Hujan Di Bulan Juli (2)

Langkah gontai Helga menuju Kost Ghania.. sesampai di depan pintu kamar kost yang tidak jauh dari kampus Hijau itu dia perlahan mengetok pintu

Tok Tok…

Tidak ada jawaban.. diulanginya lagi mengetok pintu, kali ini agak keras… sambal mengucapkan salam

“Assalamu’alaikum… Ghani.. “ Ucap Hega setengah memaksakan suaranya agak tinggi. Dalam hatinya benar benar jengkel.

“Uhh.. anak ini bikin semua kesal saja. Sekali lagi apabila tidak dijawab aku akan pergi dari sini” sungutnya dalam hati.

“Assalamu’alaikum.. “ketiga kalinya salam itu ia ucapkan.

“Waalaikum sa…lam..” Pranggggggggg… terdengar suara gelas jatuh dari atas meja. Hega kaget dan sontak saja membuka pintu kamar Ghania. Dikamar itu gadis manja ini tergolek lemas.. wajahnya pucat pasi. Dia memaksakan membalas salam sebelum pingsan.

“Ghannni… , kamu kenapa??? “ Hega meraih tubuh Ghani dan menguncang-guncangnya. Sontak dia berteriak “Tolong…. “

Tetangga kamar Ghania semua berhambur keluar.

“Ada apa…. Kenapa Ghania?” Tanya mereka

“Saya tidak tahu… Tolonglah kita harus segera membawa gadis ini ke UGD” Ucap Hega

Buru-buru teman teman kost Ghania mencari angkutan umum, meminta abang sopir untuk segera membawa Ghania ke Rumah sakit terdekat di RS  Dharma Husada.

Hega yang masih memakai seragam racananya membantu mengantar ke Rumah Sakit itu juga. Sesampai disana dia mengirim SMS ke Kak Zainal.

“Kak, Maaf saya tidak bisa meneruskan Rapat Pleno I. Dan tidak bisa membawa Ghania ke arena MUSDEGA. Dia sakit dan saya temani ke RS Dharma Husada” bunyi pesan smsnya kepada ketua Racana yang juga kekasih Ghania.

----

“Terimakasih, Kak Hega.. sudah menemaniku disini” Ucap Ghania sesaat setelah dia sadar dari pingsannya dan mengetahui kalau dirinya ditemani Hega.

“tidak apa apa. Dasa darma ke 4 kan mengatakan rela menolong dan tabah.. “ kelekar Hega berusaha mencairkan kecanggungan Ghania. “Kamu istirahat ya.. saya akan mengambil obat di apotik”

“Kak Zain.. al tahukah kalau saya sakit disini?” tanya Ghania pelan dan hati-hati. Dia tahu betul kalau Hega sangat dekat dulunya dengan Zainal dan menjadi pasangan Hega.

“ Ya.. kak Zain sudah tahu. Dia masih dalam acara MUSDEGA yang seharusnya kaupun hadir disana. Nanti saat istirahat dia akan menemuimu disini.” Terang Hega.

“Terimakasih ya… “ ucap Ghania

Dibalas dengan senyuman dan anggukan oleh Hega. Melihat Ghania tergolek lemas dan pucat, hati Hega yang semula benci dengan anak ini, perlahan menjadi iba. Diagnosa dokter keluar, namun karena dia bukan keluarganya dokter belum menceritakan apa sebenarnya penyakit yang diderita Ghania.

---

Zainal dengan setengah berlari menuju UGD tempat Ghania di rawat hampir saja bertabrakan dengan Hega yang berjalan keluar UGD menuju apotik sambil menunduk.

“Deg… “

Hati Hega berdegub kencang, dia ingin berlari menjauh dari lelaki didepannya ini. Lelaki yang tega mencabik hatinya hancur berkeping-keping. Tidak menyangka dia berpaling dari Hega. Tanpa salah Zainal pamit untuk tidak meneruskan hubungan mereka. Satu kata yang keluar dari mulut Zainal kala itu “Maaf”

Dan dihati Hega sampai sekarangpun belum bisa memaafkan. Perih bak teriris sembilu. Meski begitu dia masih mampu untuk menyungging senyum dan membenamkan rasa sakitnya ke dasar hati. Dia masih tetap melaksanakan aktifitas kepanduan dan menyelesaikan kepengurusan ini dengan hampir sempurna.

Sekarang laki-laki itu berdiri di depannya dengan wajah yang cemas. Namun wajah itu berubah sendu saat berhadapan dengan Hega. Seakan mau berkata sesuatu namun tidak mampu diucapkan oleh mulutnya.

Buru-buru Hega melangkah dari hadapan Zainal. Sedetik kemudian dia merasa tangannya diraih, ditahan langkahnya. Hega terkejut.. menoleh. Sekali lagi mata mereka beradu. Binar rindu di mata Zainal sangat jelas.

“Hega, Tunggu dulu.. aku mau bicara dengan mu.. “ Ucap Zainal kepada Hega

“Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi.. “ Spontan jawab Hega dengan hati sakit, kata yang keluar dari mulutnya setengah berdesis menahan amarah. Dan berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Zainal.

“Ga…., dengar dulu penjelasanku…,” desak Zainal

Hega tidak peduli dia menghentakkan tangannya, terlepaslah genggaman mereka. Dan setengah berlari Hega meninggalkan Zainal. Matanya panas, buliran bening keluar dari sudut matanya.

(bersambung)


1 komentar:

  1. Menulis novel juga tidak mudah...harus larut dalam alur cerita...

    BalasHapus

Featured Post

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustak...