Malam ini saya sedang berusaha menulis cerpen atau lebih tepatnya cerbung yang mengisahkan percintaan kala menyandang predikat mahasiswa dulu. Namun ternyata kalah dengan pertanyaan Dr. Ngainun Naim yang menggelitik untuk dijawab. Apa sebenarnya harapan dengan menjadi anggota grup penulis ini?
Langsung saja saya tekan keyboard ctrl N secara bersamaan dan muncullah layar baru untuk mengetik jawaban tersebut. Saya sebenarnya ragu untuk menjawab pernyataan beliau, sekaligus berusaha menyelami apa yang terjadi sehingga beliau menanyakan hal tersebut.
Apakah karena semakin hari yang menulis di grup dan diunggah ke blog semakin sedikit? Ataukah semakin kesini tulisan kami tetap saja tidak ada kemajuan dalam kualitasnya? Ataukah pak doktor sedikit kecewa dengan keberadaan grup ini.
Sambil menghela nafas Panjang, saya berpositif thingking bahwa beliau mau menggugah motivasi kami lagi dengan mengajukan pertanyaan tersebut.
Berada di sebuah grup penulis ini, merupakan hal yang saya impikan sejak lama.
Berawal dari sebuah kesempatan menimba ilmu di agenda Bimtek penguatan kompetensi Kepala madrasah yang saya ikuti. Saat itu saya diberi kelas C oleh panitia. Setelah saya melihat jadwal di masing masing kelas, saya beranikan diri untuk minta izin pindah kelas karena salah satunya ada materi Literasi Digital yang pematerinya adalah Dr. Ngainun Naim. Yang ada di kelas A.
Apakah di kelas B dan C tidak ada materi tersebut tentu ada. Tapi pematerinya orang lain. Dr. Naim saya mengenal beliau sebagai dosen metodologi penelitian saya di Pasca, namun beliau lebih banyak memberikan motivasi kepada mahasiswanya untuk memulai menulis yang baik. Bukan sekedar menyelesaikan makalah atau disertasi.
Ternyata oleh panitia permintaan saya dikabulkan, mungkin karena kelas C juga terlalu penuh pesertanya akhirnya saya dipindah di kelas A. Disitulah awal grup ini terbentuk. Saat beliau menyampaikan materi dan memberi kompor kepada kami bahwa anak kelas 2 SD saja bisa menulis buku, kami yang kepala madrasah terbakar dan menginginkan juga membuat sebuah buku meski itu sebuah Antologi/Tulisan bersama.
Mulai dari situ Dr. Naim membimbing kami setapak demi setapak. Memberi peluang untuk membaca dan mengisi otak kami dengan virus bahwa menulis itu mudah. Tapak kemudian membuat blog dan mengisi dengan rutin meski lima paragraph.
Meski hanya lima paragraph sesuatu yang sangat berat ketika itu dilakukan terus menerus. Saya sangat merasakan itu, lebih lebih bila anak rewel, pekerjaan dikantor banyak, form aplikasi laporan juga harus di selesaikan. Namun apakah orang lain yang sukses menulis pekerjaannya hanya menulis saja, jawabannya tentu kita tahu semua “TIDAK”. Mereka yang sukses menerbitkan buku contohnya mentor kita Dr. Ngainun Naim, punya segudang aktivitas. Punya kesibukan yang luar biasa dibanding dengan kita. Tapi beliau bisa menyempatkan menulis dengan tulisan yang luar biasa menghipnotis kita.
Diakui atau tidak beliau adalah contoh yang luar biasa dalam menumbuhkan motivasi menulis. Bahkan beberapa kali mimpi saya tetap bertemu beliau dan tema nya tetap “Menulis”. Wow keren ternyata hipnotis menulis ini sudah sampai ke alam ghaib (alam mimpi).
Ketika grup penulis di WA ini mengalami pasang surut, Ada kalanya bersemangat dalam memproduksi tulisan, ada kalanya sepi. Di situlah sebenarnya kita di uji, seberapa gregetkah kita dalam menulis. Saya berharap besar grup ini menjadi motor penyemangat saya dan teman-teman untuk menulis.
Komunitas yang sama biasanya terdiri dari orang yang memiliki hobi sama dan seirama. Menulispun butuh seirama bahkan sehati. Irama menulis ini harus tetap dijaga supaya tidak saling membunuh semangat menulis anggota grup.
Mau jadi apa tulisan kita nanti, tentu saja menjadi sejarah untuk anak cucu kita, mengabadikan peristiwa masa kita yang telah kita lalui.
Luar biasa bunda...
BalasHapus