Part III
Dia berlari ditengah rintik hujan di Bulan Juli. Sehingga
air matanya yang membasah membaur jadi 1 dengan air hujan yang semakin deras tercurah
dari langit. Hujan ini seakan tahu sakit hati Hega, sehingga menemaninya dalam
kesedihan.
Hega tidak kembali ke Ajang Musyawarah Pandega malam itu
karena sidang di skors sampai keesokan harinya. Dia pulang ke rumah kostnya. Waktu
sudah menunjukkan pukul 23.40 malam. Hampir tengah malam rupanya.
Teman sekamarnya sudah terlelap saat Hega tiba dikamarnya.
Mendengar pintu dibuka, Fida memicingkan matanya.
“Baru pulang, Ga…” Suara serak bangun tidurnya menyapa Hega
“Kamu Nangis.. ooohh.. kamu kehujanan, ….” Fida sontak hilang
kantuknya demi melihat roommate nya menggigil kedinginan dengan mata merah
habis menangis.
“Ada apa? Mau ku buatkan teh?” tanyanya kepada Hega. Meski tak
ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Hega, Fida dengan cekatan membuatkan
teh hangat dari dispenser di sudut ruangan. Fida memang teman yang pengertian
dan penuh perhatian. Di sodorkannya teh manis yang masih mengepul asapnya
kepada Hega.
“Minumlah untuk menghangatkan tubuhmu” ucapnya lembut. Hega
bak kerbau yang di cocok hidungnya hanya menuruti kata-kata sahabatnya. Menyeruput
teh yang masih panas itu ke mulutnya. Sebagai seorang sahabat Fida sangat tahu
apa yang dialami Hega beberapa waktu ini.
Meskipun Hega kelihatan tegar di luar, dia tahu hati Hega
hancur, dialah satu-satunya orang yang bersama Hega saat Hega menangis, saat dibuang
oleh Zainal karena dia lebih Memilih gadis kecil yang manja itu, dibanding Hega.
“Ghania sakit Fid.. aku tadi yang mengantarkan dia ke Rumah Sakit”
Hega membuka pembicaraannya, mulai menceritakan apa yang dialaminya malam ini.
“Bukannya kamu di forum MUSDEGA?” tanya Fida sedikit bingung.
Hega berangkat ke kampus untuk acara koq jadinya malah ke rumah sakit.. Tanya
didalam benak Fida.
“Saya di minta kak Zainal jemput Ghania, karena peserta musdega
ricuh tidak mau LPJ di teruskan kalau pengurus tidak hadir semua”
“Teganya Zainal menyuruhmu melakukan hal itu” Ucap Fida geram.
“Aku belum bisa memaafkan pengkhianatannya kepadaku Fid..
Dia berusaha mengatakan sesuatu saat di RS. Tapi aku tidak sudi mendengarnya..”
cerita Hega sambil tertunduk.
“Sudahlah Ga,… tidak usah kau pedulikan si Zainal itu.
Jangan kamu hancur karena dia. Biarlah dia kena karma nanti”
“Hussh.. jangan
bilang begitu” Hega spontan menutup mulut Fida yang belum menyelesaikan kalimatnya.
“Eit.. kamu masih sayang ya… ?” ledek Fida sambil mencubit
hidung Hega.
“Aaaa… “
“Sudah sudah… pergi ganti baju sana gih.. nanti kamu masuk
angin lho… “ kata Fida sebelum ledekannya dijawab oleh Hega segera mengusir sahabatnya
untuk berganti bajunya yang basah. Dengan keberatannya Zainal di umpat oleh
Fida. Fida sadar bahwa sebenarnya Hega belum bisa melupakan Zainal di hatinya.
Setelah berganti baju dan sholat Isya. Hega meraih buku Diary
nya dan menuliskan kalimat:
Hujan di Bulan Juli
Akankah hati yang
berserak ini bisa utuh lagi?
Hujan di bulan Juli
Harusnya kau telah
pergi
masih saja kau datang
bersama laraku yang tak pernah hilang
---
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar