Timbul Tenggelamnya Semangat Menulis


Mengikuti Jagongan Santai SPK Tulungagung melalui webinar bersama Bapak Ngainun Na'im (Senin, 19:30) tadi malam adalah  bincang santai dengan tokoh literasi di Tulungagung yang menurut saya luar biasa. Betapa tidak saya yang biasanya bertemu beliau di perkuliahan Metodologi Penelitian, sekarang bisa "njagong" santai. 

Host dari Sahabat Pena Kita saudara Fahru yang memakai kopyah kebanggaan NU, membuka acara setelah teman teman lumayan banyak yang bergabung. Sebenarnya saya tidak bergabung di grup SPK, tapi di grup "kamar sebelah" yakni Ma'arif Menulis. Namun berhubung mentor dari SPK dan Ma'arif menulis sama yakni Dr. Ngainun Na'im, jagongan santai ini digabung diantara grup penggiat literasi di Tulungagung. 

Suara Tokek beberapa kali terdengar menjadi backsound dari Pak Doktor Na'im dalam memulai memantik diskusi malam ini. "Tokek saja ikut webinar" ucap saya dalam hati sambil tersenyum. Asyiknya menjadi peserta webinar kita tidak perlu dandan layaknya mau mengikuti acara di luar, bahkan beberapa teman peserta mengikuti sambil di warung kopi, di kamar dan di ruang keluarga mereka. Saya pun mengikuti Webinar ini sambil menemani anak saya yang barusan saja tidur. Bila saya tinggal dia pasti terbangun dan saya tidak bisa mengikuti acara, akhirnya saya mengikuti acara ini sambil sesekali menepuk-nepuk punggung anak saya supaya lena tidurnya. 

Tema diskusi tadi malam adalah "apa yang menjadi masalah dalam menulis" beberapa di antaranya mengemukakan dengan kejenuhan dengan aktivitas yang berulang dan monoton. Menginginkan ada semacam reward dan menginginkan adanya kritik sehingga tulisan mereka berkembang. 

Saya sendiri paling takut dikritik, karena alih-alih menambah berkembang tulisan saya, yang terjadi adalah saya takut untuk menulis. Di kritik dalam Bab I di Laporan Akhir saya saja selama empat bulan saya biarkan dan tidak saya sentuh laporan itu. Di blog ini kemudian saya bisa menuliskan apa saja yang ingin saya tulis dengan bebas dan tanpa beban. 

Menulis adalah sebuah ketrampilan, tidak serta merta langsung bisa bagus dan baik. Saat pertama menjadi annggota penulis di sebuah diklat yang diadakan Ma'arif, saya sangat bersemangat sekali dan memiliki motivasi yang luar biasa untuk menulis. Dibawah arahan Pak Doktor Ngainun Na'im kami sempat membuat ontologi, membuat blog dan mengisinya dari hari ke hari. Hari-hari di bulan pertama kedua semua peserta sangat aktif menulis, bahkan sehari ada yang bisa menghasilkan dua bahkan tiga tulisan. Sayapun termasuk yang aktif mengisi blog. hampir seratus tulisan saya buat dalam waktu tiga bulan. 

Setelah itu, ibarat badai menerpa seluruh anggota grup tiarap dalam menulis. Yang semula dalam grup ada 16 sampai 20 tulisan, di dua bulan terakhir ini nir tulisan yang di unggah di blog dan dishare di grup. Persoalan rutinitas pekerjaan yang menggelayut, persoalan pribadi dan kejenuhan melanda. Kemudian berhenti menulis.

Inilah yang saya ibaratkan bahwa menulis itu ibarat mengarungi biduk pernikahan. Di awal-awal terlihat keindahan dan semangat dalam mengarungi bahtera rumah tangga, ketika ada masalah melanda akan timbul rasa sakit, rasa tidak cocok lagi dengan pasangan dan lain sebagainya. 

Akankah semangat menulis ini tetap hilang dari hati sanubari kita? Sedangkan di luar sana banyak yang menginginkan seperti kita dan memulai menapaki penjajagan dalam dunia menulis. Timbul tenggelam semangat itu adalah wajar, namun bisa disiasati untuk tetap memegang semangat itu tetap ada di hati kita, yakni dengan bergabung dengan orang yang memiliki nada dan semangat yang sama dalam menulis. Sehingga kita bisa melakukan aktivitas menulis itu dengan enteng dan bahagia bersama orang orang yang memiliki rampak jejak langkah yang sama.     

4 komentar:

Featured Post

  Tumpukan masalah yang menggelayut di madrasah kami tidak sedikit. Stigma guru yang belum berkualitas, pembelajaran yang monoton, siswa mal...