Semenjak berkomitmen belajar menulis, meskipun One day
five paragraph ada satu kebiasaan yang baru yang ada pada diriku, yaitu ngemil
kuaci. Beberapa kali mampir supermarket belanja susu dan keperluan sehari-hari,
barang satu ini pasti ikut dalam keranjang belanjaan.
Kampus desa adalah nama yang membuat pikiranku langsung
menuju kepada pedesaan yang madani, masyarakat sederhana namun penuh dengan tatanan
yang apik dan kesadaran para warga dalam segala hal. Karena meski desa namun
disitu ada kampusnya, kampus adalah tempat belajar dan ilmu pengetahun.
Kampus Desa ini adalah tempat virtual bagi penggiat literasi
didalamnya ada penulis-penulis hebat. Dr. Ngainun Naim beliau sebagai pemateri
dalam “Medayoh Online” yang di moderatori oleh M. Mahpur (Kampus Desa). Banyak ilmu
dan kita bisa belajar secara mendalam mengenai literasi saat kita mengikuti
medayoh online ini.
Bila Van deVenter memiliki trilogy balas budi dari Belanda
untuk Indonesia Yakni Migrasi, Irigasi dan Edukasi, dalam rangka membalas budi
Belanda telah menjajah Indonesia selama 350 tahun, Dr. Ngainun Naim memiliki trilogy sendiri dalam menulis.
Sebagai seorang penulis, modal pertama yang dimiliki adalah
yakin bisa menulis. Semua orang itu penulis, namun tidak banyak yang yakin dia
bisa menulis. Banyak orang yang ragu dalam menulis. Ada yang hanya berfikirpun
sudah ragu. “Apa bisa ya saya menulis, nanti orang lain menertawakan tulisan
saya tidak ya, Tulisan saya jelek, saya malu.
Ada otak kecil sebesar kacang yang bernama “Amygdala” yang selalu
bertugas mengerem tindakan kita dengan keragu-raguan dan ketidakpantasan. Sehingga
kita tetap berada pada zona nyaman kita, tanpa mau berubah dan meninggalkan
keragu-raguan kepada keyakinan.
Dikatakan oleh Dr. Ngainun Naim bahwa kita yakin bisa
menulis. Dan tulisan kita bisa masuk kedalam surat kabar, majalah, masyarakat akan
tahu dengan opini kita dari tulisan kita. Meskipun cara masuk dan dipublikasikan
ke Surat kabar Nasional itu adalah hal yang tidak mudah. Beliau bercerita bahwa sekian puluh kali tulisannya
dia kirim belum tentu tulisannya dimuat. Ada ungkapan sampe berdarah-darah
memperjuangkan tulisan itu bisa dimuat ke dalam surat kabar atau Jurnal
Internasional.
Orang tahunya adalah tulisan itu terbit, tapi tidak tahu
cerita dibalik itu bagaimana, berapa kali dari tulisan yang ditolak. Maka ketika
mengirim tulisan sekali dan tidak dimuat, maka jangan hilang harapan. Teruslah mengirim
dan mengirim dan yakinlah bahwa suatu saat tulisan itu akan dimuat.
Kedua, menulis tidak cukup bisa menulis saja. Namun juga
harus dengan pengetahuan yang luas. Dari mana kita bisa mendapat pengetahuan,
tentu saja dari membaca. Bila ada yang mengatakan saya itu penulis tapi saya
malas membaca. Itu adalah hal yang tidak mungkin. Ungkap Dr. Naim. Menulis dan
membaca adalah dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Membaca membuka cakrawala
pengetahuan kita, menambah referensi dan memperkaya tulisan kita. Banyak Kata
kata bijak mengatakan “ Membaca adalah Jendela Dunia, Membaca adalah Jendela
Ilmu”.
Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama adalah IQRA (bacalah), menunjukkan kita sebagai Umat Islam dalam kehidupan harus selalu membaca, membaca ayat ayat qauliyah dan kauniyah.
Membaca tidak sekedar mengucapkan huruf demi huruf dalam tulisan, namun juga dengan
menggunakan Head and Heart and soul. Mencernanya dalam
otak, mencari maknanya dengan hati dan mengendapkannya serta menyimpannya dalam
jiwa. Jiwa inilah yang akan membentuk kita memilih dan menjadi karakter yang
tanpa disadari bisa mewarnai kehidupan kita.
Ketiga adalah Tindakan. Yakin bisa menulis, dan punya
pengetahuan tentang hal apa yang ditulis tapi tidak bertindak untuk menulis ya
sama saja dengan tidak terwujud tulisannya. Tips untuk trilogy ketiga ini
adalah buat blog, tulis sehari lima paragraph di color note, kemudian kirim ke
blog. Meskipun banyak yang mengatakan blog itu sudah ketinggalan zaman, namun
bagi saya tidak. Blog bisa menyimpan tulisan kita lebih lama. Banyak manfaat
yang bisa kita ambil dari menulis di blog dan mempublishnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar