Jujur saya sangat tertarik dengan unggahan FB dari Adinda
Fitrina Kamalia, seorang sarjana psikologi yang banyak mengunggah konten konten
menarik mengenai kejadian-kejadian yang menarik tentang keluarga, pola pengasuhan. Mengulas suami terbaik versi kita tidak harus
seperti Han Ji Pyeong (tokoh keren yang ada di Drakor Start Up), Mengulas kehidupan bertetangga seperti bu Tedjo (yang viral dengan fil pendek “tilik”). Dan saya
yakin banget karya yang dia buat adalah genuine bukan hasil copypaste.
Kali ini saya tertarik dengan sawang sinawang yang dia
kemukakan. Sawang sinawang adalah sebuah sudut pandang terhadap kehidupan seseorang
yang lebih kepada perasaan bahwa kehidupan orang lain lebih baik dari pada
kehidupan dirinya.
Pernahkah kita merasa seperti itu? Saya hampir yakin semua pernah
merasakan seperti itu. Sebagai perempuan yang bekerja kita sering mengeluh
tidak punya waktu untuk Bersama keluarga, tidak bisa menemani anak anak belajar
di rumah, iri melihat orang orang bercanda riang di toko sayur pagi-pagi membeli
sayur sambil ngerumpi, padahal kita terburu-buru harus cepat memasak dan
berangkat kerja, atau merasa belum sempat menikmati waktu istirahat, namun alarm
sudah berbunyi untuk segera kerja lagi. Belum lagi bila ada kerja lemburan,
anak anak tidak terurus oleh kita.
Sudut pandang kita bahwa melihat orang lain lebih baik,
lebih punya waktu untuk keluarga dan tidak perlu bekerja keras mencari uang, tentu sangat berbeda
dengan orang lain yang tidak sama pekerjaannya dengan kita. Bisa jadi sudut
pandang mereka akan mengatakan begini, andaikan saya menjadi ibu itu yang bisa
bekerja dan punya penghasilan sendiri, tentu aku bisa beli baju, kirim uang ke
orang tua bebas, gak sungkan sama suami. Atau enak sekali kerja kantoran selalu berpenampilan rapi dan bersolek, bisa bertemu teman teman, makan siang di café, sedangkan aku
ngerjain pekerjaan rumah yang itu-itu aja, tidak ada liburnya.
Apabila kita mendalami peran kita masing masing dan
bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kita, maka tentu
kita bisa berbahagia di tempatkan dengan peran apapun. Menjadi wanita
yang yang tidak bisa santai beli sayur bukan berarti yang bisa santai dan
bercanda belum tentu berfikiran sama, mungkin mereka bingung mengatur keuangan
karena uangnya pas pasan. Was-was bila anak yang ikut nanti minta jajan lebih. Bahagia
muncul karena mereka menikmati peran mereka dengan baik. Ketika capek dan harus
kerja lagi, bukan berarti ibu rumah tangga berhenti dan bersantai. Kerja dari mereka
hampir 24 jam tanpa dihargai dengan rupiah, mereka ikhlas mengerjakan peran dan
capek mereka sebagai bentuk ibadah.
Menjadi ibu rumah tangga adalah anugrah yang tidak ternilai
sebagai Madrosatul Ula, sebagai pencetak generasi Tangguh masa depan. Bila melihat
perempuan bekerja dengan pakaian yang bagus, belum tentu senyaman yang kita
lihat, mereka harus bagun pagi, mempersiapkan segala kebutuhan anggota keluarga
sebelum ditinggal berangkat kerja. Sepulang kerja harus lagi juga berbenah
rumah dan mengecek tugas sekolah anak-anak. Dibalik tampilan yang rapi butuh usaha
yang lebih untuk menjalankan multi tasking nya di kantor dan di rumah.
Maka kita perlu menyawang (melihat) di diri kita sendiri,
bukan menganggap kehidupan orang lain lebih baik, menyenangkan dan Bahagia. Sehingga
kita lupa bersyukur atas kehidupan yang kita miliki.
Penutupnya bagus bu...
BalasHapusterimakasih pak pri
HapusMantap bu Eti...
HapusTerimakasih pak abu
HapusMadrosatul Ula ada di genggaman para ibu, itulah sebabnya mengapa wanita di haruskan untuk menjadi tanggung, karna dari tangannya kelak akan tumbuh generasi yg kokoh.
BalasHapus