Be BLAST or BEST Generation?

Tahun 2045 diprediksi sebagai tahun generasi emas Indonesia. Dikatakan sebagai Indonesia Emas adalah pada tahun tersebut Indonesia genap 100 tahun kemerdekaan. Selain itu Indonesia mendapat bonus demograsi yakni jumlah pendidik Indonesia yang berusia produktif antara 15 sampai 64 tahun diprediksi mencapai 70%. 

Menjadi bonus demografi yang sangat menguntungkan apabila generasi ini mampu menjadi kekuatan bangsa dalam mengisi kemerdekaan di berbagai sector pekerjaan dan mengisi ruang – ruang kosong untuk pengembangan pembangunan. 

Kenyataan sekarang generasi muda sangat rentan pada penyalahgunaan obat obat terlarang, miras, korban kekerasan seksual dan pergaulan bebas. Di Bandung berapa mahasiswa yang diberitakan menderita penyakit kelamin dan penyakit HIV AIDS. Ini merupakan hal yang kontra produktif dengan semangat pembangunan bangsa.
Pemicu persoalan persoalan sosial yang terjadi dikalangan muda ini beragam. Mereka secara mental mengalami penyimpangan. Sehingga muncul istilah generasi BLAST. 
Bahasa generasi BLAST di perkenalkan oleh organisasi SEMAI 2045. BLAST adalah kepanjangan dari (Bored, Lonely, Angry, Stress, Tired)

Bored / perasaan bosan atas rutinitas sehari-hari di rumah maupun di sekolah. Saat zaman telah berubah serba mengandalkan smartphone, anak anak lebih cepat mengakses informasi dengan cepat dan beragam. Mereka menjadi generasi swinger yang dengan cepat menonton tema satu beralih ke tema yang lain melalui aplikasi tiktok. 
Lebih cepat bosan dan tidak tertarik dengan hal yang monoton dan lama. Tidak mampu mengikuti pelajaran yang membosankan karena durasi waktu yang lama dan menuntut mereka berkonsentrasi. Hal demikian itu tidak menarik dan mereka merasa bosan

Lonely / perasaan kesepian. Lebih dikarenakan anak merasa tidak dekat dengan orang tua. Baik bertemu langsung atau kualitas hubungan mereka tidak baik-baik saja. Perasaan orang tua sibuk sendiri dengan pekerjaan, dan tidak memperhatikan anak mereka, sehingga muncullah rasa sepi merasa ditinggalkan. 

Angry atau Afraid merupakan  perasaan marah yang tidak bisa diungkapkan secara wajar. Kemarahan yang menumpuk dari ketidakpuasan atas keadaan namun tidak mampu bercerita kepada siapapun. 

Stress, perasaan tertekan karena situasi yang dihadapi . Karena overthinking dan kemarahan yang terpendam memunculkan rasa tertekan. 

Tired, kelelahan karena akumulasi masalah yang dihadapi anak. Imbas dari semuanya ini anak akan sulit sekali menerima pelajaran yang seharusnya mereka dapatkan. Terjadi penolakan terhadap perintah. Memunculkan ketidakpuasan, Denial/penolakan terhadap semua hal yang baik. 

Manusia dilahirkan didunia ini dengan sempurna dan tidak ada produk gagal yang diciptakan  oleh Allah. Kondisi yang ideal tentu banyak kendala. Namun dengan berusaha membangun kondisi terbaik menjadi generasi BEST yaitu Behave (baik iman dan akhlaq mulia), Emphatic (baik hati), Smart (baik otaknya), Tough (baik fisik dan jiwanya)”

Pilihan menjadi generasi BLAST atau BEST akan menentukan keterpurukan atau kebangkitan bangsa. Ditengah hantaman dekadensi moral harus dikuatkan keyakinan bahwa kebaikan akan tetap berada dihati kita karena sejatinya hati kita memiliki profetis yang menuju kepada kebenaran. 

Menuju Madrasah Ramah Anak

Senin 29 Agustus 2022, seluruh kepala madrasah RA, MI, MTs dan MA swasta dan negeri berkumpul di aula UIN satu Tulungagung. Kurang lebih 500 orang. Mengikuti acara bimbingan teknis dengan penuh antusias. 
Ruangan lantai 6 gedung Arif Mustaqiem penuh dengan nuansa hitam putih. 

Acara ini dihadiri oleh pejabat di lingkungan kementerian agama prov Jatim, kementerian agama kab Tulungagung Dan wakil rektor UIN satu Tulungagung Dr. Abdul Aziz, M.Ag. 

Dalam sambutan sekaligus pembukaan yang disampaikan oleh Dr. Trianto kabid pendma Provinsi Jawa timur, beliau menyampaikan bahwa kita beruntung berada di lingkup madrasah. Di madrasah minimal memiliki 3 hal yang tidak dimiliki oleh lembaga lain yakni pertama Distingsi madrasah memiliki kelebihan, keunikan karena asal muasal madrasah adalah pesantren maka kental sekali tafaqquh fiddin, karakter religius lebih kentara daripada sekolah formal pada umumnya.

Kedua madrasah memiliki Ekselensi / keunggulan disampaikan bahwa di madrasah memiliki kurikulum maksimal bahkan madrasah adalah Prototipe pendidikan paripurna.

Ketiga Independensi. Madrasah cenderung mandiri. kemandirian itu karena madrasah adalah berbasis masyarakat. 

Dalam materinya ibu Bekti membungkus apik konsep madrasah ramah anak sampai pada deklarasi hak anak.  
Madrasah ramah anak menuju kabupaten ramah anak. 

Anak menurut beliau juga seseorang yg wajib dihormati, di lindungi, dan dihargai. Ruang lingkup kerja pendidik adalah di hati anak bukan di kantor. 

Disela sela penyampaian materinya Bu Bekti Membangun energi positif dengan energi alpha. Yakni Energi bahagia dan fokus dalam memberikan energizer tepuk satu, tepuk dua dll. 

Dr. Trianto kabid pendma selaku pemateri selanjutnya Membahas terkait dengan produk hukum kementerian agama terkait dengan satuan madrasah ramah anak, yakni di edaran dirjen Pendis 32 tahun 2022. 
Tahapan dalam menuju madrasah ramah anak adalah 
1. SK
2. Deklare
3. Pasang papan MRA
Beliau juga mengungkapkan hal yang terkait dengan sarana dan prasarana, kurikulum, pembelajaran yang ramah anak.
Bersambung.... 

Senyum

 




Senyum adalah cerminan hati. Senyum akan bisa datang saat hati kita gembira. Apabila hati kita diliputi rasa gelisah, resah dan gundah, niscaya kemunculan senyum di bibir terasa berat dan terpaksa.

Ukuran senyum tidak bisa ditimbang dengan harta, tidak jarang orang yang bergelimang harta merasa cemas, bagaimana cara mengamankannya. Orang yang tidak punya harta pun jangan di kira tidak pusing dan bisa tersenyum bebas. Tekanan hidup karena tuntutan ekonomi bisa menghilangkan senyum di wajah seseorang.

Sekalipun senyum itu gratis, tapi bisa jadi mahal. Seseorang yang sudah banyak tenggelam dengan pekerjaan yang serius terkadang merasa kehilangan sesuatu didiri mereka yaitu senyum. Bahkan sampai ada kursus hanya untuk tersenyum yang diselenggarakan sebuah rumah kepribadian yang itu ternyata berbayar mahal juga.

Teringat lagu yang lagi viral “mbok yo sing full senyum sayang, ben aku semangat berjuang” menurut saya adalah salah satu indikasi senyum itu tidak mudah, harus diingatkan untuk menjadi motivasi pasangan dalam melakukan pekerjaan dengan semangat.

Anak saya yang bersekolah di Pendidikan anak usia dini, pulang dengan menggumamkan sebuah hadits yang diberikan oleh gurunya

 تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

Artinya : “Senyumanmu dihadapan saudaramu adalah sedekah”.

Subhanallah.. kita bisa bersedekah tanpa mengeluarkan harta hanya dengan senyum.

Ketulusan senyum kita sendiri yang tahu. Maka berlatihlah untuk tersenyum ikhlas dan tulus. Karena tentu cerminan hati dari senyuman itu akan terlihat oleh lawan bicara kita.

Diklat Jurnalistik bareng Jawa Pos

 



Rabu, 24 Agustus 2022 adalah hari yang bersejarah untuk warga madrasah Arrosidiyah. Disana diadakan Diklat Jurnalistik untuk anak dan guru. Sebanyak 20 peserta dari pihak siswa dan guru antusias mengikuti acara. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas menulis guru menyahuti perkembangan zaman. Proyeksi ke depan bisa menjadi tim jurnalistik sekolah.

Diklat ini masih pertama sekali dilaksanakan oleh pihak madrasah bekerja sama dengan jawa pos grup. Kegiatan ini dimulai pukul 08:30 dengan narasumbernya adalah mas Yanu Aribowo salah satu Wartawan Radar Tulungagung, dia sudah mulai malang melintang menjadi jurnalis sejak tahun 2009.

Materi yang di sampaikan oleh beliau tidak hanya seputar jurnalistik tapi juga tips tips mengenai wawancara, mendokumentasikan moment, mencari angle kamera yang tepat. Materi ini yang tidak bisa kita dapatkan kecuali dari orang orang yang sudah memiliki pengalaman.

Beliau memberikan materi inti bagaimana menulis sebuah berita. Menulis ini  harus bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya dengan. Inti dari pemberitaan itu merupakan produk jurnalistik yang berisi laporan peristiwa actual, factual dan penting serta menarik diketahui oleh masyarakat.

Beberapa jenis berita ada Hard News, yakni  berita yang paling sering ada di layar kaca maupun di media cetak. Soft News, adalah kabar yang tidak penting, namun menarik. Dan Indepth News,  adalah Berita mendalam yang dikembangkan dari berita sebelumnya dengan sudut pandang tertentu.

Adapun unsur berita harus memuat 5 W + 1 H. Who (siapa), What (apa), When (kapan), Where (di mana), Why (kenapa), How (bagaimana). Namun ada lagi selain itu adalah WOW yakni berita ini bisa dijadikan berita utama dibanding berita yang lain.

Selain membuat berita tidak bisakah kita menulis? Kita bisa menulis untuk tujuan yang lain, bisa membuat artikel, konten facebook, Instagram, jurnal dan lain-lain. Tips agar tulisan mengalir. Saat mendapatkan sebuah , segera catat ide-ide seputar tema agar tidak hilang. Media mencatat bisa menggunakan alat-alat di sekitar kita. Misalnya buku catatan, memo ponsel, draft email, voice note, kirim WA. Ada yang kebiasaan menarik dari mas Yanu adalah ketika ada sepotong ide, dia langsung menulisnya di WA dan dikirim ke sang Istri. Awal nya istri bingung dengan kiriman tersebut. Tapi lama kelamaan sang istri paham kalau itu adalah simpanan ide menulis dari sang suami. Folder ide itu bahkan menjadi perekat keharmonisan.

Setelah ide didapatkan yang penting selanjutnya adalah referensi dan narasumber. Mereka sumber otentik yang bisa menjadi penguat ide yang kita dapatkan. Setelah itu mengembangkan ide itu menjadi paragraph paragraph. Menulislah sampai ide yang ada dikepala itu seluruhnya telah dikeluarkan. Terakhir review Kembali paragraph demi paragraph. Barangkali ada yang kurang pas penulisannya, tatabahasa dan keterhubungan antara paragraph atas dan bawahnya.  Saat mereview ini adalah Langkah akhir jangan sekali kali mengecek tulisan saat baru dimulai satu paragraph, itu akan menyebabkan mati di paragraph selanjutnya karena hanya mengejar kesempurnaan di paragraph awal.

Menurut beliau banyak orang yang ketakutan memulai menulis, mereka berdalih dan ngeles bahwasanya Menulis itu bukan bakat saya. Saya tidak memiliki ketrampilan menulis, saya belum memiliki modal yang cukup atau pelatihan menulis yang cukup. Padahal kita sadar atau tidak selama hidup ini kita menulis sudah sangat sering. Namun ketrampilan menulis ini tidak dibarengi dengan kemauan menulis, kesadaran dan konsistensi berlatih menulis. Sehingga terasa berat dalam mengeluarkan ide di kepala dalam bentuk tulisan.

Sebanyak apapun bentuk pelatihan yang diikuti dan ilmu menulis yang dikuasai, namun saat tidak mengaplikasikan dalam bentuk tulisan, niscaya tidak akan menjadi sebuah ketrampilan. Ketrampilan itu berupa sesuatu yang refleks. Saat kita terampil dengan sendirinya bisa melakukan suatu pekerjaan itu dengan mudah.

Tips yang diberikan oleh pemateri kepada siswa siswi dan guru yang ada di pelatihan Jurnalistik ini banyak sekali. Ide menulis itu bisa saja muncul ketika melihat lemari piala di sekolah, sosok guru, ataupun sejarah berdirinya sekolah atau bahkan lebih lebar menuliskan sejarah masjid dan mushola yang ada di desa. Alhasil tulisan bisa didapatkan dan bisa memberikan sumbangsih terhadap perjalanan keislaman yang ada di desa ini.  

Peserta pada awalnya mengalami kebingungan dalam mencari ide. Setelah pemaparan yang lugas oleh pemateri, beberapa mulai aktif bertanya terkait dengan cara mempromosikan desa wisata dengan tulisan. Dan mempromosikan madrasah memalui sosmed. Anak anak akan dibuat tim jurnalis di madrasah dan belajar mengenai jurnalisme lebih mendalam.

Sebagai jurnalis dengan tugasnya mencari berita, akan bertemu dengan berbagai orang mulai dari gelandangan, tukang becak, pejabat, kyai dan lain sebagainya. Sebagai wartawan hendaknya memposisikan diri dengan narasumber jangan merasa lebih tinggi dari gelandangan apabila kita bertemu dengan gelandangan jangan merasa lebih rendah dari presiden 

Resensi : Moedjair (Sejarah tersembunyi ikan mujair)

 

Resensi buku

Moedjair
Sejarah tersembunyi ikan Mujair


Pernahkah anda makan ikan Mujair? Mengapa dinamakan ikan Mujair?

