Puji Syukur kepada Allah SWT, malam Minggu (16/1/2021) bisa melaksanakan zoom meeting bersama orang-orang yang luar biasa. dalam balutan tema "jagong buku" empat penulis maarif dan pergunu bisa terlaksana. Dan lebih
excited lagi adalah saya termasuk dalah satu penulis didalamnya. Benar apa kata
prof Ngainun Naim, bagaimanapun rupa buku itu kita akan bangga kalau bisa
menjadikan tulisan kita menjadi buku.
Tak disangka banyak juga teman-teman yang hadir dalam acara
jagong santai itu, ada dari Kalimantan, bapak empaldi, Bapak Gunawan dan teman teman dari Tulungagung Trenggalek dan Blitar. Acara dipandu oleh Bapak Supriadi, Dosen sekaligus pengurus BAZ Kab Tulungagung dan Juga Sekretaris LP Maarif NU. dimulai sambutan bapak Mustofa dari LP maarif NU yang
menggantikan pak khozin, karena beliau berhalangan. Sedianya di teruskan oleh ketua
Pergunu dengan sebutan akrab mbah liem, namun karena masih ada acara kenduri
maka acara diteruskan oleh sambutan sekaligus orasi dari bapak Dr. Ngainun Naim
selaku Bidan yang membantu lahirnya ke empat buku kami.
Malam mingguan tapi dengan nuansa akademis, membumikan
literasi dari kawan kawan maarif dan pergunu. Dan saya lebih senang lagi
ternyata sambutan dari berbagai pihak dalam acara malam itu layak benar
diacungi jempol.
Dan yang lebih membahagiakan lagi adalah saat blog beberapa hari mulai rame lagi dengan tulisan para penulis yang selama ini seakan kehilangan semangat. Semoga dengan jagong buku (the series) ini memantik semangat penulis maarif khususnya dalam merawat semangat menulis. Penulis yang sudah menerbitkan buku diantaranya Pak Suprianto, Kamad MI Miftahul Huda, Pakisaji Kalidawir_Merenda Asa, Kisah Hidup, Gagasan dan Pencerahan, Eti Rohmawati, Kamad MTs Arrosidiyah Rejotangan. New Normal, New Hope, Mohamad Ansori, Kepala Sekolah Dasar Islam (SDI) Bayanul Azhar Bendiljati Kulon Sumbergempol Tulungagung. Membangun Pembelajaran Inspiratif, Nurhadi, Pengawas Pendidikan Agama Islam (PPAI) Kemenag Tagung. Melukis Mimpi di Masa Pandemi.
Saya sampai sekarang tidak bisa menerbitkan sebuah buku
berISBN. Awalnya saya merasa itu adalah Tangeh lamun. Tidak bakalan
bisa, karena pada dasarnya saya newbie dalam dunia literasi ini. Meski Beberapa
kali artikel saya dimuat oleh harian radar tulungaung sejak tahun 2005. Namun tidak
terbayang bagaimana rasanya bisa menerbitkan buku solo.
Di bawah asuhan tangan dingin pak dr ngainun naim. Tidak terasa
kami di ajak untuk ngemil tulisan di blog. Sehari satu tulisan di unggah dalam
blog masing-masing adalah langkah beliau mengawal kami untuk menulis. Tidak peduli
itu dibaca orang apa tidak, dikomentari apa tidak, menulislah sesuai dengan
hatimu.
Bahkan pak Naim sering mengatakan gak usah pake footnote. Tulislah
yang ada di pikiranmu. Tulis saja, gak usah di backspace meskipun itu salah. Tidak
usah di edit dulu, jadi tulis saja. Baru saat selesai menulis editlah tulisanmu
itu.
Ketika buku “New Normal New hope” terbit, semua itu adalah
tulisan dari blog yang saya tulis saat pandemic. Awal pandemic disaat orang
sangat ketakutan keluar rumah, termasuk saya, daripada hanya makan minum tidur,
yang saya lakukan adalah membuat tulisan.
Buku ini jauh dari kata bermutu, tapi mutu juga tidak datang
tiba-tiba. Mutu menulis bisa dilihat dari seberapa kita sering menulis. Mengutip
pameo yang disampaikan oleh Bapak Dr. Ngainun Naim “Jika kamu ingin di kenang
oleh sejarah maka menulislah, bila kami tidak mau menulis maka suruhlah orang
lain menulis tentangmu, dan kamu tidak usah menulis atau menyuruh orang lain
menulis dan kau akan dilupakan”
Semoga bisa istiqomah menulis, untuk karya-karya yang lebih baik
BalasHapus