Membaca Zona Jakarta, yang hari ini memberitakan tentang
kekompakan NU dan Muhammadiyah, organisasi Islam terbesar di Indonesia keluar
dari program Kemendikbud yakni Program Organisasi Penggerak. Saya seketika
mengerinyitkan dahi dan berusaha membaca berita tersebut beberapa kali untuk
memahamkan diri dengan apa yang lagi terjadi.
Organisasi yang telah lama ada dan menjadi tonggak sejarah Pendidikan
sejak zaman Indonesia masih berjuang untuk merdeka. Sekarang tidak ikut bekerja
sama dengan pemerintah dalam hal program ini. dipicu oleh pemberian dana dari
kemendikbud yang luar biasa besar, 20 miliar pertahun untuk dua perusahaan
Tonato Foundation dan Sampoerna Foundation.
Kedua perusahaan ini termasuk yang dipilih oleh pemerintah untuk
kategori penerima bantuan Gajah. Perusahaan ini dinilai memiliki bukti empiris
dengan program mereka dalam hasil belajar siswa dan dampak positifnya terhadap
motivasi kinerja dan praktek mengajar para guru.
Bantuan selanjutnya dikategorikan macan dan kijang. Ada beberapa
kriteria yang dipilih untuk mendapat program bantuan POP yang besar bantuan
lebih kecil dari sebelumnya.
Disini kemudian yang terjadi kejanggalan, NU yang memiliki Lembaga
Pendidikan maarif yang berfokus pada kurang lebih 21.000 dan Muhammadiyah yang juga memiliki puluhan ribu sekolah mulai
dari PAUD sampai perguruan tinggi tidak masuk dalam kategori POP ini dengan
alasan proposal yang mereka serahkan tidak memenuhi syarat.
Dengan mundurnya kedua organisasi ini adalah bentuk protes
dari organisasi massa terbesar dan tertua yang ada di Indonesia. Kontribusi yang
telah dilakukan oleh organisasi massa ini tidak bisa dipungkiri lagi. NU dan Muhammadiyah
telah mencetak dari generasi ke generasi pemimpin pemimpin bangsa dan generasi
pejuang sampai pengisi kemerdekaan bangsa Indonesia ini. mereka telah menjadi
jangkar dan pedoman moralitas bangsa Indonesia
Didin Hafiuddin (pengamat Pendidikan Islam) dalam Republika
mempertanyakan “apa jasa Tonato dan Sampoerna sehingga begitu diistimewakan? pak
Menteri Dikbud seharusnya sudah mempelajari Pendidikan di Indonesia.”
Ironi sekali apabila sekarang kita dihadapkan dengan masalah
bantuan yang salah tempat. Pak Menteri seharusnya lebih mengerti dengan perjuangan
Pendidikan bangsa ini bagaimana. Tidak sekedar mencari proposal terbaik hari
ini untuk dinilai dan diberi bantuan.
Analisa yang kurang mendalam dari kementerian Pendidikan terhadap
hal seperti ini menyisakan masalah besar. Berhadapan dengan dua organisasi
besar setingkat NU dan Muhammadiyah tidak akan menjadi kebaikan sejarah dalam
menjalankan kementerian Pendidikan saat ini.
Seharusnya ada kejelasan dalam pengelolaan anggaran. Ada apa pak menteri?
BalasHapus