Saya yakin seluruh manusia dewasa memiliki keinginan berkeluarga. karena berkeluarga meupakan kebutuhan secara naluriah yang terdapat pada diri manusia. Semua makhluk dimuka bumi ini memiliki naluri meneruskan keberlangsungan generasinya dengan berkembang biak.
Manusia sebagai makhluk yang berakal tentu memiliki etika dan tata cara berkeluarga yang tidak sama dengan hewan. Ada batasan dan ada pola interaksi tertentu dalam membentuk hubungan yakni dengan jalan pernikahan.
Perkawinan dibuat dalam bentuk akad peristiwa hukum, bukan peristiwa biologis semata. Karena pada dasarnya hubungan badan antara laki-laki dan perempuan adalah terlarang kecuali ada hal hal yang membolehkannya kecuali ada hal hal yang membolehkannya secara syara’. Diantara yang membolehkan hubungan badan ini adalah akad nikah diantara keduanya.
Pernikahan mengandung komitmen Ilahi dimana perjanjian suci yang diucapkan oleh dua jenis manusia yakni laki-laki dan perempuan untuk membangun rumah tangga. Kenapa dibilang mengandung komitmen ilahi ? firman Allah dalam surat An Nisa’:21
وَكَيْفَ تَأْخُذُوْنَهٗ وَقَدْ اَفْضٰى
بَعْضُكُمْ اِلٰى بَعْضٍ وَّاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا
artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali,
padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai
suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian
yang kuat.
Mitsaqan galizan adalah memberikan isyarat pernikahan adalah perjanjian yang kukuh, kuat dan sama nilainya dengan perjanjian nabi dalam menyampaikan ajaran agama kepada umatnya. Memahami mitsaqan gahlidza ini mengarah kepada pemahaman makna dan tujuan pernikahan, serta komitmen membangun keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.
Menurut Quraish
Shihab “Mitsaqan galizan” adalah sebuah keyakinan yang dituangkan
seseorang istri kepada suaminya dan dianggap bahwa perkawinan adalah sebagai
amanah. Nabi Muhammad Saw dalam hadits nya yang artinya “kalian menerima istri
kalian sebagai sebuah amanah” (Tafsir Al Misbah), Kesediaan seorang istri untuk
hidup bersama dengan seorang laki laki, meninggalkan orang tua dan keluarga
yang membesarkannya dan mengganti semua itu dengan penuh kerelaan untuk hidup
bersama “lelaki asing” yang menjadi suaminya. Bersedia membuka rahasia. Sungguh
mustahil kecuali ia merasa yakin bahwa kebahagiaannya bersama suaminya.
Keyakinan inilah yang dalam al-qur’an dikatakan “mitsaqan galidza”
Menikah adalah ibadah terlama dalam kehidupan manusia. Karena akan bersama dengan pasangan sepanjang kehidupan kita. Pernikahan dalam al – Qur’an ada dua kata yang menyebutkan arti pernikahan yakni kata nikah dan kata zauj. Kata Nikah diulang 23 kali dalam berbagai surat dan kata zauj di ulang sebanyak 79 kali dalam Al-Qur’an. Terminologi nikah adalah perjanjian yang dibuat oleh orang atau pihak yang terlibat dalam perkawinan.
Fungsi
keluarga harus berjalan baik dan benar agar muncul generasi yang berkualitas
dari generasi sebelumnya. Selain fungsi keagamaan, biologis, ekonomi,
pendidikan, sosial, komunikasi, yang menjadi urgen adalah fungsi keluarga
sebagai penyelamatan yakni fungsi yang harus dilakukan keluarga selalu
memperhatikan kualitas generasi berikutnya, jangan sampai lemah dari segi
akidah, fisik, mental, pengetahuan, ekonomi dan lain sebagainya.
Bagaimana membentuk keluarga harmonis dalam al qur’an sudah di jelaskan landasan bangunan keluarga adalah mawaddah (kecintaan) dan kasih sayang (rahmah) dan Sakinah . Sakinah asal katanya sakana yang berarti segala sesuatu yang menetap padanya karena kecintaan. Oleh tafsir Ibnu Abbas menjelaskan bahwa semua kata sakinah dalam Al-Qur’an memiliki makna tenteram, damai, dan tenang.
Jadi,
keluarga sakinah itu dapat dipahami sebagai terbentuknya
keluarga berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memberikan kasih
sayang kepada anggota keluarganya sehingga mereka memiliki rasa aman, tenteram
damai serta bahagia dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan di dunia dan
akhirat.
Untuk
menciptakan hubungan sakinah mawadah warahmah secara sosiologis secara sosial
lembaga pernikahan memepertemukan dua orang yang berbeda, dari jenis kelamin,
suku, keluarga maka untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah harus
dibangun rasa saling percaya, dua insan yang berbeda dan bersatu dalam rumah
tangga memerlukan rasa percaya satu dengan yang lain. Dasar kepercayaan ini
pondasi untuk membangun keluarga. Ketika suami keluar istri percaya bahwa dia
bekerja dan mendoakan kesuksesannya. Suami bekerja juga tenang.
Apabila pertama kali dibangun dari rasa ketidakpercayaan yang muncul adalah
emosi dan gelisah.
Penghargaan
terhadap perbedaan, detail masing masing karakter akan muncul saat kita
bersama. Aspek kecil – kecil yang sepele yang dahulu tidak muncul
saat belum berumah tangga. Belum lagi ide dan gagasan yang berbeda.
Apabila tidak ada toleransi dan mendiskusikan jalan keluar yang terbaik akan
memunculkan keretakan dalam bangunan keluarga.
Komentar
Posting Komentar