Menolak lupa

Tulisan ini saat kontestasi Pemilukada kab. Tulungagung tahun 2013

MENOLAK LUPA
(TERHADAP JANJI PARA CALON BUPATI)
Oleh :
Eti Rohmawati, M.Pd.I*)

Pemilukada Bupati Tulungagung sebentar lagi akan digelar. Pesta demokrasi untuk masyarakat kota Marmer ini dilakukan dengan cara pilihan langsung oleh rakyat. Pemilukada saat ini adalah yang kedua kalinya, namun sebagian orang mengatakan bahwa saat inilah pesta demokrasi yang sesungguhnya. Empat pasang calon Bupati wakil Bupati Tulungagung 2013 sudah di tetapkan oleh KPU Kabupaten Tulungaung pada tanggal 4 Desember 2012. Dari empat calon tersebut rakyat Tulungagung akan memilih sosok pemimpin yang betul betul mereka sukai, cintai atau apalah namanya. Mungkin saja masyarakat memilih karena kesamaan idiologi, sama secara background ormas, kedekatan personal, atas mana persudaraan, suka terhadap tipe tokoh ataupun memilih karena iming – iming atau janji dari para calon dan tim suksesnya.
Janji politik berupa bujukan/persuasi dalam konteks pemilukada yang disampaikan pada saat kampaye dalam bentuk visi, misi dan program adalah suatu keharusan karena diamanatkan dalam undang-undang. Namun terkadang aktor politik kurang memperhatikan apakah janji tersebut realistis untuk dilaksanakan atau tidak, yang penting masyarakat suka, menerima dan kemudian mau memilih calon bupati tersebut.
Bujukan yang berupa janji ini bisa saja mengantarkan calon mendulang suara karena hembusan angin surga dari manisnya janji yang di tawarkan. Masyarakat yang kurang informasi akan sangat mudah terjerat oleh janji calon bupati. Namun ketika menjadi bupati apakah janji –janji itu bisa direalisasikan?
Banyak yang telah kita lihat dan kita perhatikan selama proses pilkada langsung selama 2004 sampai sekarang membuahkan seribu cerita. Cerita baik dan buruk. Banyak kepala daerah yang digugat rakyat karena mengingkari janji politik selama dia kampanye. Masalah kemiskinan, kesehatan, pendidikan adalah isu dominan yang menjadi isu kampanye berakhir dengan apologi karena tidak adanya anggaran dan masalah masalah diatas tetap saja tidak terselesaikan.
Pada tahun 2004 - 2012 Kasus korupsi kepala daerah (menurut data kompas online.com) ada 173 DARI 524 kepala daerah terbelit kasus korupsi. Juga menurut Transparency International Indonesia; Devisi Pencegahan Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dedi Rahim mengatakan, lebih dari 170 kepala daerah (bupati/wali kota/gubernur) kini dalam proses hukum. Salah satu penyebab kasus hukum indikasi kasus korupsi di lapangan, karena budaya birokrat dan ketidakmampuan mengelola keuangan daerah dengan baik dan sehat.
Kita tentu tidak ingin kepala daerah kita akan mendapat kasus seperti yang diatas. Pengawalan janji pilkada dari masyarakat mutlak diperlukan. Apalagi yang berkaitan langsung dengan rakyat. Karena beberapa kasus di daerah lain menunjukkan sulitnya memengang janji para pemimpin daerah tentang hal yang telah dijanjikannya. Contoh daerah sampit Kalimantan timur yang dilansir oleh radar sampit http://radarsampit.net/berita-2417 Rabu, 14 November 2012 bahwasanya sulit sekali rakyat mendapatkan akses program pendidikan gratis. Bupati terpilih memberikan janji akan dilaksanakan pendidikan gratis. Namun sampai 2 tahun menjabat, program tersebut tidak kunjung ada.
Bagaimana dengan janji layanan kesehatan gratis? Isu ini adalah isu primadona ketika kampanye. Banyak yang tertarik dengan kesehatan gratis. Konsep ideal tentang kesehatan gratis adalah universalisasi pelayanan kesehatan melalui penghapusan retribusi kesehatan dan asuransi kesehatan untuk seluruh penduduk. Kenapa mesti seluruhnya? Karena kebijakan pengurangan kemiskinan selama ini hanya berupaya mengatasi yang miskin, tetapi lupa menghambat orang untuk jatuh miskin.
Program bantuan jaminan kesehatan (Gakin, Askeskin, dll.) untuk orang miskin saja belum cukup karena kebutuhan kesehatan sangat tidak pasti. Yang tidak miskin, banyak sekali yang tidak mampu membiayai perawatan dan pengobatan yang dibutuhkan. Bahkan sesungguhnya lebih dari 90% penduduk Indonesia terancam jadi miskin jika menderita sakit berat. Beberapa kabupaten di Indonesia seperti Musi Banyuasin, Purbalingga, Sumedang, Jembrana, Sumbawa Barat, dan Banjarmasin dengan optimalisasi dan efisiensi APBD mampu mewujudkan layanan kesehatan gratis rakyatnya secara menyeluruh
Tentu kita pun tidak mau pemimpin terpilih kita kalau sudah jadi bupati anggaran daerah bukan untuk rakyat namun hanya untuk kelompoknya saja atau untuk kepentingan bupati.
Meminjam kata-kata aktivis munir “Menolak Lupa”! kita sebagai masyarakat Tulungagung, jangan sampai lupa akan janji mereka. Mari kita cermati, pahami dan kritisi janji yang akan diucapkan para calon bupati dan wakil bupati tulungagung 2013 - 2018. Mari kita tagih apabila mereka telah menjabat sebagai bupati. Pun demikian bupati terpilih janganlah lupa akan janji yang telah terucap. Ingat janji adalah hutang. Dari pada setelah kita meninggal, dan kita tidak bisa berbuat apa apa, kita di tagih di akherat, mending senyampang masih bisa berusaha, penuhi janji mu.
Dalam perspektif agama Islam, menepati janji adalah suatu kewajiban karena janji tersebut harus dipertanggungjawabkan di yaumil akhir. Sebagaimana firman Allah swt.: wa aufu bil ‘ahdi innal ‘ahda kaana mas uula (dan penuhilah janji, karena sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya, Surat Al-Isra’: 34)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustak...