Ayah Ibuku (pahlawanku)


Ring dua di jantung. Namun tabah luar biasa yang saya lihat di wajahmu. Tak mudah menyerah dengan keadaan. Tetap berusaha tegar dan kuat dalam menjalani kehidupan. 

Seingat saya beliau tidak pernah mendapat uang bulanan dari bapak. Karena uang gajiannya selalu habis untuk membiayai sekolah kelima anaknya. 
Saya masih kelas 4 saat tahu kalau setiap bulanan ibu mesti agak bersitegang dengan bapak karena tidak ada jatah dapur. 

Bapak kuliah menamatkan gelar sarjananya dari Sarjana Muda. Mbak pertamaku kuliah, dan mas kedua ku SMIK dan mondok di panggung, mas ketiga ku MTs.  Kembang kempis biaya pendidikan dan biaya makan. 
Saya masih ingat ibu harus ngebon di toko kelontong milik Mbah Samirah "janda kaya" yang baik hati. Bayar nyicil perbulan. 
Beras jatah dari Bulog untuk PNS dijual dibelikan jagung untuk supaya menyambung sampe 1 bulan. Dan mencari sayur di pekarangan dari daun ketela, ubi rambat, daun belutas dan apa yang ada di sekitar pekarangan rumah. Tahu goreng adalah makanan mewah buat kami kala itu. 
Tapi ibu gigih demi kelangsungan pendidikan beliau ikhlas menerima semua itu. 

Saat saya mendapat pekerjaan saya masih sangat ingat gaji pertama saya berikan ke ibu untuk melunasi hutang di warung. Saat itu ibu melihat saya sangat terharu dan bahagia. Saya merasa belum apa apa Dalam membalas keikhlasan beliau membesarkan kami dengan kasih sayang yang tulus. 

kenangan dengan mendiang bapak selalu abadi. Setiap kali beliau mengatakan "Sekarang bapak sudah tidak ada tapi tetap memberikan nafkah padaku nduk" 
Ya dari uang pensiunan yang setiap bulan dibayarkan oleh Taspen. 

Ibu adalah jimatku.. Bapak sang pejuang, semoga mendapat tempat yang layak disisi Ilahi Robbi. 
Amiin

4 komentar:

Featured Post

  Tumpukan masalah yang menggelayut di madrasah kami tidak sedikit. Stigma guru yang belum berkualitas, pembelajaran yang monoton, siswa mal...