Guru minta di supervisi (Mungkinkah??)

 




Supervisi sebuah kata yang menakutkan, apalagi kalau dikaitkan dengan penilaian kinerja. Supervisi seolah menjadi momok bagi para guru. Banyak guru yang tidak nyaman ketika di supervisi. Demam panggung, lupa materi, canggung dalam mengajar tidak seperti biasanya.  Lebih lebih bila supervisi dilakukan tidak hanya sekali dalam setahun, seakan beban berat bagi mereka.

Padahal bila kita melihat lebih jauh tujuan diadakannya supervisi tidak lain dan tidak bukan adalah perbaikan kualitas mengajar dan pelibatan aktif pendidik dalam pemecahan persoalan pendidikan. Menfungsikan  kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan untuk mencapai arah kepemimpinan abad 21 salah satunya dengan supervisi pendidikan. Dalam buku panduan supervisi dan penilaian kinerja guru yang diterbitkan oleh dirjen guru dan tenaga kependidikan kemendiknas 2019 disebutkan hal ini. Bahwa dalam rangka pembelajaran abad 21 dan menghadapi era 4.0 kepala sekolah dalam perannya sebagai supervisor harus mampu berperan sebagai pemimpin instruksional dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran abad 21 sesuai dengan konsep pendekatan keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills)

Inti dari kegiatan supervisi adalah membantu guru dalam mengelola proses pembelajaran sehingga dengan kegiatan supervisi ini mengubah perilaku guru untuk lebih berkualitas, tentu saja diharapkan efeknya kepada perubahan perilaku siswa kearah yang berkualitas pula.

Banyak cara dan strategy bagaimana supervisi dilaksanakan. Kunjungan kelas, kunjungan individu, secara kelompok dan lain sebagainya. Meskipun supervisi tidak lain dan tidak bukan didalamnya juga memuat penilaian, namun semangat untuk mengubah supervisi menjadi hal yang menyenangkan dan tidak lagi ditakuti guru merupakan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kepala sekolah.

Beberapa prinsip supervisi diantara 14 prinsip yang dikemukakan oleh dodd, dalam bukunya Primary School Inspection, beberapa point prinsip supervisi yang utama adalah praktis, sistematis dan konstruktif. Mengapa perlu praktis, karena perencanaan dan pelaksanaan supervisi tidak perlu kaku, bisa diterapkan dalam situasi dan kondisi sekolah yang berbeda, sistematis merupakan prinsip yang bisa dikembangkan sesuai dengan perencanaan program supervisi dan tujuan pembelajaran bisa bertemu. Dan konstruktif karena pada dasarnya supervisi bukan mahkamah penghakiman salah dan benar guru dalam mengajar, tapi supervisi diadakan untuk membangun kreatifitas dan inovasi guru dalam pembelajaran.

Supervisi dikatakan sukses bilamana kegiatan ini tidak lagi menjadi hal yang menakutkan, bahkan guru ketagihan untuk mendapat supervisi dari kepala sekolahnya. Inilah yang menjadi indicator kesuksesan sebuah supervisi.

6 komentar:

Featured Post

  Tumpukan masalah yang menggelayut di madrasah kami tidak sedikit. Stigma guru yang belum berkualitas, pembelajaran yang monoton, siswa mal...