Bahaya Ghibah

 


Viral sekali film pendek berjudul “tilik”. Film ini sudah sejak tahun 2018 sebenarnya dibuat, namun ditahun 2020 ini menemukan momentumnya. Entah karena pandemic ini ataukah memang kebangkitan film local ditengah kelesuan industry hiburan.

Film pendek berdurasi 35 menit ini menyajikan sebuah pesan moral dan kritik sosial. Banyak yang terhibur dengan gaya julid nya bu tejo yang dengan mulut licin sekali melontarkan gossip demi gossip. Seakan mulutnya di beri oli sehingga kata-kata meluncur dari mulutnya dengan amat licin.

Film ini buat banyak orang menghibur dan dianggap sebagai hal lumrah terjadi di negeri kita. Natizen atau negeri 62 atau apalah yang menyebut nya viral, omongan natizen di bu Tejo dan beberapa komentar lain.

Bagi yang merasa terhibur okelahh.. tidak ada yang menyalahkan dan silahkan menikmati hiburan untuk melepas tawa kita. Bukankah tawa itu sehat? Bila kita sehat maka imun kita meningkat.  Juga film Tilik ini bisa merangsang untuk bangkitnya film-film local lain.

Namun Ketika saya merenung melihat film ini membuat saya ngeri. Bukankah manusia ini semua tidak luput dari salah dan dosa? Apakah kita tidak malu menguliti aib orang lain, sedangkan Aib kita di tutupi oleh Allah SWT.

Adalah kisah nabi Musa yang memohon hujan saat kemarau berkepanjangan di negerinya. Kemudian Allah berfirman, “bagaimana aku bisa turunkan hujan jika diantara kalian selama 40 tahun berbuat maksiat..Umumkanlah di hadapan manusia agar dia berdiri di hadapan kalian semua. Karena dialah, Aku tidak menurunkan hujan untuk kalian…”

Maka Musa pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, “Wahai hamba yang bermaksiat kepada Allah sejak 40 tahun… keluarlah ke hadapan kami…. karena engkaulah hujan tak kunjung turun”

Ada seorang laki-laki melirik ke kanan dan kiri, maka tak seorang pun yang keluar, saat itu pula ia sadar kalau dirinyalah yang dimaksud bermaksiat selama 40 tahun itu.

Ia berkata dalam hatinya, “Kalau aku keluar ke hadapan manusia, maka akan terbuka rahasiaku, Kalau aku tidak berterus terang, maka hujan pun tak akan turun.”

Dengan hati yang galau, ia meneteskan air mata dan menyesali perbuatan maksiatnya sambil berkata lirih, “Ya Allah, Aku telah bermaksiat kepadamu selama 40 tahun. selama itu pula Engkau menutupi ‘aibku. Sungguh sekarang aku bertaubat kepada Mu, maka terimalah taubatku”

Tidak lama turunlah hujan.  Musa pun keheranan, “Ya Allah, Engkau telah turunkan hujan kepada kami, namun tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia.” Allah berfirman, “Aku menurunkan hujan kepada kalian oleh sebab hamba yang karenanya hujan tak kunjung turun.”

Musa berkata, “Ya Allah… Tunjukkan padaku hamba yang taat itu.”

Allah berfirman, “Ya Musa, Aku tidak membuka ‘aibnya padahal ia bermaksiat kepada-Ku, apakah Aku membuka ‘aibnya sedangkan ia taat kepada-Ku?!”

(Kisah ini dikutip dari buku berjudul “Fii Bathni al-Huut” oleh Syaikh DR. Muhammad Al ‘Ariifi, hal. 42)

Begitu rapat Allah menyimpan Aib-aib kita. Dan kita seharusnya besyukur kepada Allah dengan menyimpan aib-aib saudara kita juga.

Bergosip (Ghibah) adalah hal yang tidak disenangi oleh Allah SWT. Berkali-kali Allah SWT memperingatkan kita dalam Firmannya. Dalam surat Al Hujurat ayat 12 yang melarang berprasangka dan mencari-cari kesalahan orang lain. Pergunjingan diibaratkan sebagai memakan daging saudara yang sudah meninggal.

Karena ghibah membuat hati kita menjadi keras. Mengunjing seseorang seakan tidak ada habisnya, Ketika tenggelam dalam asyiknya berghibah. Bukan lagi Allah yang ada di hati kita. Tapi iblis lah yang telah bersarang dihati dan bibir kita. Oleh karena itu ghibah sarat dengan kata-kata tidak sepatutnya, bahkan mengumpat dan lain-lain. Belum lagi permusuhan yang akan timbul gara-gara ghibah ini.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustak...