Hyperthyroid Pregnancy

...وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ...
... jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah... (QS Yusuf:87)


Kesehatan itu bukan hanya sekedar hitungan angka di atas kertas laborat (medis), Namun bonding anak dan orang tua akan membantu penyembuhan (Klinis).  Dr. Ana Sp.A

Menjadi seorang ibu adalah sebuah Anugrah. Sakit yang tiada tara kala melahirkan sirna seketika saat mendengar si kecil menangis keras. Berubah menjadi penuh bahagia. Melekatlah kemudian sebutan Ibu, Bunda, Mama, Umi dan sebutan lainnya buat ibu.

Sayapun mengalaminya. Menjadi Ibu muda dari ketiga anak. Anak pertama dan kedua kelahirannya normal. Jarak keduanyapun relatif dekat.  Namun anak ketiga ini sangat berbeda. Jarak 6 tahun dari kakaknya termasuk agak jauh. terlebih lagi saat dokter menvonis kehamilan saya  harus dibawah pengawasan karena  hypertiroid yang saya derita.

Tidak tahu dari mana saya bisa sakit ini, namun memang sejak anak ke dua berumur 3 tahun, berat badan saya turun drastis. rambut rontok dan sering gemetar, ketika saya ke dokter faskes I saya, dikatakan saya kena maag akut dan diberikan obat maag. Baru tahu kena hypertiroid saat kena serangan panik (panic attack), dokter faskes saya tidak berpraktek. Akhirnya diantarlah saya oleh suami ke dokter lain. Di situlah dokter menyarankan untuk cek lab. dan hasilnya hormon tyroid saya tinggi.

Alih alih bukannya gembira saat mengetahui  kehamilan saya, yang ada cemas menyerang kejiwaan saya. banyak artikel yang menyebutkan kegagalan kehamilan saat sang ibu menderita hypertiroid. (kelebihan hormon di kelenjar thyroid). Sejak kehamilan sebulan sampai sembilan bulan saya harus mengonsumsi obat untuk menurunkan kadar T3 dan TSH saya. Sehari tiga kali. Khawatir sering kali datang saat membayangkan anak dalam kandungan saya nanti seperti apa. kalau sudah begini saya hanya bisa pasrah sepasrah nya kepada yang Maha Pemberi Kehidupan.

Tiap bulan saya harus kontrol ke dokter RS di Kota Kabupaten. Bukan hanya satu poli yang harus saya datangi. Namun 2 sampai 3 poli dalam kontrol tersebut. poli penyakit dalam untuk penyakit hypertirod saya dan poli Kandungan untuk mengontrol kondisi janin dalam kandungan. Pernah juga di beri pengantar ke poli Paru dan Jantung.

Perjalanan ke RS tidaklah  mulus. Harus pagi buta mengantri Nomor Loket. Baru mendapat panggilan di poli dalam kira kira jam 10 atau lebih. Mendapat surat untuk cek laborat setelah jam 12. Hasil laborat pun bisa diambil keesokan harinya.

Keesokan hari nya setelah mengambil hasil lab barulah bisa konsultasi dengan dokter dan diberi resep. Karena memakai BPJS menunggu resep kadang sampai jam 4 sore baru dapat obat, antrian obat di apotik untuk peserta BPJS memang sangat banyak. Dan itu semua saya lakukan sendirian, tanpa di temani oleh suami. karena kesibukan nya di pekerjaan kala itu.

Dibulan bulan awal meski harus melakukan tindakan medis seperti ini sendirian tanpa di dampingi suami saya merasa enjoy saja, saya habiskan waktu  menunggu antrian dengan membaca koran, membaca artikel kehamilan atau membaca Al-Qur'an. Namun saat Kandungan semakin besar lelah dan capek semakin terasa. Kalau sudah demikian lama menunggu di kursi ruang tunggu, air mata ini sering menetes. Saya telpon suami tanpa bisa berkata-kata. Barulah  setengah jam kemudian suami muncul di rumah sakit dan menemani sebentar.

Sampailah kemudian vonis dokter harus melakukan tindakan SC pada kehamilan saya. belum genap 9 bulan kandungan saya. Dokter menyarankan untuk segera di keluarkan bayinya. Lahirlah anak ketiga saya dengan selamat.


Nasib Anakku..

Setelah 3 hari menjalani perawatan pasca SC. kami diperbolehkan pulang. Saat pulang pesan dr. Anak dari anak ku di RS seminggu usia anak ini harus di cek darah untuk mengetahui kadar tiroidnya.

Dari penjelasan dokter Dimungkinkan anak dari ibu penderita hypertiroid akan mengalami hypotiroid.
Dari hypo ini bisa berimbas pada penurunan kecerdasan anak sampai pada taraf debil. 

Ya Allah.... Kami berdua shock. Anak ketiga ini akankah kedepan menjadi anak ber IQ rendah? Kami tidak bisa mengatakan kondisi anak ini ke ibu saya  atau keluarga yang lain. Karena ibu saya punya riwayat penyakit jantung. Akhirnya kami hanya bisa menangis berdua dikamar. 

Disarankan lah saat itu oleh dokter anak untuk tidak menyusui. Melihat kondisi saya semakin hari semakin tertekan suami mengajak untuk mencoba ganti dokter untuk bisa dibuat second opinion. 

Dan benar juga dokter kedua ini sungguh di luar dugaan kami. Membesarkan hati saya. Tumbuh kembang anak tidak hanya selalu bergantung pada hitungan diatas kertas saja. Tetaplah minum obat. Sejam kemudian baru menyusui anak. 
Ingat bonding anak dan ibunya sangat membantu tumbuh kembang dan penyembuhan anak. Secara teoritis kelekatan atau attachment atau seringpula disebut dengan bonding adalah ikatan emosional yang menetap yang kuat, bertimbal balik antara bayi dan pengasuh (orangtua) dan berperan penting pada kualitas hubungan selanjutnya

Bak Oase di tengah Padang pasir. Kata kata yang membuat kami bangkit kembali. Memupuk kembali semangat untuk melakukan saran tersebut. 

Hari demi hari, anak ini tumbuh dengan baik dan tidak menunjukkan tanda tanda yang dikhawatirkan tadi. Sampai sekarang usia nya 3 tahun. Tumbuh menjadi balita yang sehat dan seperti anak pada umumnya. 

Betapa syukur kami kepada Allah SWT. Mendapat karunia dan amanah Nya. Semoga kami bisa mengemban amanat ini sampai dia dewasa dan menjadi generasi penerus. 

Janganlah putus asa dan terus mencari Rahmat Allah. 
Allah lah Sang Maha Pemberi Rahmat.  



8 komentar:

  1. Judul mu Jan keren say, isinya tansoyo josss

    BalasHapus
  2. Terimakasih pak darwi... membagi Rasa seorang ibu...

    BalasHapus
  3. Perjalanan hidup yang luar biasa. Sungguh menyentuh.

    BalasHapus
  4. Yaa Alloh ikut deg degan dan akhirnya bersyukur... Semoga menjadi anak yg hebat..sehebat perjuangan abi dan uminya.

    Dg ditulis..pengalaman hidup menjadi ilmu bg yg mmbaca. Siip bunda Etik..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih kerasa lho pak hati yang kawir kawir dengan pengalaman ini.

      Hapus

Featured Post

  Tumpukan masalah yang menggelayut di madrasah kami tidak sedikit. Stigma guru yang belum berkualitas, pembelajaran yang monoton, siswa mal...