Senja hari saat santai di serambi rumah sembari ditemani teh
tawar panas, gawai saya bergetar agak lama tidak serta merta saya angkat. Di layar
tersebut ada panggilan tanpa nama. Saya agak Enggan menerima telpon yang tanpa
nama, karena kebanyakan CS dari sebuah bank, finance atau produk susu yang meminta
ijin promosi menawarkan produk, asuransi dan lain sebagainya. Biasanya dengan
halus saya berkata masih persiapan sholat, atau kalau tidak saya memohon di
telpon di jam agak siang. Saya menerima telpon namun tidak bersuara..
“Halloo,
mii….” Sapa di ujung telpon. Ya
Allah..… ternyata anakku yang menelpon. Menyesal sekali saya agak mengacuhkan
telpon tersebut awalnya. Setengah terpekik saya menyapanya. Kangen sekali
dengan anak ini. Selama Covid-19 melanda. Orang tua tidak diperkenankan untuk nyambangi demi menjaga sterilisasi lingkungan pondok. Kami maklum dengan aturan
itu. Namun sebagai orang tua wajarlah
apabila merasa kangen kepada anak mereka. Ketika dia menghubungi melalui
telepon pondok yang difungsikan sebagai telpon umum anak anak santri untuk
menelpon keluarganya di rumah.
Sejurus kemudian entah sudah berapa pertanyaan
saya ajukan, mulai dari kesehatannya, makannya, baju-bajunya, temannya,
ustadnya, sekolahnya, kapan libur, uang sakunya masih apa habis, dan banyak
lagi pertanyaan saya. Sambil tak henti hentinya setelah dijawab nasihat untuk
selalu berbuat baik dan tidak melakukan hal-hal yang tidak di sukai Allah. Tidak
sadar kalau sebenarnya anak ini telpon dengan tujuan tertentu. Agak terdiam
lama dan akhirnya dia meminta beberapa barang untuk di kirim.
“Menghadapi
bulan Ramadhan ini saya minta di kirimi kurma ya mii.. “ pesennya di ujung
telpon. “Iya le.. nanti dikirim sama umi,
besok kebutuhanmu saya kirim lewat jasa pengiriman barang.” “Nggih”
jawabnya.
Beberapa kali memang hanya lewat telpon si
sulungku memberikan kabar dan meminta beberapa barang untuk dikirimkan. Terkadang
sarung, baju, atau sekedar jajan untuk camilan. Saya sangat mafhum dan segera
mengirimkan apa yang diminta. Karena pandemic ini anak anak yang mondok dan
radius rumahnya tidak jauh dari pondok, sering sekali dikirim jajan, makanan,
meski hanya dititipkan di pos keamanan. Sedangkan anakku termasuk yang lumayan
jauh. untuk bisa mengirim jajan, bisanya melalui jasa pengiriman barang.
Pagi harinya setelah membelanjakan kebutuhan,
barang – barang saya masukkan kardus kecil dan tidak terlupa kurmanya. Saya beli
kurma sukari yang menurut penjualnya kurma yang enak diantara kurma-kurma yang
ada. Saya kemudian mendatangi JNE di pusat kecamatan kami untuk mengirimkan
paket tersebut.
Dengan ramah mas-mas di depan counter JNE
memberikan pelayanannya. “Mau dikirim
kemana Ibu? “ Tanya salah satu dari
mereka. “Saya mau kirim ke anak saya di
pondok mas” sambil saya sodorkan alamat pondok yang sudah saya print dari
rumah. “Begini bu.. kalau kiriman ke
pondok, kami memiliki kebijakan untuk menggratiskan biaya pengiriman” Wow, sejak
kapan mas? Tanyaku tentu saja dengan gembira. Karena biasanya setiap pengiriman
saya kena biaya antara 20.000 sampai 65.000 tergantung berat barang yang
dikirimkan. “Khusus di counter kami, kami
berkomitmen untuk menggratiskan kiriman ke
anak-anak di pondok pesantren sejak saya mengelola cabang JNE disini” penjelasan
salah satu petugas yang ternyata kepala cabang JNE di
situ. Sambil saya tanya nama beliau saya berterimakasih atas inisiatif nya
menggratiskan biaya pengiriman barang ke pondok pesantren. “Yazid, bu” ucapnya sambil tersenyum.
“Terimakasih
mas.. Semoga inovasi dan kebaikan yang diberikan membuahkan keberkahan rezeki
dan kelancaran dalam pekerjaan. “ sebuah kebaikan yang memberikan kegembiraan bagi
kami costumer yang sering mengirim paket ke anak yang sedang belajar ilmu
agama. Semoga program ini ditiru oleh cabang yang lain juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar