama orang yang menafkahkan hartanya disaat lapang dan sempit . Menafkahkan harta untuk kebaikan dikala mereka kelebihan harta maupun saat kekurangan. Kebiasaan kita adalah tidak mau berbagi disaat kita merasa kekurangan.  Orang yang bisa Menafkahkan hartanya pasti akan banyak kawan. Sebaliknya orang yang kikir dan ...

Hujan di Bulan Juli

Hega menghela nafasnya dengan berat.. “Huuftt mendung, Apakah akan hujan di hari yang dingin ini?” ucapnya dalam hati. Benar karena ini bulan Juli bulan dimana negeri tropis seperti Indonesia ini sedang musim dingin. Udara dingin memang kadang tidak bersahabat. Tapi Hega sangat suka dengan musim dingin dari pada musim hujan. Bukannya benci dengan hujan. Ada beberapa serpihan kenangan duka terselip di kehidupan Hega saat kuliah dulu. “Ga…., “ teriak seseorang Hega menoleh, ternyata sahabatnya yang memanggilnya di depan perpustakaan. Wajah manis dalam senyuman dan mata lugunya membuat Hega menyambutnya dengan senyuman juga. “Ada Apa, Is?” tanyanya. “Besok kamu bisa ikut acara MUSDEGA? Kamu kan kerani. Wajib Ikut lho… “ Tanya si Aisyah. Bukan hanya tanya tapi dia lebih kepada memastikan kehadiran Hega untuk musyawarah Pandega yang akan diadakan hari Sabtu sampai Minggu esok hari. “Belum pasti” jawab Hega lesu dengan menekuk mukanya. “Ayolah semangat.. kamu past...

Push the limit

The world changes when you change your perspective. (Yogadailypractice) Push the limit artinya pada paksa dirimu untuk melampaui batasmu. Biasanya istilah ini digunakan untuk olahraga. Mendorong dengan setengah memaksa untuk melampaui batas sehingga menjadi lebih dari yang kita mau.  Push the limit dalam yoga, juga di maknai untuk memaksa otot tubuh lebih renggang lebih lentur. Guru yoga virtual saya dari Australia mengatakan jangan dalam pose-pose yoga kalau sudah bisa harus di tingkatkan levelnya. Ada beberapa pose o diajarkan seperti vp pose, eagle, bridge, warior1,2,3 sun warior, cat pose, cow pose, head   stand dan lain lain.  Beberapa pose ini meningkatkan efektivitas kerja otot dan membuat postur tubuh menjadi lebih bagus. Tidak bungkuk dan tidak ndegeg (archy). Kesemua itu endingnya adalah kebugaran tubuh.  Saya memaknai push the limit ini juga dalam menulis. Ajakan dari Doktor Naim untuk ajeg menulis setiap hari lima paragraf, menurut saya mengajak ki...