Gema Moderasi di Era Disrupsi

 



Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tulungagung, Bapak Dr. Muhajir Spd, M.Ag  dalam pembinaan ASN di lingkup Kementerian Agama Kabupaten Tulungagung mengamanatkan kepada seluruh ASN untuk tanggap terhadap era kekinian.

Era ini dinamakan era disrupsi. Dimana perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan karena adanya lompatan baik cara berfikir, teknologi yang menyertainya sehingga mengubah sistem dan tatanan kehidupan masyarakat secara luas.

Siapa yang tidak kenal dengan merk gawai “Nokia” pada zamannya sangat booming dan sangat laris. Bangga bila kita sudah bisa memakai nokia. Namun sekarang karena merk ini tidak melakukan inovasi yang massif, akhirnya kalah saing dengan OPPO, Realme, Vivo dan lain sebagainya. Mereka mampu mengikuti perkembangan zaman dan menyahuti kebutuhan manusia.

Kalau manusia menikah hanya karena kebutuhan seks saja, suatu saat mereka akan tidak menikah karena kebutuhan itu telah bisa dipenuhi oleh robot.

Banyak hal yang akan hilang dalam perkembangan era 4.0 ini, menurut Yuswohadi dalam bukunya Millenials kills everything menyebutkan ada 50 produk dan layanan, industry, tekhnologi, music, olahraga bahkan tingkah laku yang di bunuh oleh millennial disruption.

Disrupsi di bidang tekhnologi dicontohkan dengan lompatan tekhnologi seperti artificial intelengence (kecerdasan buatan), robot,  mesin dan lain lain. Di bidang ekonomi perkembangan e-commerce, e-transport dan e-paying mejadi trend mengalahkan ekonomi konvensional.

Disrupsi di bidang pendidikan seperti perubahan bentuk transfer pengetahuan melalui LMS (Learning Management System), massive open online course (MOOC) dan aplikasi pembelajaran melalui genggaman kita.

Disrupsi di bidang agama  terjadi juga saat belajar agama sekarang bisa diakses melalui instagram, youtune dan kuliah whatsapp.

Terkait era disrupsi menjadi tantangan tersendiri untuk keberlangsungan keberagamaan di masyarakat. hal hal yang perlu kita ketahui dalam di era disrupsi ini adalah:

Pertama Jebakan Algoritma, kata kunci dari mesin pencari seperti google, MSN dan lain lain saat kita mencari sebuah kata kunci tertentu, akan menghasilkan referendi yang relevan dengan kata kunci tersebut. Hal ini dapat berakibat terjadinya pemahaman yang sempit terhadap agama berdasar artikel yang kita baca tersebut.

Kedua Popularitas mengalahkan keilmuan. Hal ini bisa terjadi saat para pesohor / artis yang sering di sorot media atau media sosial mereka banyak follower mereka menjadi influencer. Mereka mengedukasi melalui media, kyai kampung yang meski keilmuanya jauh lebih tinggi dan alim tidak banyak bisa mempengaruhi karena keterbatasan media.

Ketiga pandangan eksklusivisme, konten dakwah online banyak didominasi oleh kelompok yang cenderung ekslusif terhadap kelompok muslim yang tidak sepaham.

Keempat Banjir informasi  deras sekali informasi sehingga sulit menyaring mana yang valid mana yang hoax

Kelima Fenomena hijrah  menjadi trend baru yang menyempit pada pakaian dan kelompok pengajian

Solusi moderasi beragama di era disrupsi

Bapak kepala kemenag selalu menyebutkan bahwa moderasi beragama ini bukan moderasi agama. Moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama yang moderat. Tidak kekiri-kirian atau kekanan-kananan. Semua agama mengajarkan moderasi.

Yang harus kita lakukan dengan moderasi beragama ini adalah tanggap disrupsi. Tanggap disrupsi ini diterjemahkan menjadi tiga hal yakni

see globally

Pahami bagaimana Islam dimaknai dipraktekkan dibagian lain di dunia

Respond locally

Pahami bagaimana islam dimaknai dan beradaptasi dengan unsur kearifan dan budaya lokal

Think moderately

Miliki perspektif yang moderat ( tidak ekstrem juga tidak liberal)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Perempuan sebagai Garda terdepan

Dalam rangka Milad FORHATI ke 26, yang jatuh pada tanggal 12 Desember Forhati Wilayah Jawa Timur mengadakan peringatan dibarengkan dengan mo...