Langsung ke konten utama

Tak Lelah Berjuang

Bertugas di sebuah Madrasah swasta mungkin merupakan takdir bagi saya. Sudah lebih dari lima belas tahun menjadi Aparatur Sipil Negara, sejak angkatan tahun 2005 saya ditempatkan di sebuah Madrasah Ibtidaiyah swasta. Dimana madrasah ini memiliki murid kurang dari 100.  

Dengan kondisi yang minim sekali dengan fasilitas. Anak-anak untuk sekedar membuang air kecil harus menampung ke tetangga Madrasah. Kadang2 anak anak yang masih belum bisa menjaga kebersihan meninggalkan bau pesing dan membuat tetangga madrasah kurang nyaman dengan keberadaan anak-anak ini. 

Guru-guru bertekad membuatkan kamar mandi di sekolah dengan dana bersama. Mereka rela gajinya yang tidak seberapa dipotong separuhnya untuk pengadaan kamar mandi ini. 

Saya merasa beruntung memiliki teman-teman yang memiliki semangat yang sama dalam satu frekuensi untuk berjuang di madrasah ini. Meningkatkan kualitas dan kuantitas siswa.

Sepuluh tahun selanjutnya saya pindah ke madrasah tsanawiyah, lagi lagi Madrasah swasta. Dikarenakan satu sebab kenaikan pangkat yang tidak bisa turun karena ijazah yang tidak ada jurusannya di Madrasah ibtidaiyah. Dengan terpaksa saya meninggalkan madrasah yang sudah serasa keluarga sendiri menuju ke Madrasah Tsanawiyah. Dan benar saja tidak lebih dari 1 bulan setelah SK pindah tempat turun, saya bisa memproses kenaikan pangkat di kepegawaian yang sebelumnya hampir 6 tahun tidak bisa diurus. Juga sertifikasi yang dulunya tidak bisa cair selama 2 tahun di Madrasah Tsanawiyah Alhamdulillah bisa dicairkan.

Madrasah swasta tempat saya berjuang bukanlah madrasah yang punya siswa yang banyak namun saya merasa suasana kekeluargaan yang mungkin jarang dimiliki oleh yang lain. Kami sering terlibat diskusi pnajang bagaimana cara bisa menarik siswa. Kita akhirnya terbiasa melihat kekurangan kita untuk diperbaiki. Secara peadagogik maupun attitude. Mencoba berbagai strategi pemasaran pendidikan supaya kami bisa dipandang dan menarik minat masyarakat. 

Dengan minimnyaa siswa kita bisa bahu-membahu mencurahkan seluruh fikiran kekuatan baik moral dan material untuk bisa menambah jumlah siswa, karena sampai saat ini masih banyak yang meyakini bahwa sekolah yang bagus itu adalah sekolah yang banyak siswanya.

kami pun berjuang dengan jatuh dan bangun ditolak, dicemooh masyarakat dengan sembunyi-sembunyi bahkan terang-terangan depan mata kami.Terlebih lagi ketika lulusan yang kami keluarkan ada beberapa yang bermasalah itu menambah rapor merah dari Madrasah ini. 

Namun secara pribadi bagi saya hal itu malah merupakan satu cambuk untuk melecut diri lebih baik. Bisa merasakan pahit getir perjuangan, semakin mengokohkan diri untuk menancapkan bendera lebih dalam untuk bisa menikmati jalan menuju ikhlas dan semangat tidak pernah lelah berjuang. 
Secara materi pun kami sering urunan untuk membelikan baju membelikan sepatu atau membantu siswa yang kesulitan dalam masalah keuangan. Banyak guru yang ikut serta membantu siswa-siswi yang secara finansial kesulitan.

Hampir 50% dari siswa siswi kami adalah siswa siswi kurang mampu, inilah yang bisa menjadi ladang amal bagi kami. sekali lagi ini meneguhkan, mengikrarkan diri untuk bisa lebih menjadi orang yang bisa berarti.

Pendidikan adalah garda terdepan pendidikan harus tetap berjalan meski kesulitan membentang, secara keuangan ataupun yang lainnya. Hal lain kesulitan dalam mendidik anak-anak secara moral juga merupakan sebuah tantangan. Bagaimana kita bisa menaklukkan tantangan ini dan membuat habitual siswa berubah dari sesuai yang biasa menjadi siswa yang memiliki kepekaan sosial dan berakhlakul karimah dan bisa beramal sholeh di dalam kehidupannya. Ini merupakan cita-cita besar dari kami. 

Kami rela menjadi lilin buat anak-anak supaya anak-anak ini bisa diterangi kehidupannya dan kami rela untuk kemudian mengorbankan diri demi kehidupan yang lebih baik untuk anak-anak kami semoga hal ini bisa mendapatkan ridho dari Allah subhanahu wa ta'ala.


