“Corona
bisa membendung aktivitas fisik kita tapi tidak bisa membendung pikiran kita”
Ari
Wahyudi
Bahagia sekali sore tadi bisa mengikuti Nasional Webinar
“Perubahan Masyarakat jelang Idul Fitri” yang di selenggarakan oleh Pusat Studi
Perubahan Sosial dan Media Baru, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Unesa. Acara
ini sangat luar biasa, hampir 170 peserta mengikuti kajian online ini.
Banyak ilmu yang saya dapat dari para pemateri. materi
perubahan sosial yang dikaji terutama perubahan interaksi sosial kemasyakatan mulai
dari Papua, Sumatera, Jakarta dan kota kota besar seperti Malang dan lain
sebagainya. Bagaimana masyarakat yang hari ini dipaksa beralih dari kebiasaan
atau tradisi keagamaan khususnya di bulan idul Fitri, berubah ke keheningan
Ramadhan dan semua ibadah di lakukan berpusat di “Rumah”.
Yang disampaikan Dr. Erond L Damanik dari Universitas
Negeri Medan, Disana tidak ada penerapan PSBB (pembatasan Sosial Berskala
Besar) di 33 kabupaten kota yang ada di Sumatera Utara, masyarakatpun menanggapi
beragam tentang protocol Kesehatan yang harus dilakukan selama masa pandemi
Covid-19 ini. Ada yang cuek tidak pakai masker terjadi di lower class
dan melakukan aktivitas ekonomi seperti biasa, ada pula yang lebih patuh kepada
protocol Kesehatan terjadi di middle class.
Pandemi ini menghilangkan suasana selebrasi yang biasa
dilaksanakan oleh masyarakat. Sillaturrahmi antar keluarga, handai taulan. Jelang
Idul fitri ini masyarakat akan lebih memaknai secara nilai (value) bukan sekedar
symbol yang biasa di tunjukkan selama belum ada pandemic Covid-19 ini.
Sedangkan menurut pakar Komunikasi Dr. Evie Ardiana
Sinta Dewi, M.Si dari Unpad menyampaikan kegagapan pemerintah dalam berkomukasi
dengan masyarakat. Menurut Hartley and Hartley dalam “ the importance and nature of communication”
menyatakan bahwa komunikasi adalah
proses sosial yang sifatnya sangat dasar.
Ketika komunikasi ini terkendala maka juga akan menghambat
proses sosial. Dan ini terjadi pada pemerintah saat ini. penggunaan istilah
asing seperti “social distancing” ini banyak tidak dipahami oleh masyarakat
kelas bawah. Juga Blundernya pemerintah dalam menyampaikan pesan untuk tidak
mudik. Sampai viralnya pernyataan Bapak Presiden yakni Mudik beda dengan Pulang
Kampung. Juga pernyataan orang -orang disekitar Bapak Presiden yang selalu berubah
dan inkonsisten setiap waktu. Sampai kemudian bis dan alat transportasi masal
diperbolehkan beroperasi lagi beberapa hari yang lalu.
Ada kenyataan yang terjadi saat ini meskipun dilarang
mudik. Warga negara kita yang dideportasi dari luar negeri, ribuan yang datang dari
Tanjung Balai Karimun dan Sibolga, belum lagi yang pulang melalui Pelabuhan kecil
(Pelabuhan tikus). Sangat memungkinkan
adanya ledakan jumlah penyebaran Covid-19.
Disampaikan oleh pemateri dari Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) Pusat Ibu Nuning Rodiyah, bahawa perubahan perilaku baru terjadi
di masyarakat. Sejak diumumkannya pasien positif Covid-19 tanggal 2 Maret oleh
Presiden, kemudian di tanggal 15 Maret di himbau untuk belajar, bekerja dan
beribadah dari rumah, kemudian yang masyarakat menjadi terkesiap saat DKI Jakarta
mengatakan PSBB tanggal 10 April 2020.
Perubahan sosial itu sangat signifikan terjadi, dimana
Masyarakat Ramai-ramai borong Jahe, Kunyit, Temulawak, dan Madu untuk
mempertahankan daya tahan tubuh mereka. Anak-Anak lebih banyak menonton satu
stasiun TV untuk pembelajaran mereka selain pembelajaran Daring yang dilakukan
oleh guru- guru mereka. Banyak pemirsa TV yang tidak lagi tertarik dengan sinetron
karena terus mengupdate informasi mengenai covid-19 ini. Ada juga gejala gangguan
psikologis berupa ketakutan, psikosomatis yang menjangkiti masyarakat.
Kelompok Ibu-ibu yang paling terdampak dengan perubahan
perilaku dan kebijakan bekerja dari rumah ini. Mereka akhirnya tidak hanya double
burden bahkan triple burden, menjadi pekerja yang harus menyelesaikan
pekerjaan di rumah, menjadi pekerja domestic, karena sangat dimungkinkan Asisten
Rumah Tangga mereka juga pulang. Dan juga harus membantu pembelajaran daring
anak-anak mereka. Belum lagi bila anak usia sekolah di rumah tersebut lebih
dari satu.
Perubahan perilaku konsumenpun berubah pula, beberapa perubahan
perilaku tersebut adalah:
- The adaptive Shopper: masyarakat mengalihkan belanja dengan cara konvensional beralih ke belanja daring. Dan saat pandemic ini sangat meningkat tajam
- The Brave One: adalah pekerja Garis depan. Baik sebagai pahlawan di tenaga Kesehatan maupun pencari nafkah keluarga
- The Market Observer: Masyarakat yang melihat peluang pasar. Ketika masker langka, disitulah muncul kreatifitas untuk membuat masker kain. Membuat hand sanitizer, desinfektan dan APD.
- The Bored Home Body: Wajar ketika kebosanan melanda masyarakat, karena harus stay at home. Maka mereka mencari hiburan di rumah, menonton film, drama atau aplikasi olah raga, dan Game.
- The Health Nut: lebih care terhadap Kesehatan. Dengan banyak mengunduh aplikasi Kesehatan.
- The Yearning Traveler: yakni masyarakat yang telah menyiapkan rencana bepergian setelah pandemic berakhir.
- (Sumber ADA : Analitic Data Advertising)
Bilamana pandemic telah berakhir maka sangat
dimungkinkan kita tidak akan Kembali ke perilaku lama, namun akan mengubah pola
menuju ke “the new normal”. Pendidikan akan mengalami banyak perubahan
menuju system manajemen pembelajaran baru (learning management system),
penelitian dan pengabdian pengabdian masyarakat berbasis digital.
Perubahan ini tentu harus dibarengi dengan kebijakan (regulasi)
juga infrastruktur yang tentang digitalisasi, dan tidak kalah pentingnya adalah
pelaku digitalisasi (User) baik Guru atau siswa, Dosen atau Mahasiswa,
serta masyarakat pada umumnya harus segera beradaptasi dengan budaya digital
ini.
Siapkah diri kita menuju kepada the New Normal. Mari kita
hadapi dengan selalu belajar. Karena perubahan itu adalah Abadi.
Jika setiap kegiatan mampu ditulis, sungguh kita akan memiliki dokumen yang sangat berharga.
BalasHapusIya prof. Insyallah.
HapusSaya ingat pesan panjenengan pikiran bisa lupa.tulisan yg akan mengingatkn