“Semua amal perbuatan anak adam akan kembali kepadanya, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku (Allah) dan Aku yang akan membalasnya” (hadits Qudsi)
Ramadahan kali ini terasa jauh berbeda dengan tahun tahun sebelumnya. Karena wabah virus Corona melanda dunia, seakan-akan menghentikan roda dunia ini. seluruh dunia di himbau diam dan berada di tempat. Nir pergerakan secara besar-besaran.
Ekonomi dunia pun limbung, pabrik banyak yang tutup. Sekolah diliburkan dalam waktu yang panjang, Umroh dihentikan sementara, para tukang Gojek beralih kepada go send karena jarang membawa orang yang ada adalah hantaran barang.
Dunia benar benar menjadi berbeda. Ramadhan yang semula masjid menadi sentra kegiatan ibadah mahdah dan ibadah sunnah. Sekarang sepi… Dulu setiap kali sebelum puasa kami megengan di Masjid membawa ember berisi nasi dan lauk tidak lupa dengan kue Apem, sekarang tidak lagi diperbolehkan berkerumun. Sampe tradisi ziarah kubur biasanya masyarakat se kampung bersama-sama, berbondong bondong menuju tempat peristirahatan terakhir manusia. Sekarang tidak ada lagi kegaitan seperti itu.
Menurut Kupperschmidt Saya ini termasuk Generasi Y atau di singkat menjadi “Gen Y” yang dilahirkan di antara tahun 1980-1955. Generasi ini sudah ada Email, internet, SMS pada masanya. Mereka lebih terbuka dan menerima hal-hal baru. Dan pula menyukai tantangan yang harus ditakhlukkan, (push the limit). Generasi ini berbeda dengan Generasi sebelumnya yakni disebut sebagai Gen X yang lebih mandiri dan banyak akal serta lebih independent.
Berbeda pula dengan generasi sekarang. Generari Y ini melahirkan baby boomers atau generasi Z atau Internet Generation (Igeneration) mereka lahir sudah bareng dengan gadget dan smartphone. Gen Z ini lebih mampu menyerap informasi dengan cepat, namun lebih labil dan ikut arus sosial yang karut marut.
Meski saya termasuk generasi milenial tapi masa kecil saya dulu belum kenal dengan HP sampai saya menginjak SMA. Apalagi generasi yang dilahirkan di desa yang ada adalah mainan tradisional dan makanan yang berhari-hari masih di panasi yaitu sayur blendrang.
Ramadahan pun dari dulu sampai sekarang masih sama sahur dan berbuka dengan sayur blendrang. Makanan kesukaan saya. Entah darimana saya syuka banget dengan kacang yang sudah berumur 2 hari alias blendrang.
Zaman dulu saat mbah masih sugeng setiap sore mengirimkan sayur blendrang ini ke rumah ibu saya yang jaraknya 500 meter dari rumah beliau. Kakak kakak saya selalu mengejek saya sebagai manusia kadaluarsa. Sakit sih mendengarnya… tapi tidak terasa lagi saat menyantap enaknya sayur blendrang kacang ini. kalian pasti juga sudah tahu enaknya sayur kacang yang sudah lebih dari sehari dan di panasi lagi. Apalagi kacang sriwet, jenis kacang yang bijinya rapat dan rasanya super gurih. Kelas 2 memulai berpuasa atas komando dari Bapak. Di benak saya yang terfikir Cuma satu yaitu betapa laparnya berpuasa itu. Namun sebagai anak tidak berani membantah orang tua dan mengiyakan ajakan puasa dengan berat hati.
Puasa adalah menahan lapar dan dahaga begitu yang terngiang di telinga saya kala itu. Belum tahu selebihnya apa. Karena anak kecil pada umumnya saat kelas 2 itu masih bentuk abstrak kongkrit yang bisa di terima. Perkara menahan nafsu itu belakangan saja saya fahami saat sudah beberapa tahun menjalankan puasa. Sahur pake blendrang berbuka puasa pun pake blendrang pula. Dan tentu saja blendrang kacang sriwet yang menjadi idola saya.
Namun kebiasaan makan sayur yang sudah menjadi blendrang ini tidak di tiru oleh anak-anak saya. Mereka bahkan sejak kelas TK naik kelas I sudah kuat puasanya tanpa blendrang. Mereka berpuasa di usia sangat belia adalah hal yang mengharukan sekaligus membahagiakan buat orang tua. Sebuah keberhasilan dan naik status dalam strata puasa ini sukses buat anak-anak saya.
Memotivasi anak dalam menjalankan puasa dalam fahul bari syrah al-Bukhori karya Ibnu Hajar Al-asqalani sangat diperhatikan. Puasa harus di ajarkan mulai kecil, sebab akan sangat payah dan susah menjalankan puasa ketika sudah besar. Puasa sejak kecil akan membentuk kepribadian. seorang muslim wajib menjalankan rukun Islam, pun juga kewajiban puasa ini.
Meskipun harus dengan merayu dengan Qoulan Layyina. Ketika anak-anak saya di iming-imingi dengan hadiah bila puasanya tuntas. Dan Bapak saya menepati memberikan hadiah itu apabila anak-anaknya sukses berpuasa satu bulan penuh.
Saya diuntungkan keadaan zaman dahulu untuk memotivasi diri kuat puasa penuh. Karena dahulu di sekolah saya MI yang waktu itu mewajibkan siswanya pondok Romadhon di sekolah mulai kelas 3. Saya masih ingat kala itu kami benar benar merasakan suasana yang nyaman dalam melaksanakan puasa di sekolah. Tidak tanggung tanggung 2 minggu berada di sekolah, berbuka di kirim oleh keluarga dari rumah. Sahur juga di kirim lagi. Atau kalau tidak mau mengirim lagi, berbuka itu di sertakan pula nasi buat sahur.
Namanya anak kecil, yang harus dibantu mengenai mengelola makanan. Hari pertama nasi saya basi. Untung ada kakak kelas yang mengajak saya sahur bareng dia. Terkadang saya tertawa melihat anak-anak sekarang seusia MTs yang ikut pondok romadhon di sekolah meski hanya 2 hari atau tiga hari mereka nangis karena tidak betah, makanan berlimpah sampe banyak yang sisa. Membawa boneka mereka untuk teman tidur. Kadang merengek minta HP mereka. Meski sekolah tegas tidak boleh ada yang membawa HP.
Saya beberapa kali menemui generasi Z ini berkumpul didepan layer HP menyalakan kamera dan mulailah mereka mengikuti Gerakan yang ada di layar 6,5 inchi mereka. Dikenal dengan tik tok. Aplikasi ini yang mengantarkan seorang anak seperti Bowo Apenlibe terkenal dan menjadi artis tik tok sekitar tahun 2018. Generasi Z seperti Bowo ini adalah generasi yang sangat lekat dengan tekhnologi, tik tok adalah sebuah platform yang berbasis lagu dan nyanyian dikemas dengan video dari pengguna. Mainan anak-anak ini bukan lagi balon di tiup atau di isi air, bukan lagi mercon atau pandemen dari bamboo. Tapi mereka menanti buka puasa dengan bermain tik-tok.
Apakah tidak bagus bermain tik tok? Tik tok di satu sisi bisa mengasah kreatifitas anak-anak, mereka bisa mengasah kemampuan editing video, membuat inovasi dan membuat hidup lebih ceria karena sering saya lihat mereka tertawa. Di sisi lain bisa menjadi negative manakala user tik tok atau tik tokers demi memberi kesan lucu dalam videonya mereka membuat video yang tidak sewajarnya.
Bagaimana kemudian kita bisa menyandingkan generasi Y dan generasi Z yang saya sebut dengan generasi blendrang dan generasi tik tok ini dalam Ramadhan ini? Yosikawa mengatakan bahwa “that Science and Technology should not control Humankind; Humankind should control Science and Technology.” Manusia harus mengontrol tekhnologi bukan tekhnologi yang mengontrol manusia. Kita bisa manfaatkan tekhnologi android dengan menyandingkan blotooth ke speker active untuk mendengarkan lantunan Qur’an sepanjang hari di rumah. Kita bisa membuat channel youtube dengan content murojaah. Online / live video facebook dengan kajian kajian Agama yang menambah religiusitas kita.
Dengan begitu kita generasi Y bahkan generasi X yang ada sebelum era 80’an akan tidak lagi uring-uringan ketika generasi milenial ini memanfaatkan I-phone dan smartphone mereka.
Dan bahwa puasa ini adalah milik Allah dan hanya Allah langsung yang akan membalasnya, kitapun sebagai Umat yang hidup di zaman kita masing-masing saling berusaha kuat dalam mempertebal iman dan taqwa dan menjaga puasa kita menjadi puasa yang bisa di terima oleh Allah Swt.
Blendrang oh blendrang tewel, apa kabar bunda Etik?
BalasHapus