Komentar

Popular Post

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustaka Begawan literasi di UIN SATU Tulungagung menghadiahkan buku ini pada resensator dengan catatan tulis tangan yang indah berisi tulisan adalah produk intelektual yang perlu di rawat dengan sepenuh jiwa. Sebuah kalimat yang mendalam untuk yang mampu menumbuhkan motivasi yang mendalam untuk menekuni dunia sepi membuahkan tulisan.   Penulis buku moderasi beragama yang di tulis secara duet oleh master di bidang metodologi Islam dan kelimuan tafsir hadis dan ilmu Al Qur’an, para professor ini menyoroti keberadaan Islam, pesantren dan karakter muslim dengan moderasi beragama. Isi Buku Terdiri dari 5 bab yang dimulai dengan pesantren dan dialetika sosial budaya, moderasi beragama sebuah tinjauan umum, pesantren dan perguruan tinggi serta moderasi beragama kebijakan, strategi dan implementasi. Pemembahasan mulai aspek berbeda dari pendidika...

Menggapai Ampunan Berbuah Surga

Bersegeralah mencapai ampunan Allah. Dan imbalannya adalah Surganya Allah yang luasnya seluas langit dan bumi. Surga ini diperuntukkan kepada orang orang yang bertakwa. Makna Langit disini dimaknai semua hal di luar bumi yakni alam semesta adalah langitnya Allah. bukan hanya seluas satu bintang yakni matahari dan 8 planetnya, bukan pula hanya satu galaksi yang berisi sekian milyar bintang. namun sekian milyar galaksi.  Surga seluas langit dan bumi ini diperuntukkan kepada siapa saja yang bisa bersegera mencari ampunan Allah, mereka adalah orang orang yang bertakwa. Siapa orang yang bertakwa dijelaskan di lanjutan ayat dari Surat Ali Imron ayat 134 yakni:  Pertama orang yang menafkahkan hartanya disaat lapang dan sempit . Menafkahkan harta untuk kebaikan dikala mereka kelebihan harta maupun saat kekurangan. Kebiasaan kita adalah tidak mau berbagi disaat kita merasa kekurangan.  Orang yang bisa Menafkahkan hartanya pasti akan banyak kawan. Sebaliknya orang yang kikir dan ...

Hujan di Bulan Juli

Hega menghela nafasnya dengan berat.. “Huuftt mendung, Apakah akan hujan di hari yang dingin ini?” ucapnya dalam hati. Benar karena ini bulan Juli bulan dimana negeri tropis seperti Indonesia ini sedang musim dingin. Udara dingin memang kadang tidak bersahabat. Tapi Hega sangat suka dengan musim dingin dari pada musim hujan. Bukannya benci dengan hujan. Ada beberapa serpihan kenangan duka terselip di kehidupan Hega saat kuliah dulu. “Ga…., “ teriak seseorang Hega menoleh, ternyata sahabatnya yang memanggilnya di depan perpustakaan. Wajah manis dalam senyuman dan mata lugunya membuat Hega menyambutnya dengan senyuman juga. “Ada Apa, Is?” tanyanya. “Besok kamu bisa ikut acara MUSDEGA? Kamu kan kerani. Wajib Ikut lho… “ Tanya si Aisyah. Bukan hanya tanya tapi dia lebih kepada memastikan kehadiran Hega untuk musyawarah Pandega yang akan diadakan hari Sabtu sampai Minggu esok hari. “Belum pasti” jawab Hega lesu dengan menekuk mukanya. “Ayolah semangat.. kamu past...

Kupatan

Pagi selepas jamaah subuh pada hari raya ke-8 Idul Fitri ini saya bergegas menuju dapur untuk mempersiapkan ketupat dan launya untuk dibawa ke masjid. Setiap hari bulan Syawal tanggal 8, pagi sebelum matahari terbit, tradisi di desa kami selalu mengadakan kendurian ketupat di masjid dengan seluruh masyarakat di sekitar Sewaktu kecil saya ketika bapak masih ada selalu di bangunkan dan diajak untuk kenduri di masjid. Meski dingin pagi saya semangat untuk mandi dan bersiap. Bahagianya   ketika menerima bagian ketupat dan melahapnya dengan lauk sayur blendrang dan sedikit taburan kedelai gorang yang dihaluskan, sangat enak. Sekarang gantian anak-anak yang merasakan kebahagiaan itu, mereka bersemangat untuk mempersiapkan diri ke masjid dengan mandi dan berpakaian, kemudian mengikuti ayahnya untuk bersiap ke masjid. Si kecil yang pulas dalam tidurnya terbangun mendengar kesibukan kakak-kakanya, dan berteriak “ikut”. Kupatan yang masih sangat berkesan bagi saya adal...