Ujian Marhalah

Dari grup pondok pesantren Bani Ali Mursyad, saya memperoleh foto-foto putri keduaku yang sedang ujian marhalah. Lama saya melihat foto demi foto. Campur aduk rasanya melihat foto-foto yang di kirim admin pondok. Sekitar 5 foto itu seakan bercerita proses dia melaksanakan ujian hafalan qur’annya. 

Bangga tak terhingga dengan pencapaian anak yang telah mampu menghatamkan sekian juz dari 30 juz Al-qur’an. Anak ini yang masih duduk di kelas 5 memiliki tekad untuk keluar dari rumah, mengikuti jejak kakaknya yang sudah setahun sebelumnya masuk pondok. 

Berbeda dengan kakaknya yang telah menginjak bangku sekolah lanjutan, dia yang masih sekolah dasar membulatkan tekad untuk menghafal qur’an. Saya masih ingat ucapan menentramkan dari ustadnya. “Insyaaallah mbak Fina kerasan, karena ada beberapa family disini, dan karena dia masih kecil sendiri, dia ditempatkan Bersama mbak-mbak pengurus.” 

Saat perjalanan pulang setelah mengantar putriku tanpa terasa panas mata ini, mengalir buliran air mata seakan tidak tega melepas dia mencari ilmu. Meski fikiran dan hati saya kuatkan, ternyata bahasa tubuh seorang ibu tidak pernah bisa berbohong. 

Sambil mengamati dengan seksama, sedikit demi sedikit rasa iba menyelusup dihati. Sangatlah berat untuk menghafal sekian ayat dalam al-Qur’an. Jangankan satu Juz satu surat yang agak panjang butuh waktu yang lama sekali bagi saya untuk bisa menghafalkan. 
Setali tiga uang bahwa menghafal itu tidak mudah, pimpinan pondok anakku pun dawuh, bahwa jangan pernah memaksakan hafalan anak. Kemampuan masing-masingnya tidak sama. Ada yang cepat hafal tapi cepat lupa, ada yang lambat hafalannya tapi benar dan menancap di otak dengan kuat. Jangan pernah mentarget anak setahun harus hafal ini, tapi do’akanlah di rumah untuk kelancaran anak berproses menghafal Al-Qur’an. 

Terkadang kita hanya melihat hasil. Melihat lulusan dan keberhasilan. Namun kita jarang melihat dan mencerna proses yang mereka lakukan. Seberat apa proses yang dijalani oleh anak anak dalam pendidikannya. 
Al-Qur’an yang dihafalkan berapa tahun tapi seumur hidup berkewajiban menjaganya. Seumur hidup kita berkewajiban mempedomaninya. Yang menghafal dan yang tidak menghafalpun wajib menjadikan Al-Qur’an sebagai tuntunan. Karena kitab suci ini yang akan menuntun kita di kehidupan sekarang dan di kehidupan yang akan datang.

2 komentar:

Featured Post

Perempuan sebagai Garda terdepan

Dalam rangka Milad FORHATI ke 26, yang jatuh pada tanggal 12 Desember Forhati Wilayah Jawa Timur mengadakan peringatan dibarengkan dengan mo...