Langsung ke konten utama

Kupatan

Pagi selepas jamaah subuh pada hari raya ke-8 Idul Fitri ini saya bergegas menuju dapur untuk mempersiapkan ketupat dan launya untuk dibawa ke masjid. Setiap hari bulan Syawal tanggal 8, pagi sebelum matahari terbit, tradisi di desa kami selalu mengadakan kendurian ketupat di masjid dengan seluruh masyarakat di sekitar

Sewaktu kecil saya ketika bapak masih ada selalu di bangunkan dan diajak untuk kenduri di masjid. Meski dingin pagi saya semangat untuk mandi dan bersiap. Bahagianya  ketika menerima bagian ketupat dan melahapnya dengan lauk sayur blendrang dan sedikit taburan kedelai gorang yang dihaluskan, sangat enak.

Sekarang gantian anak-anak yang merasakan kebahagiaan itu, mereka bersemangat untuk mempersiapkan diri ke masjid dengan mandi dan berpakaian, kemudian mengikuti ayahnya untuk bersiap ke masjid. Si kecil yang pulas dalam tidurnya terbangun mendengar kesibukan kakak-kakanya, dan berteriak “ikut”.

Kupatan yang masih sangat berkesan bagi saya adalah saat Almarhum Ayah mengajari anak-anaknya membuat ketupat. Dengan telaten beliau memandu kami selangkah demi selangkah, sampai tangan in ikram rasanya memegang janur yang takut terlepas anyamannya. Tapi alhasil sampe sekarang saya masih ingat dan bisa membuat ketupat sendiri, bahkan tetangga tetangga yang tidak bisa membuat ketupat meminta saya membuatkan ketupat buat mereka.

Masyarakat di Indonesia memang sangat familiar dengan ketupat.  ketika lebaran mereka ada yang membuat ketupat sejak hari pertama hari raya Idul Fitri, ada hari delapan membuat ketupat lebaran. . Ada pula yang menyebutnya dengan riyoyo syawwal,  menandai selesainya berpuasa syawal mereka selama 6 hariAda yang membagi-bagikannya di tetangga sekitar atau membawanya ke mushola atau masjid terdekat dalam habis magrib atau setelah Subuh seperti hari ini di lingkungan kami. 

Di sebuah daerah di Trenggalek acara riyoyo kupatan ini dirayakan sangat meriah, tepatnya di daerah Durenan. Orang orang luar daerah berbondong-bondong hadir di sana untuk menyaksikan acara ketupatan disana. Seluruh rumah mempersiapkan ketupat dengan jumlah yang banyak plus memasaak lauknya, bisa opor ayam daging atau sate dal sayur blendrang. Setiap tamu yang hadir disuguhi ketupat, bayangkan kita bertamu lima rumah aja perut kita sudah sangat penuh dengan ketupat dan sayurnya.

Sekarang saat corona menyerang, mungkin sementara keramaian lebaran ketupat ini tidak semeriah tahun tahun sebelumnya. Orang orang dilarang berkerumun dalam keramaian. Bahkan lebaran idul fitripun banyak yang menutup pintu tidak menerima tamu.


 




Menurut H.J. de Graaf dalam Malay Annal, ketupat merupakan simbol perayaan hari raya Islam pada masa pemerintahan Demak yang dipimpin Raden Patah awal abad ke-15. De Graaf menduga kulit ketupat yang terbuat dari janur berfungsi untuk menunjukkan identitas budaya pesisiran yang ditumbuhi banyak pohon kelapa. Warna kuning pada janur dimaknai oleh de Graff sebagai upaya masyarakat pesisir Jawa untuk membedakan warna hijau dari Timur Tengah dan merah dari Asia Timur.

 

Sekarang janur sudah mulai jarang karena banyak pemangsa kelapa (kuwawung) mematikan batang kelapa dimakan dari janur dan pondohnya. Beberapa daerah juga kesulitan menemui kelapa. Namun saya optimis kupatan ini tetap akan berjalan, dan janur tetap ada. Semoga hama kelapa juga bisa hilang dengan penelitian dari para ilmuwan ahli biologi dan obat-obatan, segera menemukan obat untuk hama tanaman khususnya tanaman kelapa ini.

Komentar

  1. Ketupatnya kira2 nikmat, tulisannya keren.

    BalasHapus
  2. Pasti Enak banget.. Pak Noer mana Ketupat eh tulisannya?

    BalasHapus
  3. Ketupat vs blendrang lotho mantapp

    BalasHapus
  4. Semangatnya bu etik menginspirasi

    BalasHapus
  5. Ketupat itu sensaional di kegiatannya dan yang pasti di rasanya

    BalasHapus
  6. Maleh milik makan kupat... Dirumah biar praktis kupat diganti lontong...

