Semua Sayang Nayla

 


“Bundaaa……. Ada anak jatuh dari lantai dua.. “ Teriak bu Suci sembari tergopoh menghampiriku.

Aku terkesiap, saya langsug meloncat dari tempat duduk kepala sekolah dan meninggalkan begitu saja pekerjaan di atas meja ku ini. Aku dan bu suci berlari secepat cepatnya menuju ke tempat anak yang jatuh tersebut.

Bunda adalah sebutan teman teman guru kepadaku. Mereka merasa saya sebagai ibu untuk tempat konsultasi, bertanya dan bahkan curhat. Banyak hal yang sebenarnya saya tidak bisa tapi dianggap bisa oleh teman-teman. Sehingga saya mesti banyak belajar, mempelajari pengalaman hidup dari berbagia buku parenting dan seni mengajar untuk menghadapi guru-guru di sekolah ku ini.

Saya tidak lagi peduli kaki ku keseleo karena lari. Maklum selama ini jarang sekali saya berolahraga lari. Saya hanya ingin mengetahui keadaan anak yang terjatuh itu. Siapa dan bagaimana keadaannya.

Anak ini Bernama Nayla, jatuh meringkuk di kebun jeruk milik sekolahan. Teman teman sudah banyak yang mengerumuninya. Kontan saja saya dan bu Suci segera membopong dia. Alangkah terkejutnya saya anak ini termasuk kecil tubuhnya tapi beratnya, sangat berat. Saya minta tolong anak2 perempuan yang lain untuk ikut mengangkat menuju kelas terdekat.

Itupun kami kewalahan, terlebih lagi kaki ku yang keseleo ini mulai terasa sakit. Akhirnya datang guru laki-laki dan dengan sigap membopong ke kelas terdekat. Saya terbersit keheranan kenapa tubuh anak ini sangat berat?

Banyak teman2 Nayla yang menangis kasihan dengan Nayla. Namun saya mencoba menguatkan hati untuk memberikan pertolongan pertama. Saya lihat bagian tubuh nya, tidak ada yang luka. Anak ini masih sadar namun dia meracau.

Saya semakin melihat keanehan kedua. Dia dari lantai dua dia jatuh tubuhnya tidak tergores sedikitpun, memar saja tidak. Lantai dua memang baru saja selesai pengecoran,  belum meninggikan dinding lantai 2. Karena dana sekolahan yang hanya cukup mengecor lantai 2 saja.

Saya tanya “apa ada yang sakit? “

Dia diam saja dan hanya meracau “semua tidak ada yang bisa dipercaya”.

Mungkin saja anak ini mengalami depresi. Tapi masalahnya apa belum sempat saya tanyakan. Saya berfokus kepada luka fisiknya, kalau tidak ada luka, mungkin ada bagian tubuhnya yang patah. Saya segera meminta bantuan guru yang bisa menyetir mobil untuk mengantar ke tempat pelayanan Kesehatan terdekat.

Sembari saya peluk anak ini tidur di pangkuan saya di jok belakang. Dia meracau “semua tidak bisa di percaya, semua pembohong”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustak...