Salah satu dari tujuh program prioritas kementerian agama
adalah mencanangkan tahun 2022 sebagai tahun toleransi. Menghadapi tahun
politik 2024 yang penuh kontestasi dewan perwakilan rakyat, pemilihan kepala
daerah sampai pada pemilihan kepala negara, maka tahun 2022 mendasari dan
memperkokoh bangunan toleransi antar umat beragama maupun antar masyarakat Indonesia
yang majemuk.
Bukanlah sebuah perkara yang mudah dalam mewujudkan
toleransi. Meski kita digadang sebagai bangsa yang penuh dengan sopan santun,
toleran, namun akhir-akhir ini rasa itu semakin menipis dan berganti dengan
intoleransi yang kental.
Tahun 2009 yang lalu menyisakan perseteruan antara cicak dan
buaya, kasus century yang menyeret dua Lembaga tinggi negara KPK dan Kepolisian.
Sehingga UU Tipikor batal di sahkan. Kontestasi
2019 juga menyisakan Bahasa Kadrun dan Cebong. Cuitan – cuitan di twitter pun
sekarang ini masih panas.
Tentu saja ini sangat kontradiktif dengan adat istiadat ketimuran
orang Indonesia, budaya kita bahkan sangat kontra dengan ajaran agama Islam. Agama
Islam mengakui adanya perbedaan itu adalah Sunnatullah, namun dengan perbedaan
itu bukan berarti untuk memecah belah, namun untuk menjaga persatuan dan
kesatuan.
Sikap toleransi adalah hal yang paling tepat untuk
menghapuskan perseteruan dan pengin menang sendiri dari golongan tertentu. Ingatlah
Allah tidak suka orang yang menyombongkan diri. Bahkan dibeberapa Riwayat Allah
memberi adzab bagi kaum yang sombong.
Kita hidup dalam rangkaian suku bangsa, Bahasa dan ras
bahkan agama yang beragam. Menjadikan kebhinekaan ini adalah kekayaan dan
kekuatan bangsa. Kebhinekaan dalam bungkusan Tunggal Ika. Membungkus perbedaan
itu dengan Satu kesatuan yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar