Langsung ke konten utama

Jejak Pergunu Menjemput Asa (1)

 


 

Pelantikan PERGUNU Tulungagung yang sedianya dihadiri oleh Ketua Umum PP Pergunu Prof. Dr. Asep Syaifuddin Chalim menjelang Ramadhan 1445 H kemarin tidak jadi. Pelaksanaan pelantikan tanpa kehadiran beliau karena Ketua PP mendadak ada acara yang lebih penting. Prof Asep yang tidak lain dan tidak bukan adalah pimpinan Pondok Pesantren Amanatul Ummat, Pacet Mojokerto.

Pada Momentum Halal Bi Halal di bulan Syawal ini sebagian pengurus Pergunu memutuskan untuk sowan ke Pacet untuk mendengar petuah sekaligus siraman semangat dari beliau. Bersama 33 peserta saya ikut didalamnya. Wanhat alias dewan penasehat PERGUNU Prof. Dr. Akhyak dari UIN SATU Tulungagung, juga turut dalam rombongan kami.

PERGUNU merupakan organisasi profesi guru yang diakui oleh pemerintah. Organisasi guru yang semula diakui hanya PGRI, sejak di undangkannya perundangan no 14 tahun 2005 tentang guru dan Dosen, maka bermunculan lagi organisasi-organisasi guru yang dahulu pernah ada dan juga organisasi baru. Salah satunya PERGUNU.

Guru dalam undang undang no 14 tahun 2005 diwajibkan mengikuti Organisasi Profesi. Organisasi profesi yang dimaksudkan dalam undang undang tersebut adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru. Guru dapat membentuk Organisasi tersebut dan dapat difasilitasi oleh pemerintah atau pemerintah daerah.

PERGUNU yang lahir sejak 1952, dalam masa itu pasang surut keanggotaan di PERGUNU terjadi. Salah satunya karena payung hukum. Sejak dibukanya kran kewenangan organisasi guru dan diadakannya kongres PERGUNU di  Kongres I Pergunu tahun 2011, memilih KH Asep Abdul Halim sebagai Ketua Umum PP Pergunu Periode 2011-2016. Pada kongres selanjutnya, KH Asep Abdul Halim dengan masa kepemimpinan 2016-2021. Sampai sekarang 2021-2026 Kyai Asep tetap menjadi Ketua umum PP Pergunu.

Merasai suasana sejuk di pegunungan Mojokerto, Rombongan PC Pergunu Tulungagung terlihat sangat menikmati. Kami disediakan ruang transit untuk istirahat saat menunggu Kyai Asep rawuh dari agenda yang lain. Setelah sholat dan istirahat sejenak, ada Kang santri yang mempersilahkan kami menuju ruang sebelah untuk makan siang. Luar biasa Ponpes Amanatul Ummat ini memperlakukan tamu tamunya.

Masakan mewah yang tersedia di santap dengan lahapnya oleh kami. Ada Mie goreng, Gurami goreng asam manis, semur daging sapi, ikan asin goreng dan sambal serta lalapan. Pak Nurhadi (Pengawas PAI) berkata dengan saya dan teman teman, “disini ikan asinnya berbeda dengan dirumah, lebih enak.. tahu kenapa karena ada temannya”. Seketika kami tertawa namun tertahan karena kami sungkan mau tertawa keras. “Memang kasihan dengan ikan asin di rumah sering sendirian” ucap saya menimpali.

Lepas Dhuhur kami menata diri di Aula untuk bersiap bertemu dengan Kyai Asep dan mendengarkan dawuh-dawuh beliau. Saya pertama kali bisa sowan kesini merasakan kekaguman kebesaran dan keunggulan pondok pesantren ini. Kenapa kami hanya selalu bergelut dengan masalah masalah saja, susah untuk bergerak maju. Sedangkan disini sudah berlari dan menuju kemajuan serta keunggulan dibanyak hal. Santri sekolah menengah yang diterima melanjutkan ke jurusan kedokteran saja ada 51 dan 300 an siswa Amanatul Ummat lolos SNBP, dan betebaran beasiswa dari luar negeri untuk para santri disini. Tak heran bila Koran Harian Bangsa menyebut Amanatul Ummat Rajai PTN. ***


Komentar

  1. Semoga pergunu Tulungagung bisa mewarnai dunia pendidikan kearah yang lebih profesional

    BalasHapus
  2. Be good performance to get best result for all of pergunu member (all of teacher in this organisation)

    BalasHapus
  3. Mening bu Eti, utk menuju seperti kyai Asep sangat jauh, namun minimal kita bergerak. Yg tampak kemarin itu belum semua, sebab ada pesantren lgi atas sekitr 2km. Ada juga d Surabaya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustaka Begawan literasi di UIN SATU Tulungagung menghadiahkan buku ini pada resensator dengan catatan tulis tangan yang indah berisi tulisan adalah produk intelektual yang perlu di rawat dengan sepenuh jiwa. Sebuah kalimat yang mendalam untuk yang mampu menumbuhkan motivasi yang mendalam untuk menekuni dunia sepi membuahkan tulisan.   Penulis buku moderasi beragama yang di tulis secara duet oleh master di bidang metodologi Islam dan kelimuan tafsir hadis dan ilmu Al Qur’an, para professor ini menyoroti keberadaan Islam, pesantren dan karakter muslim dengan moderasi beragama. Isi Buku Terdiri dari 5 bab yang dimulai dengan pesantren dan dialetika sosial budaya, moderasi beragama sebuah tinjauan umum, pesantren dan perguruan tinggi serta moderasi beragama kebijakan, strategi dan implementasi. Pemembahasan mulai aspek berbeda dari pendidika...

Hujan di Bulan Juli

Hega menghela nafasnya dengan berat.. “Huuftt mendung, Apakah akan hujan di hari yang dingin ini?” ucapnya dalam hati. Benar karena ini bulan Juli bulan dimana negeri tropis seperti Indonesia ini sedang musim dingin. Udara dingin memang kadang tidak bersahabat. Tapi Hega sangat suka dengan musim dingin dari pada musim hujan. Bukannya benci dengan hujan. Ada beberapa serpihan kenangan duka terselip di kehidupan Hega saat kuliah dulu. “Ga…., “ teriak seseorang Hega menoleh, ternyata sahabatnya yang memanggilnya di depan perpustakaan. Wajah manis dalam senyuman dan mata lugunya membuat Hega menyambutnya dengan senyuman juga. “Ada Apa, Is?” tanyanya. “Besok kamu bisa ikut acara MUSDEGA? Kamu kan kerani. Wajib Ikut lho… “ Tanya si Aisyah. Bukan hanya tanya tapi dia lebih kepada memastikan kehadiran Hega untuk musyawarah Pandega yang akan diadakan hari Sabtu sampai Minggu esok hari. “Belum pasti” jawab Hega lesu dengan menekuk mukanya. “Ayolah semangat.. kamu past...

Kupatan

Pagi selepas jamaah subuh pada hari raya ke-8 Idul Fitri ini saya bergegas menuju dapur untuk mempersiapkan ketupat dan launya untuk dibawa ke masjid. Setiap hari bulan Syawal tanggal 8, pagi sebelum matahari terbit, tradisi di desa kami selalu mengadakan kendurian ketupat di masjid dengan seluruh masyarakat di sekitar Sewaktu kecil saya ketika bapak masih ada selalu di bangunkan dan diajak untuk kenduri di masjid. Meski dingin pagi saya semangat untuk mandi dan bersiap. Bahagianya   ketika menerima bagian ketupat dan melahapnya dengan lauk sayur blendrang dan sedikit taburan kedelai gorang yang dihaluskan, sangat enak. Sekarang gantian anak-anak yang merasakan kebahagiaan itu, mereka bersemangat untuk mempersiapkan diri ke masjid dengan mandi dan berpakaian, kemudian mengikuti ayahnya untuk bersiap ke masjid. Si kecil yang pulas dalam tidurnya terbangun mendengar kesibukan kakak-kakanya, dan berteriak “ikut”. Kupatan yang masih sangat berkesan bagi saya adal...