    BalasHapus
  7. Spesial edisi ketupat, dibalik nikmatnya ketupat jangan lupakan gizinya. Jare mas Prof 😁

    BalasHapus
  8. Hemm... Sama tadi kita juga ngetupattt...

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular Post

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustaka Begawan literasi di UIN SATU Tulungagung menghadiahkan buku ini pada resensator dengan catatan tulis tangan yang indah berisi tulisan adalah produk intelektual yang perlu di rawat dengan sepenuh jiwa. Sebuah kalimat yang mendalam untuk yang mampu menumbuhkan motivasi yang mendalam untuk menekuni dunia sepi membuahkan tulisan.   Penulis buku moderasi beragama yang di tulis secara duet oleh master di bidang metodologi Islam dan kelimuan tafsir hadis dan ilmu Al Qur’an, para professor ini menyoroti keberadaan Islam, pesantren dan karakter muslim dengan moderasi beragama. Isi Buku Terdiri dari 5 bab yang dimulai dengan pesantren dan dialetika sosial budaya, moderasi beragama sebuah tinjauan umum, pesantren dan perguruan tinggi serta moderasi beragama kebijakan, strategi dan implementasi. Pemembahasan mulai aspek berbeda dari pendidika...

Menggapai Ampunan Berbuah Surga

Bersegeralah mencapai ampunan Allah. Dan imbalannya adalah Surganya Allah yang luasnya seluas langit dan bumi. Surga ini diperuntukkan kepada orang orang yang bertakwa. Makna Langit disini dimaknai semua hal di luar bumi yakni alam semesta adalah langitnya Allah. bukan hanya seluas satu bintang yakni matahari dan 8 planetnya, bukan pula hanya satu galaksi yang berisi sekian milyar bintang. namun sekian milyar galaksi.  Surga seluas langit dan bumi ini diperuntukkan kepada siapa saja yang bisa bersegera mencari ampunan Allah, mereka adalah orang orang yang bertakwa. Siapa orang yang bertakwa dijelaskan di lanjutan ayat dari Surat Ali Imron ayat 134 yakni:  Pertama orang yang menafkahkan hartanya disaat lapang dan sempit . Menafkahkan harta untuk kebaikan dikala mereka kelebihan harta maupun saat kekurangan. Kebiasaan kita adalah tidak mau berbagi disaat kita merasa kekurangan.  Orang yang bisa Menafkahkan hartanya pasti akan banyak kawan. Sebaliknya orang yang kikir dan ...

Push the limit

The world changes when you change your perspective. (Yogadailypractice) Push the limit artinya pada paksa dirimu untuk melampaui batasmu. Biasanya istilah ini digunakan untuk olahraga. Mendorong dengan setengah memaksa untuk melampaui batas sehingga menjadi lebih dari yang kita mau.  Push the limit dalam yoga, juga di maknai untuk memaksa otot tubuh lebih renggang lebih lentur. Guru yoga virtual saya dari Australia mengatakan jangan dalam pose-pose yoga kalau sudah bisa harus di tingkatkan levelnya. Ada beberapa pose o diajarkan seperti vp pose, eagle, bridge, warior1,2,3 sun warior, cat pose, cow pose, head   stand dan lain lain.  Beberapa pose ini meningkatkan efektivitas kerja otot dan membuat postur tubuh menjadi lebih bagus. Tidak bungkuk dan tidak ndegeg (archy). Kesemua itu endingnya adalah kebugaran tubuh.  Saya memaknai push the limit ini juga dalam menulis. Ajakan dari Doktor Naim untuk ajeg menulis setiap hari lima paragraf, menurut saya mengajak ki...

Hujan di Bulan Juli

Hega menghela nafasnya dengan berat.. “Huuftt mendung, Apakah akan hujan di hari yang dingin ini?” ucapnya dalam hati. Benar karena ini bulan Juli bulan dimana negeri tropis seperti Indonesia ini sedang musim dingin. Udara dingin memang kadang tidak bersahabat. Tapi Hega sangat suka dengan musim dingin dari pada musim hujan. Bukannya benci dengan hujan. Ada beberapa serpihan kenangan duka terselip di kehidupan Hega saat kuliah dulu. “Ga…., “ teriak seseorang Hega menoleh, ternyata sahabatnya yang memanggilnya di depan perpustakaan. Wajah manis dalam senyuman dan mata lugunya membuat Hega menyambutnya dengan senyuman juga. “Ada Apa, Is?” tanyanya. “Besok kamu bisa ikut acara MUSDEGA? Kamu kan kerani. Wajib Ikut lho… “ Tanya si Aisyah. Bukan hanya tanya tapi dia lebih kepada memastikan kehadiran Hega untuk musyawarah Pandega yang akan diadakan hari Sabtu sampai Minggu esok hari. “Belum pasti” jawab Hega lesu dengan menekuk mukanya. “Ayolah semangat.. kamu past...