MENULIS DARI HATI

 




Beberapa hari terkena covid 19, seharusnya saya produktif untuk menulis. Saya memang tidak pernah lepas dari hadapan laptop selama isoman. Mantengin di kotak dengan layar kaca ini sampe larut malam. Namun tidak menulis artikel lima paragraf. Artikel lima paragraph ini di gagas oleh bapak Dr. Ngainun Naim kepada perkumpulan grup menulis maarif beberapa waktu yang lalu.

Saya lebih mengejar untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik sekolah. Membuat laporan madrasah, dari laporan kegiatan gurum, pembuatan kurikulum, Rencana Kerja Madrasah, sampai pada mengisi E-SAPK untuk ASN. Semua menyita waktu sehingga saya terkadang lupa untuk beranjak dari laptop hanya sekedar makan siang atau makan malam.

Untunglah suami dan anak-anak care sekali. Mereka menjadi perawat terbaikku.  Mereka meletakkan makanan, buah-buahan, jamu temulawak instan di depan pintu kamar selama isoman 10 hari. Si bungsu yang masih 4 tahun sering intip intip dengan membuka pintu kamar sedikit dan sering bertanya: “Umi masih sakit?” kalau saya jawab “masih, adik jangan dekat dekat umi dulu ya.. “ dia kemudian menyemangatiku dengan suara dalam dan lirih.. “ Cepet sembuh ya mi” Ucapan itu menguatkanku untuk cepat pulih. sekaligus membuatku pengin menangis, karena saya tahu banget dia pasti sedih berpisah sementara dengan ibunya. Saat tidur terutama, sebelumnya dia tidak bisa tidur sebelum meletakkan kepalanya di tanganku dan menyentuh bibirku dengan tangannya. Sekarang selama isoman dia tidak bisa melakukan semua itu.

Kegiatan yang bersifat virtual beberapa saya ikuti, zoom meeting untuk mendoakan beberapa keluarga dan kolega secara virtual, rapat, dan yang terbaru ini mengikuti kopdar Sahabat Pena Kita. Saya tergabung dalam grup menulis ini selama satu tahun. Selama pandemic dengan mewajibkan menulis seminggu satu tulisan dan satu tulisan lagi sebagai tulisan sunnah. Namun beberapa bulan sudah saya stag dan mandeg menulis. Juga banyak ternyata anggotanya yang sama seperti saya, nulisnya jarang-jarang.  Beberapa waktu saya sempat menginginkan keluar aja dari grup menulis. Karena kesibukan dan malu tidak menulis.

Sampai pada saat sabahat pena mengadakan Kopdar virtual yang diadakan dua hari Sabtu dan minggu 7-8 Agustus 2021, menggugah lagi tidur suri menulisku. Gol A Gong adalah duta baca yang didaulat sebagai pemateri di Kopdar kali ini, beliau mengemukakan Janganlah menulis pakai otak, menulislah dengan yang mengendalikan otak, yakni hati. Dengan menulis dengan hati maka pesanmu akan sampe ke hati pembacanya juga.

Ya menulis dari hati, saya sangat sepakat dengan quote ini. Saya akan mencoba untuk tetap bisa belajar merangkai kata. Belajar bukan berarti tidak ada ujian. Dan ujian saya saat ini adalah karena merasa kesibukan menjadi penghalang untuk menulis. Hati yang berbisik tidak usah lagi menulis, membuang-buang waktu. Padahal setelah menulis benar-benar menghilangkan beban yang terpendam di hati dan membuat pikiran jadi enteng sekali.

Banyak sekali peristiwa peristiwa yang terlalu indah berlalu begitu saja tanpa terekam dalam tulisan. Hari ini menulis lepas, besok menulis tema, besok menulis novel, besok lagi menulis apapun yang mau kita tulis. Akan menambah indah dunia kita sendiri. Warna penulis itu lebih banyak daripada yang tidak menulis. Meski terkadang lidah kita tidak mampu mengatakan keindahan tulisan kita, namun tuts keyboard kita membantu mengungkapkan makna hati kita.

Menulis dari hati, tentu tidak akan sama ide dengan orang lain. Bahkan norma kebenaran mungkin berlaku bagi kita, namun tidak berlaku bagi orang lain. Namun dengan bisa kita ungkapkan kita bisa diskusikan dengan orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Prof Imam Suprayogo yang juga sebagai pembina SPK, bahwa ketika dia mengomentari tulisan bukan berarti benci dengan tulisan tersebut, dia menjalankan fungsinya sebagai Pembina, dan berarti respect terhadap tulisan tersebut.

2 komentar:

Featured Post

  Tumpukan masalah yang menggelayut di madrasah kami tidak sedikit. Stigma guru yang belum berkualitas, pembelajaran yang monoton, siswa mal...