Saya dan RA A
Hamid adalah teman di bangku kuliah tahun 1999. Kita sama sama kuliah di
jurusan D-2 di IAIN Tulungagung, Jurusan yang hanya di buka selama 5 periode
setelah itu sudah tidak ada lagi.
Banyak yang
mencibir jurusan kami. Candaan anak-anak S-1 kala itu Kuliah gak tenanan,
kuliah hanya sebentar, ini anak yang mau gak kuliah takut segera dimantu kalau
kuliah gak punya biaya dll.
Kami D-2 PGMI
kala itu dua kelas kelas L dan M. samar dalam ingatan saya, siapa yang di kelas
L dan siapa yang di kelas M. yang jelas setelah D2 selesai dan kami di wisuda
banyak diantara kami yang memilih melanjutkan S-1 atau memilih mengabdi didesa
untuk menjadi guru MI.
Dan berkah D-2
hampir 80 % dari kami mendapatkan pekerjaan sebagai ASN di kementerian agama di
berbagai kabupaten/kota di Jatim.
Hamid yang saya
kenal adalah anak cungkring, rambut gondrong dan perilaku agak clintisan.
Sering kita bercanda dengan memanggil Ndon-Ndon ke dia. Tahun 2023 kami ketemu
lagi setelah 4 tahun yang lalu bertemu di agenda yang sama yakni reuni STAIN
yang sekarang dikenal dengan UIN SATU Tulungagung.
Dengan enak dan
renyah kita bersama berkumpul sebelum ke terop kebesaran UIN yang sehari
sebelumnya dijadikan tempat Wisuda ke 35 tahun 2023 ini. Kami berkumpul di kost
yang pemiliknya juga teman D2 kami dahulu, masih ragu kalau alumni D2 banyak
yang sukses?? Ada yang jadi guru, nyambi pemilik kost seperti bu sofi, ada yang
menjadi pengusaha, ada yang jadi kepala sekolah.
Menjadi
kebiasaan kami untuk membuat kaos sebagai dress code, heboh sekali saat memilih
warna kaos, memilih desain dan Pernik setelah kaos jadi, pakai kerudung apa
pakai rok apa dan pakai sepatu apa. Pokok nya semangat untuk bertemu menjadi
booster tersendiri bagi kami. Notabenenya banyak yang dari luar kota, ada yang
dari Blitar, Nganjuk, Trenggalek, Ponorogo, Magetan, Pacitan. Mereka rela untuk
berpayah-payah menghadiri pertemuan akbar Reuni ini.
Di Kost Sofi,
dalam suasana penuh canda tawa dan saling ejek seperti zaman kuliah, Hamid
nyeletuk kepada saya, Bu njenengan sakniki kan demen nulis, aku tulisno
biografi abah. Saya mengerenyitkan dahi. Bukan karena gak mau, tapi dalam dunia
menulis biografi saya bukan pakarnya. Namun akhirnya saya iyakan saja. Karena
insyaallah akan menjadi kebaikan dan nambah pengalaman saya.
Jujur saya belum
kenal dengan abahnya Hamid ini, tapi saat di kuliah dengan nama R.A ini pasti
orang keturunan keraton. Setelah mengiyakan saya minta beliau untuk
mengumpulkan berbagai macam data yang diperlukan untuk di jadikan tulisan.
Baru hari itu
saya tahu Hamid ini keturunan Pejabat Kyai yang masyhur. Raden Kyai Hasan
Mimbar, yang diberi wewenang oleh kesultanan Mataram Islam kala itu untuk
mengelola pemerintahan dan mengelola adat di tanah perdikan di Tulungagung.
Ada tiga desa
yang memiliki hak istimewa sebagai tanah perdikan yakni Tawangsari, Winong, dan
Majan. Mbah Kyai Hasan Mimbar adalah orang yang dipercaya di Majan sebagai
Pejabat Kyai yang berwenang atas tanah perdikan dan pengelolaan
pemerintahannya.
Kyai Nursalim
yang tidak lain adalah ayah dari teman saya RA A Hamid ini, adalah keturunan
Raden Kyai Hasan Mimbar yang ke X. Wow saya exicted sekali diajak untuk
mengembara ke zaman babad Tulungagung dan ceritanya melalui ajakan menulis buku
ini.
Luar biasa bu.
BalasHapusterimakasih pak alif
BalasHapus