Tidak banyak literatur terkait dengan penemu ikan ini. Dialah Mbah moedjair yang diabadikan dalam buku oleh seorang wartawan bernama Yanu Aribowo, dalam risetnya selama dua tahun terbitlah buku sejarah mengenai biografi Moedjair ini.

Buku terbitan Pameral Edukreatif ini memiliki 120 halaman, mulai halaman depan sampai pada halaman daftar Pustaka. Buku ini menyimpan banyak bukti hasil penelitian pengarang terkait silsilah keluarga Moedjair dan perjalanan beliau sukses membudidayakan ikan air payau menjadi ikan air tawar.

Buku ini terdapat lima bab yang setiap bab nya memiliki sub bab yang beragam. Tentang mbah biografi beliau paling banyak di Bab I dengan 19 sub bab. Menceritakan silsilah mbah moedjair, keseharian beliau dan bagaimana proses budidaya ikan ini. Iwan dalauk adalah nama lain dari Mbah Moedjair ternyata dikenal dimancanegara sebagai penemu ikan mujair yang bahkan keluargnya tidak mengenal nama itu. Ikan yang nama asli Oreochromis mosambicus adalah cikal bakal ikan air tawar yang akhirnya dikenal dengan nama pembudidayanya Moedjair. Ikan ini ditemukan di air payau pantai Serang dan dibawa ke Rumah beliau di Papungan Blitar.

Dalam membudidayakan ikan ini bukanlah hal yang mulus. Banyak liku-liku dan tantangan yang harus dihadapi mbah Moedjair. Sama halnya dengan pak Mukibat penemu ketela dia bukan ahli peneliti, mbah Moedjair pun bukan seorang ahli perikanan. Namun tekad dan semangatnya Bersama guru nya Mbah Soleh Kuningan berkali-kali mengadakan uji coba dan akhirnya menemukan keberhasilannya.

Perjuangan mbah Moedjair menemukan komposisi yang tepat untuk ikan ini bisa hidup di air tawar di cerita dengan detail oleh pengarang. Berapa kali harus pindah kolam dan pengorbanan  mbah Moedjair harus menjual harta yang dimilikinya dalam rangka membudidayakan ikan itu. Sampai taruhan jabatan dari perangkat desa dia tinggalkan untuk menekuni pembudidayaan.

Tahun 1953, dimana ikan mujair mulai dikenal dimana mana, diperjualbelikan dan di konsumsi sebagai lauk yang bergizi, namun banyak yang tidak tahu siapa penemu ikan tersebut. Dokumentasi sejarah dibuku Republik Indonesia Propinsi Jawa timur kala Mbah Miedjair mendapatkan kunjungan dari Asisten Wedono Kanigoro dan Pegawai Djawatan penerangan, diceritakan bahwa ikan mujair ini sangat terkenal jauh melampaui nama penemunya yakni Mbah Moedjair sebagai orang yang pertama kali memboyong ikan dari Kawasan pantai Serang ke desa Papungan.

Meninggalnya mbah Moedjair ditulis dalam surat kabar Algemeen Indisch di tahun 1957. Diberitakan bahwa mbah Moedjair meninggal pada tanggal 7 September 1957 merupakan soso yang dikenal sebagai penemu spesies ikan baru dengan kelebihan yang dimiliki spesies baru ini dengan berkembangbiak lebih cepat.

Mbah Moedjair adalah seorang pahlawan perikanan darat Indonesia. Patutlah kita berbangga dengan pencapaian putra bangsa yang diakui oleh dunia. Apresiasi yang telah beliau terima adalah penyematan nama spesies ikan ini dengan namanya yakni ikan Mujair, bintang jasa  dan penghargaan dari penguasa Hindia Belanda kala itu atas jasa mbaj Moedjair membudidayakan ikan mujair air tawar. Dan banyak lagi penghargaan yang diterimanya dari pemerintah Indoensia maupun Internasional. Bahkan komite Internasional memberikan rasa terimakasih telah dapat menyumbangkan bahan makanan yang bergizi kepada umat manusia.

Mbah Moedjair satu dari sekian tokoh yang telah berjasa untuk kehidupan umat manusia. Layaklah kita mengapresiasi beliau sebagaimana pengarang ini membukukan biografi beliau dan sejarah beliau untuk dijadikan pengingat untuk generasi penerus bangsa ini. Saya bangsa kita akan besar apabila rakyatnya tidak melupakan sejarah.  

Memaknai kemerdekaan dalam pengasuhan dan Pendidikan Anak

 


Rasanya senang sekali bisa bergabung dengan para pakar psikologi hari ini. Kebetulan dua hari yang lalu di hubungi Psikiater Klinis RSSA Malang, Mbak Dini Latifatun Nafi’ati, M.Ps.I Psikolog Klinis, yang meminta saya untuk join dengan Ig Live (Instagram Live) nya beliau. Tema yang diangkat saat ini adalah memaknai bulan kemerdekaan dalam pengasuhan dan Pendidikan anak. Beliau mengundang saya sebagai praktisi Pendidikan sekaligus ibu yang merelakan anaknya mondok di usia dini.

Bersama pakar psikolong yang luar biasa Mbak Baiq Wahyu Riski Purnama yang akrab disapa mbak Dini dengan sebutan tante Mimah. Mungkin sebutan ini untuk menyebutkan ke anak beliau nanda Taqi, Atqa dan Tasnim. Dalam acara kurang lebih 1 jam di jam 12:00 pada tanggal 17 Agustus 2022 bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia ke-77.

Saya banyak mendapatkan banyak sekali pelajaran dari bincang Ig hari ini bagaimana tentang konsep merdeka dalam parenting. Merdeka versi anak mereka bisa menjalani prosesnya sebagai anak tanpa banyak intervensi dan belenggu dari lingkungan sekitar tak terkecuali orang tua sendiri. Merdeka versi orang tuapun dikatakan oleh mbak mimah Orang tuapun juga tidak boleh berstigma bahwa anak adalah belenggu untuk beraktivitas orang tua. Banyak orang tua yang merasa bahwa kegiatan mereka tidak bisa sebebas dulu kala sebelum anak. Anak menjadi tali pengekang kebebasan orang tua sehingga dia melakukan aktivitas dengan tidak ceria dan merasa terbebani.

Bila ditinjau lebih lanjut, baik dari sisi orang tua dan anak berada pada fase yang berbeda. Orang tua menginginkan anak segera melakukan sesuai apa yang diinginkan sedangkan fase anak adalah anak melakukan dulu baru dia berfikir. Tidak ada anak yang berniat menyusahkan orang tua. Yang ada adalah ketidaknyambungan kehendak anak dan kehendak orang tua.

