Secuil surga itu bernama "Munjungan"

Pulang dari sekolah jam menunjukkan pukul 13.00 saat WA grup saya terima kiriman berita duka. Ibunda Bapak Nurul Amin (Ketua STAIM Tulungagung) meninggal dunia. Beberapa saat kemudian suami saya menelpon untuk siap siap melayat ke rumah duka. 
Sebelum tahu dimana rumah duka saya bersiap sambil menunggu suami pulang dari tempat kerjanya. 
Beberapa teman oleh suami di kontak untuk bersama sama melayat. 
Ternyata rumah ibunda bapak Nurul Amin di Munjungan Trenggalek. Saya belum pernah ke sana tapi cerita teman teman munjungan adalah "The most difficult journey" . 
Akhirnya perjalanan menuju ke Trenggalek berempat, Saya, Suami, Dr. Nurkholis dan Nur Yasin menuju ke Trenggalek. Sesampainya di Trenggalek bergabung bersama kami Bapak Dr. Suripto. Kontan saja oleh suami di sodori untuk setir untuk menjadi driver ke Munjungan. 
Dr. Suripto sahabat suami saat berkidmat di KPU. Beliau Ketua KPU Trenggalek. Jadi kami semua memiliki kesimpulan bahwa beliau yang paham Medan daerah Munjungan. 
Sedikit kesulitan dialami karena mobil belum begitu familiar dengan mobil matic. Namun salut dengan beliau sedikit diberi penjelasan langsung saja tancap gas. 
Tidak bisa di pungkiri Jantung ku berdegub kencang saat naik melalui daerah Kampak dengan jalan yang naik dan menikung tajam. Kami yang duduk bertiga di belakang hanya bisa berpegangan handle dan berkomat Kamit membaca doa dan shalawat. 
Tanjakan yang paling ekstrim Letter S telah kami lalui dengan selamat. Nafas saya sedikit lega, saat sudah berada di puncak dan menuju turunan. Namun tenyata kelegaan berubah lagi menjadi ketegangan karena turunan yang curam dan panjang... Waktu pun berangsur petang. Dengan diam dan menahan nafas seakan membantu sang driver untuk mengemudikan mobil dengan lebih stabil. 
Banyak cerita cerita menyeramkan saat di perjalanan dari Bapak bapak di dalam mobil ini. Travel masuk jurang. Kampas rem motor matic kebakar karena turunan terlalu curam dan selalu mengerem. 
Dan sebelumnya di beri tahu senior saya (cak Noerhadi) yang juga asli orang kunjungan untuk membawa mencari sopir orang asli munjungan. Jangan kesana malam terlalu menakutkan jalannya. Glek.... saya menelan ludah Ternyata semua itu benar... 
Namun ketika sesampainya kota kecamatan kunjungan tidak ada tanda tanda dataran tinggi. Rata dan Indah dalam temaramnya malam. Bulan menampakkan eksotisme malam di Masaran Munjugan. 
Awan yang tampak begitu rendah berarak dibawah rembulan yang bersinar gagahnya. Sungguh secuil surga itu bernama munjungan. 
Beberapa waktu kami takziyah bertemu dengan Tuan rumah (Mas Amin dan Mbak Diah beserta Bapak)  menyampaikan rasa bela sungkawa kami yang dalam. sampai adzan isya berkumandang baru kami pamit dari rumah duka. 
Rumah duka yang barusan kami melayat berada di dekat pantai Blado. Kami sepakat untuk beristirahat dan minum kopi di tepian pantai Blado. Tidak menyangka meskipun pandemi sepanjang garis pantai Blado berjajar cafe2 yang di penuhi oleh muda mudi malam mingguan. Disuguhi live music para remaja menikmati malam di tepian pantai. Sempat saya tanya adakah pengujunh luar kota yang bermalam minggu di sini? Mereka menjawab kebanyakan adalah pemuda pemudi setempat. Tidak banyak orang orang luar yang datang. Tapi suasana pantai dan cafe serasa di Bali. Bedanya disini dengan Bali pakaian yang dikenakan pemuda pemudi masih sangat sopan. 
Disini kami lupa sejenak dengan perjalanan panjang dan berliku yang harus ditempuh selama kurang lebih 1,5 jam. Setidaknya pengalaman ke Munjungan pertama kali benar benar mengesankan dan tak terlupakan. 
Sayang belum ada bunga kecombrang yang bisa saya bawa pulang karena hanya bisa dibeli pagi hari di pasar. Padahal ... Pengin sekali merasakan rasa sayur kecombrang. 

11 komentar:

  1. Mantab nda...kapan2 d ulang ke sananya..
    Supaya ketekan menu blendrang kecombrangbnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Nurhadi harus janji ngajak kita kita kesana..

      Hapus
  2. Mendengar kata Munjungan nyali saya selalu ciut duluan, blm pernah kesana tp banyak mendengar cerita ttg difficult journey nya itu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo dicoba bu dhin... mungkin bisa nyewa mobil yang bak terbuka itu

      Hapus
  3. Munjungan...
    Pak Nurhadi dan Badi harus siapkan kecombrang buat pesta blendrang..

    BalasHapus
  4. Deskripsi perjalanan yang begitu bagus. Yang baca jadi ikut tegang

    BalasHapus
    Balasan
    1. blm itu pulangnya tengah malam.. yang nyetir gak hafal jalan. lampumenyorot ke satu arah. beberapa kali mau kliru belok... wah... jannnn dag dig dug pokoknya

      Hapus
  5. Saya bisa membayangkan.. . Ngeriiii

    BalasHapus
    Balasan
    1. hadehhhh... kalau njenengan ngeri saya kakuuu

      Hapus

Featured Post

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustak...