GURU BERGAJI KECIL, BERHARAP JADI PNS
(Sebuah pengabdian Guru Tidak Tetap)
Oleh : Eti Rohmawati, M.Pd.I
Masih Ingatkah kita dengan lagu Oemar Bakri? Seorang Pegawai Negeri yang 15 tahun mengabdi menjadi pengajar dan pengasuh para murid dengan gaji yang sangat rendah. Namun ia tetap menjalani pekerjaan tersebut dengan bahagia. Ketika ditanya “mengapa dia menjalankan pekerjaan tersebut dengan happy-happy aja?” Oemar bakri menjawab : “saya mengajar semata-mata adalah mencari keridhaan Allah SWT “
Sekarang berbeda keadaaannya, seorang guru berstatus Pegawai Negeri sangat dicari dan dilirik oleh pangsa pencari kerja kita. Karena yang dahulunya Oemar Bakri hanya naik sepeda dan kadang jalan kaki, sekarang oemar bakri telah naik mercy. Dahulu gaji guru cukup untuk membeli nasi sekarang cukup untuk Naik Haji. Kaum muda berbondong-bondong mendaftarkan dirinya ke Universitas keguruan, (sebuah pemandangan yang 5 tahun kebekalang jarang sekali ditemukan). Belum lagi dengan lahirnya UU no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, sebuah harapan yang menjadikan guru sebagai jabatan professional yang bisa menaikkan status dan taraf hidup yang layak.
Zaman sekarang masihkah ada guru yang bergaji kecil, siapakah mereka? Jawabnya ada, mereka adalah guru Tidak Tetap (GTT). Ada yang digaji Rp. 7.000/jam pelajaran ada juga yang bergaji dibawah 200 ribu perbulan. Tentu saja dengan gaji sedemikian, tentu saja tidak memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berapa lamakah mereka berkerja? Mereka ternyata bukanlah orang baru dalam dunia pendidikan,ada yang masa kerjanya 10 tahun, bahkan ada yang 20 tahun.
Pertanyaannya sekarang mengapa mereka bertahan menjadi GTT? Banyak dan beragam jawaban tentunya yang bisa kita dapatkan dari pertanyaan tersebut, ada yang menjawab sebagai kerjaan sampingan, ada yang menjawab daripada nganggur di rumah, ada yang menjawab sebagai mendedikasikan ilmunya, akan tetapi ternyata lebih banyak yang mengharapkan perbaikan nasibnya sebagai jalan menuju ke PNS.
Di Tulungagung Tidak kurang dari 3000 GTT tersebar di berbagai sekolah. Baik di lingkup Kementerian Pendidikan Nasional maupun di Kementerian Agama. Dan angka ini akan terus bertambah karena peminat dunia pendidikan semakin banyak.
Memang sejak tahun 2003 pemerintah mengadakan Program Guru Honorer (kontrak). Dan sudah hampir keseluruhan guru tersebut diangkat menjadi pegawai negeri. Sampai kemudian tahun 2010 yang terbaru ini. Pemerintah bermaksud mengadakan penjaringan guru tidak tetap yang akan masuk data base nasional. Setelah dilakukan apa yang terjadi? Pembengkakan jumlah guru tidak tetap yang Fantastis. Dari perkiraan 190 orang menjadi 1.090 orang (RaTu, Jum’at, 05/11/2010). Wow …. Fantastis sekali. Penggelembungan yang terjadi ternyata ditengarai dengan isu yang tidak baik. Alih-alih mereka ingin menjadi PNS maka banyak yang menyuap Kepala Sekolah dengan rupiah, untuk memasukkan nama mereka dalam data base dengan berbagai cara.
Akan dikemanakan kemudian para GTT yang sudah puluhan tahun mengabdi dan mengajar di sekolah-sekolah? Mereka ternyata tidak masuk dalam daftar data bese, disingkirkan oleh segelintir orang yang rakus terhadap kekuasaan. Mereka kalah saingan dengan anak pejabat, anak konglomerat, yang nota bene belum selesai kuliah atau orang-orang tertentu yang memalsukan masa kerja, maka harapan para GTT tinggal harapan, dan penantian mereka tiada ujung.
Kalau sudah begini, menurut pandangan kami, hilanglah sudah wibawa sebuah pekerjaan sebagai pendidik. Hilang sudah nilai-nilai luhur yang ditanamkan sebagai pengajar sejati. Orientasi yang sekarang adalah mengejar materi yang memang menjanjikan di bidang guru ini, dengan melupakan nilai-nilai luhur kependidikan itu sendiri. Pendidikan yang merupakan usaha sadar untuk merubah peserta didik menjadi orang yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat, sehingga menujadikan sebuah manusia sebagai insan kamil (sempurna) lahir dan batin. Akan menjadi Ironis sekali ketika pendidikan sekarang menjadi sebuah ladang subur terjadinya praktek-praktek KKN. Sehingga buntut dari itu semua jangan disalahkan jika generasi bangsa kita rusak dan menjadi generasi a moral, tidak bertanggungjawab dan tidak mandiri (Soedijarto, Prof.Dr). Sebab melangkah awal saja kita sudah dengan niat dan jalan yang keliru. Namun perlu juga diperhatikan bahwa tidak ada asap bila tidak ada api. Tidak akan ada guru yang menyuap apabila pengambil kebijakan secara tegas memiliki aturan yang tegas pula. Sehingga praktek-praktek KKN bisa dipangkas. Tidak malah tumbuh dengan subur di negeri kita ini.
Mengabdikan diri sebagai seorang guru adalah sebuah tanggung jawab yang besar. Karena guru memiliki peran startegis dalam mendidik anak bangsa. Karena itu orientasi menjadi guru bukanlah sekedar mengejar materi, namun dibelakang itu guru mengemban amanah berat yang harus dipikulnya. kesejahteraan akan muncul seriring dengan kecerdasan masyarakat yang menjadi tanggungjawab bersama antara masyarakat, dan pemerintah dalam mewujudkan tujuan Negara, yakni masyarakat yang adil makmur, sejahtera secara berkeadilan.
rasa bahagia jadi guru mahal harganya, sehingga gaji kecil yang diterima tidak menghalanginya untuk "membeli" rasa bahagia itu
BalasHapusBenar... dengan guru guru seperti ini saya salut dan angkat jempol.
HapusWuihhh mantaff et
BalasHapussudah 10 tahun yang lalu pak..
HapusSubhanllah... GTT calon calon penghuni surga... Amin
BalasHapusJos. 10 tahun lalu saja sudah jos. Kini tinggal membuat lebih jos lagi.
BalasHapusTerimakasih. Semoga bisa
Hapus