Perkembangan otak yang berbeda juga menjadi kendala sehingga muncuk gap atau problem antara anak dan orang tua. Orang tua memberikan ekspektasi terlalu tinggi kepada anak, sedangkan anak belum sampai berfikir kearah yang difikirkan orang tua. Kalimat larangan saat anak melakukan sesuatu itu dihasilkan dari fikiran orang tua. Contoh anak yang belajar menggunting, banyak dari orang tua yang langsung mengingatkan untuk tidak memegang gunting nanti tangannya terluka. Belajar bermain sepeda secara spontan orang tua mengatakan awas.. nanti jatuh.. ini adalah hasil pikiran orang tua yang anak dalam memorinya belum merekam pengalaman, inilah kemudian yang menjadi problem relasi orang tua dan anak. Anak cenderung memberontak dan tidak mau dilarang. Bahkan tidak mau melakukan yang di suruh oleh orang tua.

Menurut mbak Mimah, Anak yang usianya belum 25 tahun perkembangan otaknya. Butuh banyak Latihan untuk merdeka dalam mengambil keputusan dan merdeka dalam pikirannya. Mereka lebih kepada bertindak dulu sebelum berfikir. Butuh Latihan terus menerus untuk bisa berfikir dengan matang dulu dan bertindak.

Resep yang diberikan oleh pakar psikolong yang memiliki rumah tabinda, rumah konsultasi seputar anak, dengan metode PQRS P= Pantau. Kita sebagai orang tua sejauh manakah membersamai anak. Sudah sampai apa tahap perkembangannya.

Q = Quality time, ada waktu waktu berkualitas untuk anak. Bukan dari segi banyaknya waktu bersama anak tapi terkait dengan sentuhan, apresiasi, motovasi, inteaksi kontak mata

R itu merupakan Role model = kita sebagai orang yang menjadi teladan dan dilihat anak. Metode pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang paling nyantol dianak. Karena mereka merekam apa yang mereka lihat. Mengimitasi apa yang mereka lihat pula. They do what they see. Makanya kita harus benar benar menjadi role model yang baik terhadap anak. Kita menyuruh anak untuk diam dengan berteriak. Hasilnya anak akan meniru teriakan kita bukan diamnya.

Yang terakhir adalah S yaitu Stimulasi = yaitu memberikan stimulasi saat anak belum mampu mencapai tahapan perkembangannya. Stimulasi ini sangat mungkin dilakukan oleh orangtua yang memiliki kelekatan yang lebih dengan anak. Namun ketika oramh tua tidak mampu menstimulasi perkembangan anak bisa berkonsultasi dengan ahlinya.

Sedangkan saya lebih berbicara mengenai praktik membebaskan anak dalam memilih. Saya sampaikan untuk anak anak di sekolahan kami sengaja untuk menciptakan budaya memilih dan mampu bertanggung jawab dengan pilihan tersebut. Mulai dari pemilihan ekstrakurikuler yang mereka senangi, tawaran madrasah adalah membatik, elektronika, pembuatan jamu, khitobah, MTQ, cinematic, fotography dan lain lain. Mereka secara sadar dan tanpa paksaan untuk memilih ekstra tersebut.

Tak terkecuali di rumah saat di kulik oleh mbak dini  mengenai pembebasan anak akhirnya memilih jalur pesantren di usia dini, saya menjelaskan bahwa tidak ada orang tua yang tidak mau anaknya baik dan sholeh. Namun sebagai orang tua saya memberikan pilihan pilihan kepada anak untuk bersekolah dimana tentu saja dengan menjelaskan beberapa konsekuensi saat memilih pilihan itu.

Mondok itu bukan hal yang mudah, banyak tekanan dari sejawat, aturan yang ketat, harus mandiri. Suatu saat anak bisa jadi tidak kerasan, tapi alhamdulillah sampai saat ini anak saya bisa bertahan di tempa fisik, mental dan batinnya. Sebagai orang tua tak hentinya mendoakan mereka untuk bisa dilancarkan segala proses belajarnya. Sebagai fasilitator saya hanya semampunya menfasilitasi anak untuk meraih cita cita mereka. 

 


Nutrisi Psikologis

 


Makanan yang kita konsumsi sehari-hari akan membantu kita untuk menambah nutrisi kita. Kita bisa beraktivitas dengan asupan gizi yang cukup.  Banyak iklan pula yang menawarkan nutrisi kearah yang lebih spesifik. Seperti asupan nutrisi untuk kulit, mata, bahkan untuk nutrisi otak.

Dengan kandungan zat yang berbeda dari jenis tanaman yang berbeda contoh wortel memiliki kandungan karoten yang diperlukan oleh mata. Jeruk yang memiliki vitamin C untuk kebutuhan kulit lebih baik. Semuanya ternyata memiliki porsi masing masing untuk kebutuhan bagian tubuh yang berbeda pula.

Kebutuhan nutrisi untuk Kesehatan memang sangat di perlukan. Namun yang dikatakan sehat bukan sekedar sehat di badan saja. Yang tidak kalah pentingnya kita juga harus menjaga Kesehatan psikologis atau mental kita.

Penting sekali merawat mental kita, karena meskipun tubuh sehat tapi mentalnya sakit akan berefek kepada banyak aspek. Tubuh sehat tapi cemburuan bisa jadi ada kekerasan rumah tangga karena merasa di duakan oleh pasangan. Tubuh sehat dengan asupan gizi bagus, materi tercukupi tapi harus kesepian karena bertahun di tinggal kerja dan tidak diperhatikan kebutuhan rohani juga membuat mental oleng.

Merawat psikologis bisa lewat hal hal yang membuat orang Bahagia. Bisa dengan makan, bisa juga dengan jalan-jalan bisa juga dengan melakukan ritual religi, seperti sholat malam, membaca al-qur’an, berdzikir, sholawatan. Dan masih banyak lagi. Karena dengan melakukan perawatan psikologis hidup akan lebih tentram dan damai.

Bagaimana dengan penulis merawat nutrisi psikologisnya, tentu saja dengan menulis. Ketika menulis telah menjadi ketrampilan yang melekat pada dirinya, akan merasa kurang dan merasa bersalah apabila tidak melakukan aktivitas ini. Akan menambah asupan nutrisi pula bila tulisannya mendapat apresiasi.

Mari merawat Kesehatan mental kita dengan tetap menulis dan menghargai tulisan orang lain dengan cara kita masing-masing. Bisa dengan mengapresiasi dalam bentuk verbal, mengkoreksi pemaknaan atau tulisan yang salah, bahkan mengkritik tulisan yang ditulis seseorang merupakan bentuk apresiasi untuk tulisan itu. Karena tulisan itu telah dibaca. Mustahil bisa mengkritik kalau belum membaca.

 



Sekolah Sak Ngajine


Kesibukan tiap kamis pagi, 06:30 guru guru telah bersiap di madrasah, menyambut anak anak yang datang dengan senyuman lebar mereka. Melupakan persoalan rumah tangga, melupakan dirinya yang belum sarapan, menyiapkan bekal anak sendiri sekolah, menyiapkan materi mengajar nantinya. Para guru tiap antusias menyapa anak, semua itu demi kedisiplinan anak berangkat pagi dengan hati gembira. 

Beberapa siswa membantu menggelar tikar di halaman, tempat mengaji kitab kuning dibawah asuhan Kyai Arrosidiyah Abah Yai M. Said. Dengan arahan dari bapak ibu guru, sambil bercengkrama kecil dengan teman sesama siswa mereka mengambil duduk secara bersof rapi. 
Sejak tahun ajaran baru ini memang diberikan program integrasi ponpes Arrosidiyah dengan siswa siswa MI dan MTs Arrosidiyah. Kelas atas di MI yakni kelas 4-5-6 dan kelas MTs, 7-8 dan 9. Program ngaji kitab kuning terkait akhlak siswa. Kitab tipis dengan cover hijau “tanbihul Muta’alimin” karya al ustadz alim alamah al Mukarom Ahmad Maysur Sindy Ath Thursidy. 
Kitab ini memberikan pedoman bagi anak untuk bisa bersopan santun sesuai syari’at. Bab pertama membahas terkait kesucian kita saat memasuki majelis belajar. Saat memasuki pembelajaran siswa harus memiliki wudhu, menggunakan pakaian bersih dan wangi, bersiwak. Bab kedua menyampaikan perihal kesiapan belajar harus menyiapkan semua peralatan belajar, sehingga tidak perlu lagi mengambil alat alat yang tertinggal.
Dengan mempelajari makna dari huruf arab pegon, anak anak diajak menjadi berselancar ke dunia santri dengan belajar memaknai utawi, iku, sopo…  dan lain sebagainya. Mereka bersemangat dalam mencermati tulisan dan belajar membaca. Meski merupakan hal baru bagi anak anak yang belum pernah mengenal huruf pegon. Tapi setelah dua pertemuan ini tampak antusiasme anak untuk bisa membaca kitab ini. 
Integrasi program ini membuat nuansa baru untuk anak, karena mempelajari hal baru yang bermanfaat sangatlah baik. Pengalaman baru itu adalah Gerakan yang membuka cakrawala pengalaman. Seperti petuah prof. Ngainun Naim bahwa hidup adalah gerak, mempelajari hal baru merupakan bentuk menikmati hidup. Pengalaman mengaji di sekolah belum tentu dialami oleh semua anak. Jadi nikmatilah supaya bermanfaat untuk hidup kalian.

Ujian Marhalah

Dari grup pondok pesantren Bani Ali Mursyad, saya memperoleh foto-foto putri keduaku yang sedang ujian marhalah. Lama saya melihat foto demi foto. Campur aduk rasanya melihat foto-foto yang di kirim admin pondok. Sekitar 5 foto itu seakan bercerita proses dia melaksanakan ujian hafalan qur’annya. 

Bangga tak terhingga dengan pencapaian anak yang telah mampu menghatamkan sekian juz dari 30 juz Al-qur’an. Anak ini yang masih duduk di kelas 5 memiliki tekad untuk keluar dari rumah, mengikuti jejak kakaknya yang sudah setahun sebelumnya masuk pondok. 

Berbeda dengan kakaknya yang telah menginjak bangku sekolah lanjutan, dia yang masih sekolah dasar membulatkan tekad untuk menghafal qur’an. Saya masih ingat ucapan menentramkan dari ustadnya. “Insyaaallah mbak Fina kerasan, karena ada beberapa family disini, dan karena dia masih kecil sendiri, dia ditempatkan Bersama mbak-mbak pengurus.” 

Saat perjalanan pulang setelah mengantar putriku tanpa terasa panas mata ini, mengalir buliran air mata seakan tidak tega melepas dia mencari ilmu. Meski fikiran dan hati saya kuatkan, ternyata bahasa tubuh seorang ibu tidak pernah bisa berbohong. 

Sambil mengamati dengan seksama, sedikit demi sedikit rasa iba menyelusup dihati. Sangatlah berat untuk menghafal sekian ayat dalam al-Qur’an. Jangankan satu Juz satu surat yang agak panjang butuh waktu yang lama sekali bagi saya untuk bisa menghafalkan. 
Setali tiga uang bahwa menghafal itu tidak mudah, pimpinan pondok anakku pun dawuh, bahwa jangan pernah memaksakan hafalan anak. Kemampuan masing-masingnya tidak sama. Ada yang cepat hafal tapi cepat lupa, ada yang lambat hafalannya tapi benar dan menancap di otak dengan kuat. Jangan pernah mentarget anak setahun harus hafal ini, tapi do’akanlah di rumah untuk kelancaran anak berproses menghafal Al-Qur’an. 

Terkadang kita hanya melihat hasil. Melihat lulusan dan keberhasilan. Namun kita jarang melihat dan mencerna proses yang mereka lakukan. Seberat apa proses yang dijalani oleh anak anak dalam pendidikannya. 
Al-Qur’an yang dihafalkan berapa tahun tapi seumur hidup berkewajiban menjaganya. Seumur hidup kita berkewajiban mempedomaninya. Yang menghafal dan yang tidak menghafalpun wajib menjadikan Al-Qur’an sebagai tuntunan. Karena kitab suci ini yang akan menuntun kita di kehidupan sekarang dan di kehidupan yang akan datang.

Hikmah menjadi Anggota SPK



Saya masih tersenyum sendiri bila mengingat keunikan takdir yang membawa saya kepada acara di Bondowoso, diadakan oleh sahabat pena kita. Betapa tidak, sejak awal di grup whatsapp milik sahabat pena kita kabupaten Tulungagung, sejak sebulan yang lalu tepatnya bulan Juli tanggal 7 saya sudah menetapkan hati untuk tidak mengikuti acara tersebut. Hal yang menyebabkan saya tidak ikut ada beberapa diantaranya kegiatan Olimpiade Sains Madrasah yang diselenggarakan Ma’arif NU diselenggarakan Sabtu tanggal 5 Agustus, selain itu persiapan ANBK (Asesmen Nasional berbasis Komputer) untuk anak kelas VIII. Meski pelaksana adalah guru dan proctor sebagai kepala madrasah saya merasa perlu membersamai mereka.

Lima hari menjelang keberangkatan, ada pesan masuk yang berisi tautan masuk grup. Sebelum saya membaca tuntas sambil mengobrol dengan teman guru di madrasah tanpa sengaja tautan itu terklik oleh saya. “Astaghfirullah” pekik saya dalam hati. Ada rasa sedikit menyesal kenapa saya masuk dengan tidak sengaja. Tapi sapaan ramah Prof Naim di grup dengan ucapan selamat datangnya membuat saya sungkan untuk keluar.

Sesaat saya mencari alibi untuk bisa menghindar dari perjalanan ke Bondowoso dengan bertanya apakah lewat jalan kecamatan saya? Bila jawabannya tidak saya akan tidak sungkan bila mengundurkan diri. Tapi ternyata mas Fahru yang ternyata domisili satu kecamatan dengan saya menimpali, akan ikut mencegat kendaraan bersama. Akhirnya saya meyakinkan hati bahwa saya adalah orang yang diberkahi dengan takdir harus mengikuti acara ini.

