Anakmu bukanlah Milikmu
Sebuah puisi dari Kahlil Gibran
Anak adalah kehidupan
Mereka lahir melaluimu tetapi bukan berasal darimu
Walaupun bersasmamu tetapi bukanlah milikmu
Curahkan kasih saying tetapi bukan memaksakan pikiranmu
Karena mereka dikaruniai pikirannya sendiri
Berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak jiwanya
Karena jiwanya milik masa mendatang
Yang tidak bisa kau datangi
Bahkan dalam mimpi sekalipun
Bisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan pernah
menuntut mereka menjadi sepertimu
Sebab kehidupan ini menuju kedeoan dan tidak tenggelam
dimasa lampau
Kaulah busur
Dan anak anakmulah panah yang meluncur
Sang pemanah maha tahu sasaran bidikan keabadian
Dia menantangmu dengan kekuasaan_Nya
Hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat
Meliuklah dengan sukacita
Dalam rentangan sang pemanah
Sebab dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana
kilat
Sebagaimana pula dikasihinya busur yang mantap
Berdesir hati ini membaca karya Kahlil Gibran, bertepatan
pula melepas anak ke kawah candradimukanya. Ada banyak yang perlu dikoreksi
sebagai orang tua yang melahirkan anak. Anak amanat yang di percayakan oleh
Allah kepada kita adalah anugrah terindah buat kita sebagai orang tua.
Tidak ada yang Namanya bekas Anak. Sejak dilahirkan sampai
kapanpun kita tidak bisa melepaskan status sebagai orang tua. Sebaik anak dan
senakal apa anak itu tetap melekat aliran darah kita dengan anak. Kita berkewajiban
menjaga amanat ini dengan sebaik-baiknya.
Berapa lama kita bisa bersama sama anak? Kalau anak kita kita percayakan Pendidikan
anak sejak lulus Pendidikan dasar maka kita memiliki kebersamaan dengan mereka
hanyalah 12-13 tahun. Selebihnya mereka akan bergaul, berinteraksi dengan orang
lain di luar kita. Kita hanya sesekali bisa bertemu dan bercakap-cakap dengan
dia.
Belum lagi ketika anak menginjak usia sekolah menengah atas,
anak semakin sibuk dengan komunitasnya, mungkin semakin sedikit waktu mereka
buat kita. Anak di bangku kuliah, sudah sangat sibuk dengan tugas-tugas mereka.
Mereka akan seperti anak panah yang lepas dari busur dan melesat jauh di depan
kita.
Kita sebagai orang tua, sanyampang anak masih bersama kita kita
bisa mengarahkan kemana anak panah ini akan melesat. Anak akan melihat kita
sebagai panutan mereka. Meski tidak sepenuhnya anak itu milik kita, namun kita
berhak mengarahkan anak seperti yang kita mau. Seperti sabda nabi Muhammad SAW.
مَا مِنْ مَوْلِدٍ اِلَّا يُوْلَدُ عَلَى
الْفِتْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ
tidak ada seorang
manusia yang terlahir kecuali dia terlahir atas fitrah (kesucian seperti tabula
rasa, kertas yang belum ditulis apapun, masih putih). Maka kedua orang
tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi.
Yang akhirnya penting dilakukan
adalah menanamkan Pendidikan karakter keagamaan yang tepat bagi anak. Supaya mereka
tumbuh dengan pondasi yang kuat itu berkembang menjadi generasi hebat dan
menjadi asset kita. Asset yang akan memberi do’a do’a kepada kita saat kita
mati kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar