Tulisan ini disampaikan dalam sebuah seminar, semoga berguna.
Konsep Sakinah Mawaddah
Pendahuluan
Berkeluarga adalah kebutuhan secara naluriah yang terdapat pada
diri manusia. Sebenarnya semua spesies dimuka bumi mempunyai naluriah
meneruskan keberlangsungan generasinya dengan berkembang biak. Sebagai makhluk
yang berakal tentu saja etika dan tata cara berkeluarga tidak sama dengan
hewan. Ada batasan dan ada pola interaksi tertentu dalam membentuk hubungan
yang namanya keluarga dengan jalan pernikahan.
Pernikahan dalam al –Qur’an ada dua kata yang
menyebutkan arti pernikahan yakni kata nikah dan kata zauj. Kata
Nikah diulang 23 kali dalam berbagai surat dan kata zauj di ulang sebanyak 79 kali dalam Al-Qur’an.
Terminologi nikah adalah perjanjian yang dibuat oleh orang atau pihak yang
terlibat dalam perkawinan. Perkawinan dibuat dalam bentuk akad karena ia adalah
peristiwa hukum, bukan peristiwa biologis semata. Karena pada dasarnya hubungan
kelamin antara laki-laki dan perempuan adalah terlarang kecuali ada hal hal
yang membolehkannya kecuali ada hal hal yang membolehkannya secara syara’.[1]
Diantara yang membolehkan hubungan kelamin ini adalah akad nikah diantara
keduanya. Pernikahan mengandung komitmen Ilahi dimana perjanjian suci yang
diucapkan oleh dua jenis manusia yakni laki-laki dan perempuan untuk membangun
rumah tangga. Kenapa dibilang mengandung komitmen ilahi ? firman Allah dalam
surat An Nisa’ :21
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ
أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Artinya: Bagaimana kamu akan mengambilnya
kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain
sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu
perjanjian yang kuat.
Misaqan galizan adalah memberikan isyarat pernikahan adalah perjanjian
yang kukuh, kuat dan sama nilainya dengan perjanjian nabi dalam menyampaikan
ajaran agama kepada umatnya.[2]
Menurut Quraish shihab “Misaqan galizan” adalah sebuah keyakinan yang
dituangkan seseorang istri kepada suaminya dan dianggap bahwa perkawinan adalah
sebagai amanah. Nabi Muhammad Saw dalam hadits nya yang artinya “kalian
menerima istri kalian sebagai sebuah amanah”. Kesediaan seorang istri untuk
hidup bersama dengan seorang laki laki, meninggalkan orang tua dan keluarga
yang membesarkannya dan mengganti semua itu dengan penuh kerelaan untuk hidup
bersama “lelaki asing” yang menjadi suaminya. Bersedia membuka rahasia. Sungguh
mustahil kecuali ia merasa yakin bahwa kebahagiaannya bersama suaminya. Keyakinan
inilah yang dalam al-qur’an dikatakan “misaqan galidza”
Dalam hubungan social manusia berhubungan secara
interpersonal dengan manusia lain yang tidak selamanya didominasi dengan
kebutuhan fisik belaka, namun kepada kebutuhan psikis yang tak akan mungkin di
penuhi oleh diri sendiri. Manusia butuh komunikasi dengan orang lain butuh
menyampaikan apa yang dirasakannya apa yang di alaminya baik suka maupun duka,
menceritakan pengalaman baru yang spektakuler dan berbaik topic actual yang
terjadi. Seperti pandangan LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender) Kumpul
kebo, yang kali ini marak dibicarakan oleh khalayak umum. Perilaku menyimpang
lainnya adalah bestialitas/zoofilia, necrofilia, pedofilia, veoyeurisme,
ekshibionisme, sadime, onani, pornografi, wifeswapping, incest. [3]
Manusia disini memainkan fungsi sosialnya dengan interaksi social antara
individu dan individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan
kelompok.
Dalam rumusan BKKBN (badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional)
konsepsi keluarga yang berkualitas adalah
apabila memiliki ciri keluarga
yang sejahtera yang sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal,
berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis, dan berkatkwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Sejahtera apabila bisa memenuhi kebutuhan pokok secara
wajar. Sehat mencakup kesehatan jasmani, rohani dan sehat secara social. Maju
memiliki keinginan dalam mengembangkan pegetahuan dan kemampuan diri dan
keluarganya guna meningkatkan kualitas hidupnya. Mandiri artinya memiliki
wawasan dan sikap dan pelikau tidak ingin bergantung kepada orang lain, sedang
jumlah anak yang ideal adalah sesuai dengan kemampua keluarga. Berwawasan artinya
memiliki pengetahuan dan pandangan yang luas sehingga mampu, peduli dan kreatif
dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan masyarakat. Harmonis mencerminkan kondisi
yang ideal yang serasi antara anggota keluarga. Sedang yang terakhir bertakwa
adalah taat dalam beribadah dalam menjalankan agamanya. Inilah yang disebut
NKKBS. Yang dikenal dengan keluarga berkualitas 2015. [4]
Fungsi Keluarga
Kehidupan keluarga modern menuntut persaingan antar
setiap individu dalam sebuah keluarga. Eksistensi diri menjadi lebih dominan
dibandingkan aspek komunal (jamaah). meskipun tidak sepenuhnya dapat diklaim
bahwa kehidupan keluarga modern telah membawa perubahan paradigma yang
cenderung individualis. Namun, fakta sosial menggambarkan pola kehidupan
masyarakat yang telah berubah drastis hampir dalam semua aspek, baik sosial,
pendidikan, budaya, politik, ekonomi, dan agama (teologi).
Keluarga pada awalnya hanya mempersatukan dua orang yang berlawanan
jenis yang kemudian atas izin Allah berkembang biak menjadi besar dan banyak.
Keluarga inti dari suami istri, bertambahlah dzurriyyah (anak cucu)
generasi yang diharapkan lahir berkualitas seperti yang dikehendaki oleh Al
-Qur’an yakni dalam firman Allah surat An Nisa’ :9
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ
تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا
اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.
Maka fungsi keluarga harus berjalan baik dan benar agar muncul
generasi yang berkualitas dari generasi sebelumnya. Fungsi fungsinya antara
lain :
- Fungsi keagamaan,
mengacu kepada perintah agama untuk membina keluarga, hadits Al-Bukhari yang
intinya bahwa orang yang tidak menikah (membina keluarga) berarti tidak ingin
menjadi bagian Umat Muhammad Saw.
- Fungsi Biologis,
yakni keluarga memberi kesempatan tumbuh dan berkembang secara sehat dengan
cara keluarga menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan primer anggota
keluarganya.
- Fungsi Ekonomi,
berkaitan dengan fungsi biologis fungsi ini adalah untuk mempertahankan
pemenihan kebutuhan dan ketersediaan faktor ekonomi keluarga.
- Fungsi
Pendidikan, yakni keluarga harus menjadi lembaga pertama dan utama yang
memberikan pendidikan nilai-nilai agama dan budaya.
- Fungsi Sosial,
yakni bahwa keluarga memiliki tugas untuk mengantarkan anggotanya kedalam
kehidupan masyarakat luas, bagaimana bergaul, memberi pertolongan bagi yang
memerlukan dan bisa membentengi diri dari nilai-nilai buruk, karena sudah di
tempa dengan nilai-nilai kebaikan dan teologis yang ia peroleh di lingkungan
keluarga.
- Fungsi
komunikasi, yakni keluarga harus menjamin komunikasi berjalan lancar, sehat dan
beradab antar sesama anggota keluarga. Keluarga adalah satuan terkecil dalam
masyarakat dalam proses penyampaian pesan yang diterima dari kejadian kejadian
sehari-hari baik yang dialami sendiri maupun orang lain.
- Fungsi
Penyelamatan, adalah fugsi yang harus dilakukan keluarga selalu memperhatikan
kualitas generari berikutnya, jangan sampai lemah dari segi akidah, fisik,
mental, pengetahuan, ekonomi dll.
QS At Tahrim:6
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا
النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ
اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.
Istilah dalam Al-Qur’an untuk keluarga harmonis adalah keluarga
sakinah yakni keluarga yang dibangun atas dasar kecintaan(mawaddah) dan
kasih sayang (rahmah) QS Arrum :21[5]
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ
لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ
مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ
لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Pengertian Mawaddah
Mawaddah berasal dari
kata wadda-yawaddu yang artinya mencintai sesuatu dan berharap bisa
terwujud.[6]
Dalam ayat al-Qur’an kata mawaddah dan seakar dengannya berjumlah 25.
Al-Asfahani membagi ke dalam dua pengertian pertama berarti cinta (mahabbah).
Terkait keinginan saling memiliki. Dorongan yang kuat untuk memiliki inilah
yang melahirkan cinta, karena dorongan cinta yang kuat akhirnya melahirkan
keinginan untuk mewujudkan yang dicintainya. Oleh sebagian ulama di artikan
juga dengan mujama’ah (bersenggama) Kedua
Kasih sayang. Dalam hal ini mawaddah diartikan semata mata mencintai dan
menyayangi layaknya dalam hubungan kekerabatan, berbeda dengan cintanya suami
dan istri. Disini lebih mementingkan hubungan baik kekerabatan agar tidak
putus.
Pengertian Rahmah
Kata rahmah ditemukan dalam Al-Qur’an sebanyak 114. Kata
rahmah berasal dari kata rahima-yarhamu yang berarti kasih sayang dan
budi baik/ murah hati.
Kasih sayang adalah dianugerahkan oleh Allah kepada setiap manusia.
Dengan rahmat Allah tersebut manusia akan mudah tersentuh hatinya jika melihat
pihak lain yang lemah dan merasa mudah iba atas penderitaan orang lain. Bahkan
wujud kasih sayang ini membuat seseorang berani berkorban dan bersabar untuk
menanggung rasa sakit. Contoh kasus dimana seorang ibu yang baru saja
melahirkan akan secara demonstrative mencium bayinya, padahal dia sedang dalam
kondisi kepayahan dan kelelahan yang sangat. Ada kasus juga dimana seorang ibu
tega membunuh bayi yang baru
dilahirkannya karena khawatir diketahui orang lain hubungan gelapnya dengan
orang lain. Dorongan rasa takut menghilangkan rahmat Allah kepadanya.
Sedang kata rahmah yang berarti baik budi/ murah hati adalah khusus
milik Allah
Keluarga Sakinah
Surat al – Ruum 21 diatas adalah dasar keluarga harmonis yang
disebut juga keluarga sakinah. Sakinah asal katanya sakana
yang berarti segala sesuatu yang menetap padanya karena kecintaan. Ibnu Abbas
menjelaskan bahwa semua kata sakinah dalam Al-Qur’an memiliki makna
tenteram, damai, tenang (tuma’ninah). Kecuali dalam surat Al Baqarah,
ada perbedaan pendapat.
Jadi, keluarga sakinah itu dapat dipahami sebagai terbentuknya
keluarga berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memberikan kasih sayang kepada
anggota keluarganya sehingga mereka memiliki rasa aman, tenteram damai serta
bahagia dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan di dunia dan akhirat.[7]
Sedangkan Daradjat mengemukakan beberapa hal, untuk mencapai
kebahagiaan dalam keluarga, terutama bagi pasangan suami dan istri, yaitu:
adanya pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mempercayai dan
saling mencintai.[8]
Pertama; saling mengerti antara suami istri; yaitu mengerti latar
belakang kepribadiannya. Pengertian ini akan membuat kesiapan bagi pasangan
menerima teman hidupnya. Disamping itu, mengerti diri sendiri, tahu akan
kekurangan yang ada pada diri dan berusaha memperbaiki kekurangan tersebut.
Bila pengertian diri dapat dibina satu sama lain, maka kehidupan harmonis pun
dapat dengan mudah dibina.
Kedua; saling menerima. Yang dimaksudkan disini yaitu; (1)
Menerima apa adanya diantara pasangan suami-istri. Setiap manusia memiliki
kelebihan dan kekurangan. Bila seorang suami atau istri hanya mau menerima
kelebihan tanpa mau menerima kekurangan, maka akan terjadi kekecewaan pada
masing-masing pihak. Karena kesempurnaan tidak akan diperoleh didunia ini,
manusia hanya memiliki kelebihan tanpa ada kekurangan. Tetapi bila mau menerima
dan siap untuk memperbaiki dan diperbaiki atas segala kekurangan,maka keutuhan
rumahtangga akan terwujud. Kekurangan masing-masing saling diisi dengan
kelebihannya. (2) Menerima hobi dan kesenangannya. Setiap suami atau istri
pastinya memiliki kesenangan dan kebencian terhadap suatu hal. Maka cara
terbaik untuk menanggulangi perbedaan itu dengan menerima apa yang menjadi
kebiasaan baik (hobi) pasangan. Dengan demikian, maka perbedaan merupakan
rahmat dalam keluarga. (3) menerima keluarganya. Karena seorang yang telah
menikah bukan berarti harus berpisah dengan keluargannya; ayah, ibu dan saudara
lainnya. Jalinan silaturahmi perlu diperkuat dan dikokohkan dengan baik.
Ketiga; saling menghargai. Suami istri harus saling
menghargai. Penghargaan diberikan sebagai respon jiwa yang saling membutuhkan.
Penghargaan tersebut diberikan melalui ucapan dan atau perilaku. Penghargaan
dibutuhkan oleh setiap diri. Apabila dalam rumah tangga tidak terdapat rasa
saling menghargai, maka suasana rumah tangga akan kurang menyenangkan.
Keempat; saling mempercayai. Percaya akan pribadinya dan
kemampuannya. Seorang isti percaya bahwa suaminya tidak menyeleweng
(menghianati) atau sebaliknya. Demikian juga mengenai kepercayaan terhadap
kemampuan istri dalam mengatur rumah tangga yang mendidik anak-anak. Suami
percaya bahwa istri mampu memberikan pendidikan kepada anak dengan sebaik
mungkin.
Kelima; saling mencintai. Ditandai dengan perlakuan lemah lembut dalam
berbicara, menunjukkan perhatian kepadanya, tenteramkan batin sendiri dan
menunjukkan rasa cinta dengan sikap, kata-kata ataupun tindakan.[9]
Dalam mengatasi perbedaan dan masalah di rumah tangga beberapa
sifat yang harus dikedepankan adalah:
a. Itsar (mengutamakan
orang lain) Manusia yang memiliki perangai itsar, bersih dari
kesombongan dan egoisme akan gembira pada saat menemukan suami/istri dan anak-anaknya
dalam kesenangan. Seorang suami yang bekerja membanting tulang hingga malam
hari akan meniatkan pekerjaannya untuk memenuhi belanjakebutuhan yang dia
curahkan demi membahagiakan istri dan anakanak mereka.
b. Saling memaafkan dan lapang dada. Andai kata sifat pemaaf dan
lapang dada menetap di dalam penghuni rumah tangga serta perilaku pengampun dan
pemaaf memenuhinya, hal itu akan lebih menetapkan rasa kasih sayang dan kecintaan.
Allah Swt berfirman:
Orang-orang yang
menginginkan maaf dan ampunan Illahi, hendaklah perangainya di dunia ini
memiliki sifat pemaaf terhadaporang lain dan mengampuni kesalahan-kesalahan
dari perilaku negative mereka.[10]
c. Berpikir positif. Apabila manusia ingin memelihara kasih sayang
pada iklim keluarganya maka hendaknya ia tidak berlaku negatif terhadap berbagai
persoalan. Hendaknya masing-masing suami istri menghiasi diri mereka dengan
hal-hal positif. Tentu, setiap istri mempunyai banyak keistimewaan dan ciri
khas positif, seperti pula halnya setiap suami berlaku buruk, maka istri
hendaknya mengingat hal-hal positif dan kebaikan-kebaikan suaminya. Misalnya dengan
mengingat sifat positifnya dalam memberi nafkah keluarga dan anak-anak. Pada
gilirannya, suami hendaknya pula mengingat sifat-sifatpositif istrinya.
Misalnya ia tidak dapat menyiapkan makanan, maka ia harus mengingat
kemuliaannya.[11]
d. Tawaddu’ (rendah hati)
Apabila setiap manusia bersifat tawaddu’, maka terbuka baginya jalan menuju surga, dan ia diterima serta
terhormat di masyarakat. Permulaan dasar tumbuhnya sifat tawaddu’ pada manusia tidak
bisa lepas dari rumah tangga dan suasana kekeluargaan. Seorangistri yang
berlaku tawaddu’ terhadap suaminya dan bertutur lembut kepadanya, sehinga ia
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keutuhankeutuhannya, meski harus menanggung
beban, hal itu akan menghancurkan sifat tinggi hati dan takabur yang ada
padanya, dan pada tempatnya akan tumbuh sifat tawaddu’ dan
sebaliknya seorang suami yang berlaku tawaddu’ terhadap
istrinya dan bertutur lembut kepadanya dan anak-anaknya serta membantunya
mengurus rumah
Penutup
Sesungguhnya Islam sangat memperhatikan kepentingan kesejahteraan
keluarga, dasar-dasar pembentukannya dan segala faktor yang mendukung
kelestariannya, serta pemenuhan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Melalui
al-Qur’an dan Hadits, Islam menjelaskan secara terperinci hal-hal yang
berkenaan dengan masalah keluarga sehingga dapat menjadi dasar terbentuknya
keluarga sejahtera yang menjadi cikal bakal lahirnya masyarakat sejahtera.
Daftar Rujukan:
Al Qur’an www.Tafsirq.com
Al-Asfahani, Al-mufroadat, pada term
wadada
Darajat, Zakiyah. 1997. Ketenangan
dan Kebahagiaan dalam keluarga. Jakarta: Bulan Bintang
Kartini, Kartono, Psikologi
Abnormal, dan Abnormalitas Seksual (Bandung, Mandar Maju, 1989)
Salman, Ismah. 2000. Konsep Dan
Sosialisasi Keluarga Sakinah Dalam Insyiyah. Disertasi: UIN Jakarta
Tafsir Al-Qur’an Tematik 2nd
edition Buku 2 (Lajnah
pentaskhihah Mushaf Al-Qur’an) Balitbang dan Diklat Kementerian Agama kamil
Pustaka 2014
Huzain Mazhahiri, Pintar
Mendidik Anak, Terj. Segaf Abdillah
Assegaf & Miqdad Turkan, (Jakarta: Lentera Basritama, 1989)
[1] Tafsir
Al-Qur’an Tematik 2nd edition. Buku 2 (Lajnah pentaskhihah Mushaf
Al-Qur’an) Balitbang dan Diklat Kementerian Agama kamil Pustaka 2014 : 19
[2] Ibid 21
[3]
Kartini, Kartono, Psikologi Abnormal, dan Abnormalitas Seksual (Bandung,
Mandar Maju, 1989) :267
[5] Al
Qur’an www.Tafsirq.com
[6] Al-Asfahani, Al-mufrodat, pada term wadada: 516
[7] Salman, Ismah. 2000. Konsep Dan Sosialisasi Keluarga Sakinah
Dalam Insyiyah. Disertasi: UIN Jakarta:50
[8] Darajat, Zakiyah. 1997. Ketenangan dan Kebahagiaan dalam
keluarga. Jakarta: Bulan Bintang: 35
[9] Salman, Ismah. 2000. Konsep Dan Sosialisasi Keluarga Sakinah
Dalam Insyiyah. Disertasi: UIN Jakarta:53-56
[10] Huzain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, Terj. Segaf
Abdillah Assegaf & Miqdad Turkan, (Jakarta: Lentera Basritama, 1989):120
[11]
Ibid 122
Keluarga sakinah menghadirkan suasan jannah di rumah...m
BalasHapusKeluarga warohmah
BalasHapusJadi 1 buku ikih... Komplit
BalasHapus..
Luwar biyasa Bu Ety.. 👍👍
BalasHapus