Manusia adalah makhluk sempurna dibanding makhluk lain yang
diciptakan Allah. Namun dibalik itu manusia memiliki nafsu dan sering melakukan
kesalahan. Agamalah yang menuntun nafsu yang dimiliki manusia dan mengarahkan jalan
hidup kearah yang benar. Ulama dan
pendakwahlah menjadi pewaris Nabi dan
Rosul untuk menjadi penjaga batas baik dan buruk benar dan salah.
Para Da’i memberikan tausiah nya dengan cara cara mereka,
ada yang berceramah di depan sekian ribu jamaahnya di pengajian akbar, ada di
jamaah yasin, di halaqah-halaqah, pun juga ada yang memilih bertausiah secara
talkshow, ada yang memilih menyebarkan nilai nilai religiusitasnya melalui
media sosial.
Segmentasi pendengarnyapun beragam. Bisa jadi segmentasinya
khusus dikalangan perempuan, ada juga yang beragam bisa perempuan dan laki-laki.
Dan pendakwah harus memilih materi yang sekiranya cocok dengan segmentasinya. Mendakwah
di anak-anak, remaja tentu berbeda dengan memberi materi dakwah dikalangan dewasa
atau bahkan lansia.
Yang terpenting dari itu adalah penerimaan audiens dan penerima
materi tersebut. Ketika mendapat ilmu atau pengetahuan keagamaan tertentu
jangan jadikan itu sebagai kaca pembesar untuk orang lain. Artinya janganlah
pengetahuan itu menjadi penjelas aib orang lain dan menyalahkan orang lain.
Namun jadikanlah pengetahuan yang kita terima menjadi kaca cermin
untuk diri kita supaya bisa mampu melihat sejauh mana kita bisa menjadi sesuai
dengan yang telah disampaikan tadi atau masih banyak hal yang diperbaiki.
Bila pengetahuan yang kita terima kemudia kita jadikan kaca cermin
untuk diri kita sendiri, niscaya kita bisa merefleksikan diri dan mampu merubah sudut pandang kita terhadap hal yang bisa
jadi kita yakini benar namun ternyata masih salah. ***
Komentar
Posting Komentar