Langkah gontai Helga menuju Kost Ghania.. sesampai di depan
pintu kamar kost yang tidak jauh dari kampus Hijau itu dia perlahan mengetok
pintu
Tok Tok…
Tidak ada jawaban.. diulanginya lagi mengetok pintu, kali
ini agak keras… sambal mengucapkan salam
“Assalamu’alaikum… Ghani.. “ Ucap Hega setengah memaksakan
suaranya agak tinggi. Dalam hatinya benar benar jengkel.
“Uhh.. anak ini bikin semua kesal saja. Sekali lagi apabila tidak
dijawab aku akan pergi dari sini” sungutnya dalam hati.
“Assalamu’alaikum.. “ketiga kalinya salam itu ia ucapkan.
“Waalaikum sa…lam..” Pranggggggggg… terdengar suara gelas
jatuh dari atas meja. Hega kaget dan sontak saja membuka pintu kamar Ghania. Dikamar
itu gadis manja ini tergolek lemas.. wajahnya pucat pasi. Dia memaksakan membalas
salam sebelum pingsan.
“Ghannni… , kamu kenapa??? “ Hega meraih tubuh Ghani dan
menguncang-guncangnya. Sontak dia berteriak “Tolong…. “
Tetangga kamar Ghania semua berhambur keluar.
“Ada apa…. Kenapa Ghania?” Tanya mereka
“Saya tidak tahu… Tolonglah kita harus segera membawa gadis
ini ke UGD” Ucap Hega
Buru-buru teman teman kost Ghania mencari angkutan umum,
meminta abang sopir untuk segera membawa Ghania ke Rumah sakit terdekat di RS Dharma Husada.
Hega yang masih memakai seragam racananya membantu mengantar
ke Rumah Sakit itu juga. Sesampai disana dia mengirim SMS ke Kak Zainal.
“Kak, Maaf saya tidak bisa meneruskan Rapat Pleno I. Dan tidak
bisa membawa Ghania ke arena MUSDEGA. Dia sakit dan saya temani ke RS Dharma
Husada” bunyi pesan smsnya kepada ketua Racana yang juga kekasih Ghania.
----
“Terimakasih, Kak Hega.. sudah menemaniku disini” Ucap
Ghania sesaat setelah dia sadar dari pingsannya dan mengetahui kalau dirinya ditemani
Hega.
“tidak apa apa. Dasa darma ke 4 kan mengatakan rela menolong
dan tabah.. “ kelekar Hega berusaha mencairkan kecanggungan Ghania. “Kamu istirahat
ya.. saya akan mengambil obat di apotik”
“Kak Zain.. al tahukah kalau saya sakit disini?” tanya Ghania
pelan dan hati-hati. Dia tahu betul kalau Hega sangat dekat dulunya dengan
Zainal dan menjadi pasangan Hega.
“ Ya.. kak Zain sudah tahu. Dia masih dalam acara MUSDEGA
yang seharusnya kaupun hadir disana. Nanti saat istirahat dia akan menemuimu disini.”
Terang Hega.
“Terimakasih ya… “ ucap Ghania
Dibalas dengan senyuman dan anggukan oleh Hega. Melihat
Ghania tergolek lemas dan pucat, hati Hega yang semula benci dengan anak ini,
perlahan menjadi iba. Diagnosa dokter keluar, namun karena dia bukan
keluarganya dokter belum menceritakan apa sebenarnya penyakit yang diderita
Ghania.
---
Zainal dengan setengah berlari menuju UGD tempat Ghania di
rawat hampir saja bertabrakan dengan Hega yang berjalan keluar UGD menuju
apotik sambil menunduk.
“Deg… “
Hati Hega berdegub kencang, dia ingin berlari menjauh dari
lelaki didepannya ini. Lelaki yang tega mencabik hatinya hancur berkeping-keping.
Tidak menyangka dia berpaling dari Hega. Tanpa salah Zainal pamit untuk tidak
meneruskan hubungan mereka. Satu kata yang keluar dari mulut Zainal kala itu “Maaf”
Dan dihati Hega sampai sekarangpun belum bisa memaafkan. Perih
bak teriris sembilu. Meski begitu dia masih mampu untuk menyungging senyum dan
membenamkan rasa sakitnya ke dasar hati. Dia masih tetap melaksanakan aktifitas
kepanduan dan menyelesaikan kepengurusan ini dengan hampir sempurna.
Sekarang laki-laki itu berdiri di depannya dengan wajah yang
cemas. Namun wajah itu berubah sendu saat berhadapan dengan Hega. Seakan mau
berkata sesuatu namun tidak mampu diucapkan oleh mulutnya.
Buru-buru Hega melangkah dari hadapan Zainal. Sedetik kemudian
dia merasa tangannya diraih, ditahan langkahnya. Hega terkejut.. menoleh. Sekali
lagi mata mereka beradu. Binar rindu di mata Zainal sangat jelas.
“Hega, Tunggu dulu.. aku mau bicara dengan mu.. “ Ucap
Zainal kepada Hega
“Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi.. “ Spontan jawab
Hega dengan hati sakit, kata yang keluar dari mulutnya setengah berdesis menahan
amarah. Dan berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Zainal.
“Ga…., dengar dulu penjelasanku…,” desak Zainal
Hega tidak peduli dia menghentakkan tangannya, terlepaslah genggaman
mereka. Dan setengah berlari Hega meninggalkan Zainal. Matanya panas, buliran
bening keluar dari sudut matanya.
(bersambung)
Menulis novel juga tidak mudah...harus larut dalam alur cerita...
BalasHapus