Seleksi Alam

 


Membesarkan anak di usia remaja bukanlah hal yang mudah. Mereka telah memiliki ego dan memiliki dunia mereka sendiiri. Mereka mengeksplorasi hal hal baru dalam hidupnya. Butuh berbagai pemahaman dan pengertian dalam membawa mereka keluar dimasa pemberontakan (trotz) ini menuju ke jalan  yang benar.

Dulu masih tidak banyak pengaruh banjir informasi seperti era kekinian yang penuh kebebasan akes apapun. dengan HP di tangan mereka, mereka bisa mencari apa saja di mesin pencari. Mereka melihat hal hal yang baru secara bebas. Yang paling tragis dikala mereka masih belum punya control terhadap apa yang boleh dilihat dan apa yang tidak diperbolehkan.

Sebagai pendidik pun saya megalami pengalaman berharga mendampingi anak anak di masa remaja awal ini. Dan sayapun mengalami kesulitan membimbing mengarahkan mereka. Derasnya informasi membuat jiwa mereka meronta ronta apabila di nasehati, merasa paling benar dan merasa paling tahu tentang diri mereka sendiri. Diantara mereka banyak yang mulai mengintip video dewasa yang belum layak mereka tonton.

Kemungkinan mereka tidak sadar, bahwa Jiwa mereka yang ingintahu, terkadang menjerumuskan mereka ke jurang kerusakan mental. Hal hal porno yang mereka lihat membuat mental mereka mejadi tidak sehat. Tidak memiliki focus kepada pembelajaran. Dan membuat malas sekolah.

Prihatin sekali apabila tidak hanya sekedar melihat, namun mereka juga mencoba hal yang tidak baik. Seleksi alam itulah kata guru saya saat SMA. Ibaratkan pohon kelapa. Buahnya bisa jatuh saat masih menjadi bunga, bluluk ataupun masih degan. Ada yang masih semrondeng dan ada yang sudah bersantan. Bahkan ada yang sudah memiliki bakal tunas masih kuat menempel di dahan kelapa.

Kemenkes telah merilis bahwa 94 % siswa rentang 12-22 tahun pernah mengakses konten porno. Dan sama halnya dengan narkoba bahwa pornografi menimbulkan efek ingin melihat lagi dan lagi / kecanduan. Dan dalam penelitian juga kecanduan pornografi ini mengakibatkan kerusakan otak yang cukup serius. Otak yang dinamakan pre frontal corteks, adalah bagian menata emosi, konsentrasi dan bernalar kritis berperilaku sosial akan rusak di rusak oleh pornografi.

Anak anak akhirnya tidak memiliki gairah dalam belajar, sulit berkonsentrasi,  malas belajar, introvert. Mereka banyak mengindari kontak mata saat diajak komunikasi. Dan itu yang pernah saya rasakan dibeberapa anak didik saya. Saya miris dan sedih dengan kondisi anak-anak ini.

Prefentif kami dalam mengelola anak di sekolah adalah kami memberikan anak2 kegiatan fisik lebih banyak. Memberi mereka pemahaman tentang dosa mendekati zina. Memperbanyak kegiatan ibadah wajib dan sunnah di sekolah. Praktik pengajaran akan bisa berhasil apabila ditopang dengan dukungan keluarga dan Masyarakat. Dan semoga orang tua di rumah juga tidak henti hentinya memberikan bimbingan kepada anak anak mereka.

 

 

 

1 komentar:

  1. Mantap Bu. Memang benar derasnya informasi dan kemudahan mengakses, sulit untuk mengontrol anak dlm menggunakan hp. Sungguh prihatin memang dg keadaan ini

    BalasHapus

Featured Post

Perempuan sebagai Garda terdepan

Dalam rangka Milad FORHATI ke 26, yang jatuh pada tanggal 12 Desember Forhati Wilayah Jawa Timur mengadakan peringatan dibarengkan dengan mo...