Rapid tes

Menjadi unsur yang harus dipenuhi oleh anak sulungku sebagai persyaratan masuk ke pondok adalah surat keterangan sehat bebas covid-19 melalui rapid tes. Sehingga saya sore ini mengajak dia ke salah satu RS swasta di kecamatan sebelah.

Meski pandemi ini sudah terhitung 4 bulan lebih, saya belum punya pengalaman apapun mengenai rapid tes. Namun sekilas informasi yang saya terima rapid tes ini adalah tes awal dari hasil uji sampel darah yang bersangkutan untuk mengetahui terinfeksi virus corona atau tidak. Bisa jadi reaktif dengan tanda Strip 2 atau 3 didalam alat tesnya. Ketika reaktif harus dilanjutkan dengan tes SWAP.

Namun informasi yang saya terima mengenai alur tes rapid ini simpang siur. Ada yang mengatakan di Puskesmas bisa tes hanya untuk calon mahasiswa yang akan mengikuti SMPTN, ada juga yang hanya mendapat surat keterangan sehat, juga sampe kepada syarat administrasi yang susah dipenuhi, seperti kartu pendaftaran dari pondok.

Saya memutuskan untuk ke RS swasta, meski harus bayar sedikit mahal, namun saya berharap segera bisa mendapatkan pelayanan. Maka sulungku sore ini saya ajak ke sana.

Sesampai di rumah sakit, melakukan pendaftaran dan mengutarakan maksud mau Rapid tes, kami menunggu kedatangan dokter. Jujur ada rasa cemas dan rasa khawatir dalam dada saya, apalagi anak saya sering bersin karena alergi dingin dan debu yang dia alami sejak kecil.

Saya melihat raut ketegangan di mukanya. Beberapa kali saat menunggu dokter dia meminta ijin untuk ke toilet. Meski dalam hati saya juga khawatir saya mencoba mencairkan ketegangan dia dengan menanyakan apa yang kurang dalam persiapan ke pondok, lepas tes nanti kita belanja sekalian senyampang kita keluar rumah. Senyum manis nya mengembang malu-malu, pakaian dalam dan handuk bisiknya.

Akhirnya setelah 2 jam mengurusi uji laboratorium dan adminitrasi, hasil lab keluar. Dokternya sangat lincah dan cekatan. Dokter tersebut sibuk sekali, harus ke poli umum, IGD dan visitasi ke pasien rawat inap. Kata beliau dokter IGD nya lagi ijin, terpaksa saya menggantikan di tiga tempat ini mbak. Ucapnya meski Lelah namun tetap ramah. Ah.. memang swasta harus melakukan pelayanan prima untuk tetap di percaya.

Kendala lain muncul, hasil telah keluar, namun tidak saat mau ngeprint, printernya rusak, kami harus menunggu. Agak panik sih karena waktu sudah petang dan kumandang adzan maghrib terdengar. Sedang di rumah ada si bungsu yang bersama kakak perempuanya umur 10 tahun dan “mbahnya“ yang sakit-sakitan. Akhirnya emosi itu ku tahan kuat-kuat rapid tes ini saya tunggu untuk anak saya.

Menjelang isya kami melaju naik sepeda, gerimis mengawal kami menuju rumah. Untung ketakutak dan kekhawatiran reaktif tidak ada. Sulungku sudah bebas covid


2 komentar:

  1. Alhamdulillah, semoga dilancarkan urusannya Bun, dan anaknya bisa mondok, jadi anak keren dunia akhirat, aamiin

    BalasHapus

Featured Post

Perempuan sebagai Garda terdepan

Dalam rangka Milad FORHATI ke 26, yang jatuh pada tanggal 12 Desember Forhati Wilayah Jawa Timur mengadakan peringatan dibarengkan dengan mo...