SELEKTIF

Saat belum memiliki pasangan hidup, banyak tetangga, teman dan saudara yang menganyakan kapan menikah. Ayolah segera menikah, menikah itu enak nya 1 persen yang 99 persen enakk….. Kita yang belum menikah pasti bertanya-tanya dan menginginkan segera memiliki yang namanya pasangan hidup suami atau istri. Saat masih sendiri dunia ini seakan luas sekali, terserah mau kemana dan mau bersama siapa tidak ada yang mengganggu dan mempermasalahkan. 

Mau aktif di organisasi tidak ada yang melarang, mau bekerja ataupun melakukan aktivitas social lainnya tidak ada yang melarang dan tidak ada yang diberatkan. 

Menurut teman-teman apakah kondisi yang seperti ini sama juga ketika kita sudah menikah? Jawabnya tergantung. Beberapa pasangan yang istri atau suaminya juga aktivis membolehkan kita melakukan kegiatan kegiatan di luar pekerjaan yang menyita banyak waktu dan tenaga. Untuk kebutuhan berkumpul dan berorganisasi. 
Namun yang menjadi masalah adalah apabila seorang aktivis memiliki pasangan hidup yang bukan aktivis. Sudah pasti banyak yang akhirnya berhenti dari organisasi dan dengan terpaksa berhenti di rumah saja untuk mengurusi suami, anak dan mungin orang tua di rumah. 
Maka dari itu yang diperlukan sebelum menikah adalah selektif memilih bakal pasangan hidup. 

Selain Takdir dan jodoh, manusia diwajibkan untuk ikhtiar dan berusaha untuk mencari yang terbaik. Pasangan hidup adalah seseorang yang akan menemani kita dalam kurun waktu yang tidak pendek. Lagi lagi apabila kita ditakdirkan untuk bisa hidup lama. Pasangan hidup kita akan menemani kita dalam suka dan duka. 

Ketika suka semua orang pasti merasa bahagia, merasa tidak ada masalah dan merasa harmonis dengan pasangan. Namun saat badai masalah melanda diperlukan kekuatan lahir dan batin untuk menghadapi masalah itu dan meredakan masalah tersebut.

Sebuah contoh kecil masalah kecil namun akan menjadi besar apabila tidak di manage secara baik dalam rumah tangga. Saat istri memiliki peran ganda di pekerjaan dan rumah. Pulang kerja capek membersihkan rumah, menyiapkan makanan dan mengurus anak. Suami pulang tidak segera menyapa istri namun langsung rebahan dan asyik dengan handphone nya. 

Dalam bayangan istri suami ini tidak lagi perhatian dan menghargai jerih payahnya sebagai istri mengelola rumah tangga. Sedangkan di mata suami, saat dia pulang kantor capek dan banyak masalah terjadi di kantornya, mungkin lebih baik tidak mengatakannya kepada istri karena dia sudah capek dengan pekerjaan di rumah dan pekerjaannya juga di kantor. Akhirnya dia hanya bisa diam sambil bermain gawai untuk menghilangkan penat yang ada di otaknya. 

Butuh banyak seni merawat keharmonisan rumah tangga dan butuh banyak perhatian kepada pasangan apabila kita telah memutuskan untuk hidup berumah tangga. Semakin lama berumah tangga bukan semakin sedikit masalah namun semakin banyak masalah. Apabila masalah bertumpuk-tumpuk dan jarang berkomunikasi untuk sekedar meringankan masalah, maka perceraian bisa saja terjadi. 

Selektif dalam memilih pasangan dan berkomunikasi dengan baik dalam menyelesaikan masalah kecil dan masalah besar adalah kuncinya.

1 komentar:

  1. Terima kasih ilmunya Bun, semoga ini jd bagian dr referensi keluarga kami

    BalasHapus

Featured Post

Perempuan sebagai Garda terdepan

Dalam rangka Milad FORHATI ke 26, yang jatuh pada tanggal 12 Desember Forhati Wilayah Jawa Timur mengadakan peringatan dibarengkan dengan mo...