Benar saja, perjalanan ke Bondowoso membawa banyak pengalaman dan menggunggah semangat dengan bertemu banyak orang hebat dalam dunia menulis, bahkan bonusnya adalah bisa berkunjung ke dua pondok pesantren besar di Bondowoso. Diterima dengan sangat ramah dan kami semua saya rasa punya cukup banyak hal yang bisa diserap dari pak Kyai dan  bu Nyai dari kedua ponpes ini. Sekali lagi saya membuktikan bahwa filsafat pisau yang tumpul akan tajam apabila terus bergesekan benar adanya. Karena ibarat pisau tumpul itu adalah saya yang lama tidak menulis. Dengan gesekan semangat dari pembina SPK untuk menulis lagi. Maka sekarang mulai mengasah lagi ketajaman menulis ini.

 

n  Profil Ponpes Modern Al Ishlah Bondowoso


Rombongan dari Tulungagung tiba di Bondowoso pukul 21:00 di Pondok Pesantren Modern Al Ishlah di Kecamatan Grujugan Kabupaten Bondowoso. Disambut oleh mas Febri (saya tahu setelah mendengar para senior SPK menyebut nama beliau), beliau salah satu Ustadz di Mu’adalah PP Al Ishlah Bersama Ustadzah Afifah, putri kedua dari Pendiri dan pengasuh Pondok Al Ishlah Abi KH. Muhammad Ma’shum (allahuyarham).

Ponpes ini bermula dari hanya sepetak tanah yang berdiri diatasnya sebuah masjid yang berdiri sejak tahun 1967. Bangunan itu sekarang dibuat sebagai GSG (Gedung Serba Guna). Tanah untuk Ponpes sekarang semakin luas dengan jumlah santri yang cukup besar sekitar 1000 santri baik putra maupun putri. Santri KMI dimulai dari kelas 1-6.  Setara dg tingkat SMP/Mts dan SMA/MA.

Selain siswa KMI kelas 1 – 6, di ponpes Al- Ishlah ini berdiri pula beberapa unit Pendidikan. Seperti PAUD/TK, SD, SMP Plus, KMI, dan STIT, yang bila di jumlah seluruhnya kurang lebih 2000 santri disana.

Pondok Al Ishlah ini merupakan pondok alumni Gontor. Berbeda dengan cabang, pondok Alumni lebih leluasa untuk mengembangkan kurikulum dengan kekhasan daerah masing-masing tanpa harus berkewajiban mengikuti kurikulum Mu’alimin yang terapkan oleh Gontor 100 %.

Umi Afifah yang ramah menjelaskan beberapa konsep mulai dari pembiayaan dan kurikulum yang ditetapkan oleh PP modern Al Ishlah Bondowoso ini. Menurut umi Afifah ada tiga skema pembiayaan yang ditetapkan oleh pondok adalah Banuh, Basa dan Taba.

Banuh adalah Bayar penuh, artinya santri membayar semua pembiayaan yang dirincikan oleh pihak pondok. Biaya sebulan yang menurut pandangan saya masih dalam kisaran sangat wajar. Bagi siswa yang mampu mereka bayar penuh. Basa artinya bayar sesuai kemampuan, mereka bisa membayar sesuai dengan kemampuan perekonomian orang tua. Dan taba adalah tidak bayar sama sekali. Kriteria tidak bayar sama sekali adalah juga sangat longgar. Tidak ada paksanaan dan tagihan juga dalam hal pembiayaan. Pesan KH. Muhammad Ma’shum adalah “ada tidak ada saya system ini harus tetap jalan. Karena yakinlah bahwa Intansurullah yansurkum” (QS Muhammad:7) Allah akan menolong siapa yang menolong Agama Allah.

Pesantren ini juga menerapkan bengkel manusia (seperti yang disampaikan Prof Mujamil dalam Bukunya Strategi Pendidikan Islam). Sekolah yang bermutu bukan dilihat dari input bagus, proses bagus dan keluaran bagus. Itu sudah biasa. Mereka tidak menerapkan system ujian dan nilai untuk menjadi patokan masuk santri, tetapi semua diterima, tes masuk hanya untuk mengelompokkan pembelajaran dari masing-masing santri baru dan Proses serta output yang bagus itu baru yang dinamakan madrasah bermutu.

Bila masuknya sudah diseleksi, input yang bagus keluaran yang bagus adalah sebuah hal yang lumrah. Yang luar biasa adalah saat masukan itu semua masuk tanpa saringan seleksi dan bisa berproses didalamnya dan menghasilkan lulusan yang bagus.

Tagihan yang harus diselesaikan siswa keluaran Ponpes Al-Ishlah ini adalah harus menghafal 8 Juz Al-Qur’an beserta terjemahannya dengan metode Ummi. Namun meskipun kelonggaran diberikan oleh pihak pondok saya Bersama Dr. Eni Setyowati berbisik dengan takjub karena melihat sebuah mobil dengan stiker wakaf alumni Angkatan sekian. Sehingga bisa diartikan santri yang masuk di pondok ini adalah anak yang mampu dan mau belajar dan mensedekahkan harta untuk kemaslahatan.

n  Sambel khas

Selama di Ponpes Al Ishlah kami sangat berkecukupan makan yang enak, cerita dari mas Febri Idul Adha ini di Ponpes ini menyembelih ratusan ekor sapi dan ribuan kambing, yang sampe sekarang dagingnya masih bisa dibuat konsumsi santri-santri pondok. Salama di sana juga tidak pernah absen daging sapi di meja jamuan makan.

Para penasihat SPK Pak Ngainun Naim, Pak Emco, dan ketua SPK Pak Dr. Arfan Muammar di meja makan terlihat sangat menikmati sambel khas dari pondok itu. Kelakar pak emco meski belum bisa ngepasin rasa. Sambelnya pedes sehingga harus nambah nasi dan lauknya, trus nasi nya masih akhirnya nambah sambel lagi.

Sambel khas ini bahannya cabe dan tomat mentah yang langsung di uleg di cobek tanah liat, di tambah jeruk sambel diatasnya, rasa pedas segar dan ada sedikit asem menambah selera makan. Apalagi di cocol dengan terong kecil kecil yang belum pernah saya temui di daerah Tulungagung, rasanya uenak.

Bu Eni dan bu Rodiah tampaknya sedikit takut untuk makan sambel tersebut, takut sakit perut, tapi meski pedes dan saya juga termasuk yang mengambil jatah sambel agak banyak, Alhamdulillah aman saja di perut saya. Seger dan nagih sekali sambel ini.  Saya akan coba praktekkan membuat sambel legit ini di rumah.

 

n  Petuah Abi KH. Thoha Yusuf Zakariya, Lc.


Pagi hari selesai sarapan kami diajak Prof. Naim dan para penasehat SPK sowan ke Abi sapaan untuk KH Thoha Yusuf Zakaria Lc. Beliau ternyata baru pulang Haji Furoda. Haji panggilan raja yang tanpa ada waktu tunggu seperti haji biasa. Sekarang daftar haji biasa waiting listnya bisa 30 tahun kedepan. Sangat beruntung kami disuguhi air zam zam dan kurma sukari asli dari Mekah. Dalam hati saya berdoa semoga kelak saya bisa haji dan umroh, “allahumma inni asaluka ilman nafi’an wa rizqon wasian wa syifaan min kulli daain”.

Anak pertama dari Abi kuliah di Al Madinah, selama Abi melaksanakan haji furoda, putra beliau dipanggil pulang dari Madinah untuk menggantikan mengurusi Pondok Al Ishlah ini. Sebelum abi Keluar menemui para tamu, kami ditemani oleh anak pertama Abi, perangai beliau yang sopan luar biasa membuat kami merasakan kehebatan akhlak yang dicetak di pondok pesantren ini.

Sesaat setelah Abi menemui para tamu, dengan ramah dan bersahabat sekali, beliau memilih berkenalan satu persatu sebelum berbincang-bincang dengan prof Naim dan para dewan penasehat dari SPK. Dalam bincang santai yang bisa saya dapatkan pagi itu adalah makna KIAI. Istilah KIAI ini menurut beliau disebut dengan Kamilul Ilmi, Akhlaq wa Imam. Yang dijelaskan oleh beliau bahwa sebutan KIAI itu yang tuntas ilmunya, akhlaknya dan pemimpinnya.

Dawuh beliau selanjutnya terkait dengan dakwah. Dakwah itu bisa dengan lisan, Qolam, Qodam.  Dengan lisan bisa dilakukan oleh da’I dan da’iyah yang ada di Mimbar, oleh pengajar di kelas dan menyerukan kebenaran dengan lisan mereka.

Kalau sahabat pena kita ini adalah dengan qolam yakni dengan tulisan, dalam al-qur’an setidaknya yang saya ketahui dalinya adalah surat Nun : 1 yang artinya Nun, Demi pena dan apa yang mereka tuliskan”. Selanjutnya surat al alaq yang artinya “bacalah dan Tuhanmu Yang Maha Mulia, yang mengajarkan (manusia) dengan Qolam (pena)”.

Sahabat pena yang bergelut dengan tulisan, harus bisa berdakwah melalui media tulisan. Tulisan yang lembut yang menyelusup ke relung hati, dan bisa pula tulisan itu tajam menghujam. Janganlah takut mengatakan kebenaran melalui tulisan. Tulisan bisa menjadi pedang yang membabat kemungkaran, tulisan bisa mengubah peradaban manusia juga. Tulislah dengan Tulisan kebenaran yang mampu menggetarkan dinding istana yang kokoh sekalipun.

Yang terakhir adalah dengan Qodam, Abi memaknainya dengan metode dakwah secara berjalan, laksana teman seiman kita yang sering daulah di masjid-masjid berjalan kaki dan menyeru kepada kebenaran. Mereka tidak perlu dimusuhi, mereka adalah teman seiman kita. Ucap beliau.

KH. Thoha jago sekali dalam membuat singkatan-singkatan istilah. Seperti pada saat kalimatut tarhib saat pembukaan seminar beliau menyampaikan Pondok Al-Ishlah ini dilabeli sebagai pondok pesantren radikal yaitu moderat rasional terdidik mendidik dan berakal bisa jadi istilahnya religius atau universal.

Label selanjutnya adalah pondok Al Ishlah itu pondok teroris setiap orang yang datang ke Bondowoso itu menakut-nakuti kepada semua orang yang dating ke sini. Padahal arti teroris menurut kami adalah ternyaman terindah dan romantis.

 

n  Seminar Masa Depan Perbukuan Indonesia

Seminar literasi Nasional oleh SPK ini mengambil tema masa depan perbukuan di Indonesia. Digelar di Gedung Serba Guna Ponpes Al- Ishlah Bondowoso. Acara di mulai pukul 09:00 sampai 12:00. Di seminar itu puluhan santriwan dan santriwati dengan tertib mengikuti acara sampai selesai.

Seminar ini dihadiri oleh Abi Toha Yusuf Zakariya, pengasuh Ponpes Al-Ishlah, Kyai Masruri pengasuh Ponpes Darul Istiqomah, Ketua SPK, dan pembina SPK lainnya. Untuk pematerinya adalah Prof. Ngainun Naim, M,HI dan Muhammad Hairul S.Pd, M.Pd. acara di moderatori oleh Dr. (cand) Febri Suprapto. Setelah sambutan dari ketua SPK dan kalimat selamat datang dari KH M

Pemaparan dari Prof Ngainun Naim selaku pemateri pertama saya rekam dengan penuh seksama. Dengan gaya Bahasa yang khas dan lugas penuh dengan humor prof Naim mengantarkan materinya. Beliau memotivasi seluruh peserta dengan menceritakan pengalaman pertama kalinya ikut pelatihan jurnalistik.  

“Pelatihan jurnalistik itu hal yang pertama kali saya ikuti di masa itu pelatihan itu yang membuat saya punya mimpi. mimpi untuk bisa menulis. kebetulan di pesantren kala itu itu ada koran dinding. koran itu ditempel di papan kaca. Setiap selesai ditempel oleh pengurus pondok langsung menjadi rebutan para santri.  saya selalu kalah karena postur kalah besar dengan teman yang lain. Karena itu saat sore hari say abaca koran dari halaman awal sampai khatam. Dari situ saya membangun niat untuk menjadi penulis

Penulis itu modalnya Nekad. Tidak perlu banyak teori bahasa Indonesia. Karena kebanyakan dari kalian nanti tidak sibuk jadi penulis tapi lebih banyak menjadi komentator. Tulisan tidak pernah muncul bila kebanyakan komentar. Lebih banyak praktek. Dengan kata lain menulis itu dengan menulis

Profesor menyinggung pula konsep berkah ketika menulis. Beliau menceritakan pengalamannya saat menulis diterbitkan oleh penerbit Mayor tapi tidak mendapat royalty. Prof Naim berkeyakinan rezeki itu datang dari mana saja. Keberkahan demi keberkahan dari tulisannya sampe membawa beliau berkeliling Indonesia dalam rangka menjadi pemateri dan pembicara dari tulisan yang dia tulis. Satu provinsi aja yang belum beliau kunjungi yakni prov. Papua Barat.

Menjadi penulis sama dengan menjadi pembelajar, kita harus banyak memiliki referensi buku, harus banyak membaca dan memulai menulis. Menulis diibaratkan seperti kata “sabar” bisa diungkapkan akan tetapi sulit untuk dipraktekkan. Apabila ada teman sakit kita mudah sekali mengatakan sabar, tapi bila kita yang mengalami sakit dan yang lain berkata sabar.. sakitnya tuh disiniii

Menulis itu sesungguhnya mengikuti teori 10.000 jam. Kalau masih menulis 5 halaman dan mengalami kesulitan, maka wajar dan teruskan belajar menulis. Sampai menulis itu  menjadi sebuah ketrampilan, sesuatu yang tanpa difikir  sudah bisa keluar saat jari sudah menyentuh tuts keyboard laptop atau komputer. keterampilan itu kita melakukan sesuatu tanpa berpikir jadi yang namanya skill itu reflektif begitu ada ide otomatis lah menulis.  

Saat bingung menulis apa, prof Naim menjelaskan supaya tiga jam layar computer kita tidak hanya putih bersih, memullai menulis itu tentang sesuatu yang kita kuasai dan kita bisa. Tidak perlu memaksakan diri menulis yang sulit dan tidak kita kuasai

Manfaat menulis menurut prof Naim ada tiga, Dia menyebutnya dengan 3 J pertama Jeneng = Nama.  Penulis namanya tetap tidak lekang oleh masa. Karya yang diterbitkan bisa dibaca banyak orang, saat orang belum pernah ketemu penulis buku. Pembaca sudah berkenalan dengan penulis lewat nama yang terpapang sebagai penulis.  Kedua Jenang = manfaat atau keuntungan, bisa dari sisi materi maupun finansial. Ada sebuah novel yang sangat terkenal yang saat diterbitkan penulisnya tidak tahu kalau itu diterbitkan dan menjadi mega best seller dizamannya. Novel itu dibaca oleh seorang wartawan yang melihat laptop seseorang terbuka dan diambillah kemudian dicetak. Itulah novel andrea hirata dengan Laskar pelanginya.  Terakhir Jangka = durasi waktu penulis itu dikenal dalam waktu yang lama.

- Saya sedikit geli saat mendengar adik adik santri yang duduk dibelakang saya saling berbisik menanyakan istilah jeneng itu, maklum saya mereka kebanyakan bahasa yang dipakai sehari-hari bukan Bahasa jawa tapi Bahasa Madura.

Saat ini dunia perbukuan mengalami perubahan, buku bermetamorfose menjadi dua yakni cetak dan buku digital. Buku yang diterbitkan akan lebih bermakna bila memiliki ISBN. Bagi guru buku BerISBN juga bisa digunakan untuk naik pangkat sebagai angka kredit. Apabila sekarang ISBN susah didapatkan karena berbagai persyaratan yang harus dipenuhi lebih banyak dari dahulu. Ada QRCBN yang bisa kita akses.


n  Ponpes Daris (Darul Istiqomah)


Tidak jauh kurang lebih 5 kilo meter disebelah selatan Ponpes Al Ishlah, berdiri sebuah pondok Darul Istiqomah di daerah Pakuniran, Maesan Bondowoso. Pesantren Putra putri dibawah asuhan KH. Masruri Abdul Muhit, Lc. Salah satu penasehat SPK. Beliau sangat humble dan sederhana. Kami sowan ke rumah beliau yang berada di tengah tengah pondok. Bangunan rumah yang paling sederhana diantara gedung-gedung pondok yang megah, namun suasana penuh kehangatan Kyai dan Bu Nyai menyambut rombongan SPK di Ponpes Daris ini.


Bu Nyai Masruri menceritakan kepada kami sekarang beliau telah dikaruniai 12 cucu dari 4 putra dan putrinya. Putri bungsu beliau yang kelima masih belum menikah dan masih kuliah beasiswa disebuah perguruan tinggi internasional di Jakarta. Selama pandemi berlangsung kuliah diselenggarakan secara online, keuntungannya adalah bisa mengerjakan tugas sambil rebahan di kamar.

Meski baru pertama saya bertemu bu Nyai Masruri, saya sangat berkesan keramahan beliau dan antusiasme beliau menceritakan perjalanan hidupnya mendampingi pak kyai masruri. Beliau tidak pernah menerima uang gaji dari Bapak, karena uang itu semuanya diperuntukkan pembangunan pondok pesantren dan beliau biasa saja tidak sekalipun meminta. Saat pak Kyai Masruri pensiun, maka beliau pun juga sudah tidak kaget lagi dengan tidak diberi uang belanja. “Alhamdulillah keluarga tercukupi, karena kami melakukan semuanya demi agama Allah. Maka kami yakin Allah akan bantu semua urusan kami” ungkap beliau.

Yang paling mengharukan adalah proses persalinan anak kedua dari bu nyai yang kala itu masih ada di pulau Sumbawa, di rumah panggung dan saat itu fasilitas sangat minim. Tenaga Kesehatan – bidan itu terletak setengah jam dari daerah pondok. Proses melahirkan anak kedua disana yang sangat dramatis mengundang air mata saya keluar dari persembunyiannya. Sebagai sesama perempuan yang telah melalui proses persalinan, maka kekuatan mental beliau dalam menjalani perjalanan hidup di daerah terpencil dan minim akses sungguh membuat saya terharu. Keyakinan beliau terhadap pertolongan Allah yang menumbuhkan kekuatan. Subhanallah.


Di Ponpes  ini diselenggarakan prosesi LPJ dan pemilihan ketua SPK yang baru. Saya sebagai anggota SPK cabang Tulungagung hanya sebagai peserta peninjau, artinya tidak mendapat hak untuk memilih. Namun kami mengamati proses pemilihan yang sangat demokratis dan jauh dari ambisi untuk menjadi ketua. Meski mereka semua yang menjadi kandidat kapabel menjadi ketua, harus ada satu nakhoda untuk menggantikan pak ketua SPK lama – Bapak Dr. Arfan Muammar. Saat itu terpilih Dr. Agung Nugroho cs yang mengungguli ibu Dr. Hitta  meski tipis sekali terpaut 2 suara.

 

n  Kata Kata Mutiara

Ada beberapa kata kata yang sempat terekam dalam ingatan saya saat berada di sepanjang kebersamaan kopdar IX di Bondowoso ini, antara lain

SOS= Sopo Orang Sibuk. Ini sebuah buku karya pak Khairi yang dikenal dengan nama Emco. Tapi menggelitik setiap hati kita dengan Bahasa provokatif ini. Setiap kita sibuk dengan segudang pekerjaan masih harus menulis. Kalau menuruti sibuk kita, kita tidak akan bisa berkarya dengan tulisan. Padahal tulisan itulah peninggalan kita yang bisa mengabadikan nama kita.

P4 = Pagi Pegawai Petang Penulis, yang membuat tidak ada alasan lagi kita bisa mengelak untuk menulis apapun pekerjaan kita.

Hidup itu penuh dg ketidakterdugaan. Kita merencanakan sesuatu tapi hasil lain. Yang penting adalah tekuni apa yang telah kita jalani saat ini. Pasti ada hikmah setelahnya. Kata penyesalan dan hikmah itu tidak pernah datang diawal. Datangnya pasti diakhir. Kita bisa menggapai hikmah sebab ada doa didalamnya.

Pemimpi itu tidak bisa menjadi Pemimpin kalau tidak memiliki N. N nya adalah Nyali. Menjadi pemimpin itu harus bernyali.

 











Featured Post

Jejak Pergunu Menjemput Asa (2)

  PC Pergunu Tulungagung dalam rangka Halal Bi Halal sowan ke Ketua Umum PP Pergunu di Pacet, Mojokerto, tepatnya di Universitas KH. Abdul C...