Warung Kopi Fenomenal “Cak Mat”

 


 

Dunia aktivis sangat dekat dengan warung kopi. Entah darimana asalnya lifestyle yang seperti itu, tapi sepengetahuan saya, banyak aktivis aktivis yang kritis muncul dari mereka yang sering nongkrong di warung kopi. Di Tulungagung ada warung kopi “siwenk” memunculkan tokoh-tokoh pemikir dan pergerakan yang handal di tulungagung. Yang saya kenal ada nama nama Fatah Masrun, Agus Salim,  Saivol Firdaus, M. Amarodin dan banyak lagi tokoh muda yang berada lekat dengan warung kopi.

Yang tak kalah seru dan masih sangat segar di ingatan saya adalah warung kopi “cak Mat” yang ada di sebuah pojok perumahan Jemursari Surabaya. Di situlah aktivis himpunan sejak saya bergabung di pengurus wilayah (tahun 2004) sampai sekarangpun masih dipenuhi aktivis yang  menghabiskan malam dengan berdiskusi, berkelekar, saling ejek namun dengan suasana yang sangat hangat.

Saat tidak punya uang, ngopi tapi bayarnya di semayani besok hari (hutang), cak mat penjual kopi itu tidak pernah sekalipun merasa terganggu. Semakin lama cak mat itu hafal kesukaan kopi masing masing kami, ada yang kopi hitam, kopi tanpa gula, kopi susu, kopi jahe, kopi gingseng dan lain-lain. Tanpa komando saat kami datang cak mat meracik kopi kesukaan kami masing masing.

Biasanya di warung kopi, penikmatnya adalah laki-laki, tapi di cak mat ini tidak, banyak mahasiswa dan perempuan karir yang ikut bergabung di warung kopi sederhana, lesehan dengan alas bekas baliho beberapa kegiatan. Larut dalam diskusi serius, disertai gelak tawa lepas.

Cak mat yang dulunya sangat lugu, semakin hari semakin cerdas dan tahu dunia aktivis seperti apa. Karena setiap malam bergulat dengan pembicaraan aktivis yang kebanyakan membincang ideopolitorstatak. (ideologi politik  organisasi strategi dan taktik). Membaca kondisi Jawa Timur ke depan dan merancang aksi turun jalan banyak di bincang di lesehan nya cak mat ini.

Tanpa terasa tahun demi tahun terlampaui dan beberapa dari kami telah pulang ke daerah masing masing. Menggeluti pekerjaan masing-masing, ada yang menjadi advokad, dosen, Komisioner Pemilihan Umum, Komisioner Penyiaran, Lembaga sensor film, Guru, LSM, wirausaha, Dewan perwakilan rakyat dan lain-sebagainya. Sesekali kami menyempatkan diri untuk meluangkan waktu berkumpul bersama. Tidak di restoran mewah, tapi di warung kopi cak mat. Jauh dari Sumenep, Pacitan, Tulungagung, Jember menyempatkan untuk mampir ke warung fenomenal ini. Dan yang pasti senang adalah cak Mat. Selain melepas kangen dengan kami, dulu yang sering ngutang sekarang bisa membayar lebih dari harga kopi yang disediakan oleh cak Mat.

4 komentar:

Featured Post

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustak...