Love Rain

 


Titik titik Hujan membasah bumi sejak semalam. Pagi inipun belum ada tanda tanda akan berhenti bahkan titik air semakin deras membasahi bumi. Dalam keadaan hujan kita disunnahkan berdoa semoga air hujan ini membawa manfaat.

Bulan September ini sebenarnya di negara beriklim tropis belum waktunya turun hujan. Namun atas kuasa Allah selama bulan ini sudah beberapa kali turun hujan dengan deras dan dalam waktu yang relative lama.

Hujan memang menjadi penghalang kegiatan bagi Sebagian orang yang pekerjaannya berada di luar ruangan. Harus menggunakan alat seperti payung atau jas hujan bagi yang mau bekerja ke kantor atau ke sekolah. Belum lagi kalau genangan air disepanjang perjalanan menuju pekerjaannya. Harus ekstra hati hati, kalau tidak mau basah oleh cipratan air pengguna kendaraan lain, atau bisa jadi kita terjerembab dalam kubangan air yang kita tidak bisa ukur kedalaman lobang di jalan raya.

Bagiku hujan adalah indah, ada suasana segar saat turun hujan, tidak perlu menyiram tanaman bunga di halaman, dan terkadang kita dapat bonus bisa melihat Pelangi saat hujan reda dan cahaya matahari bersinar.

Acapkali hujan saya sengaja tidak menggunakan jas hujan yang ada di jok motor saya, saya menikmati deraian air hujan. Yang penting HP dan beberapa barang yang penting yang saya bawa sudah aman tidak basah, saya melaju diatas motor sambil bercengkrama dengannya dan merasakan romantisnya air hujan yang mengguyur.

Dan keuntungan menyatu dengan air hujan adalah tidak terlihat saat air mata mengalir. Karena menjadi satu dengan hujan. Kita tidak akan malu saat menangis karena air hujan melindungi kita dari pertanyaan orang orang.

"sarangbi" dalam bahasa korea artinya adalah Cinta Hujan. Perasaan cinta yang diidentikkan dengan kehalusan hati dan penuh kasih, membuat efek positif kepada yang merasakannya. Pun dengan Hujan, langit ataupun yang lainnya banyak yang mencintai mereka. 


Mekso

Kata kata terpaksa atau memaksa memang identik dengan hal yang negatif. Bahkan bayangan kita bisa mengarah kepada kekerasan. Tapi tunggu dulu, ada juga terpaksa yang membuahkan hasil manis. Yakni memaksa diri untuk bisa menyelesaikan sebuah pekerjaan, memaksa diri untuk menyelesaikan studi. Alhasil adalah kata kata syukur yang keluar. Alhamdulillah. Bila tidak memaksa diri mungkin kita juga tidak sampai pada titik pencapaian kita sekarang.


Memaksa diri menulis saat keadaan tidak fit dan memaksa untuk menyelesaikan tulisan juga perlu usaha dan pengorbanan yang lebih. Ada yang namanya batas waktu yang untuk membatasi kita harus menyelesaikan pekerjaan yang kita kenal dengan deadline.

Deadline tulisan seorang wartawan surat kabar harian misalnya harus sebelum jam 12 malam untuk segera di cetak dimedia mereka. Deadline seorang mahasiswa adalah semester 14 untuk menyelesaikan studinya. Bila mundur dari tenggat waktu yang ditentukan maka konsekuensinya adalah harus rename dan mengulang lagi.

Deadline seorang penulis? Sebenarnya tidak ada deadline bagi seorang penulis. Mereka bebas untuk menyelesaikan tulisan mereka. Yang bisa membatasi mereka adalah diri mereka sendiri. Penulispun kadang juga harus memaksa diri menyelesaikan tulisan mereka. Akan ada kepuasan batin saat tulisan itu selesai.

Menulis bagi penulis bisa saja hobi, menjadi sebuah kesenangan. Namun tidak sedikit yang menulis karena dituntut oleh karir dan pekerjaan. Bisa jadi ini yang dikatakan terpaksa itu. Bagi penulis yang masih terpaksa memang harus banyak memaksa diri untuk belajar dan menjadi terampil menulis. Perlu diingat bahwa menulis butuh jam terbang. Butuh waktu untuk bisa merangkai kata menjadi bermakna.

Maksud penulis untuk bisa sampai kepada pembaca pun perlu diasah terus. Karena apa yang ditulis belum tentu bisa ditangkap oleh pembaca sesuai apa yang dimaksudkan oleh pembaca. Harus ada keteraturan dan keruntutan berfikir supaya pembaca paham yang dimaksudkan oleh penulis.

Memaksa diri tidak selamanya jelek. Bahkan kita perlu memaksa diri untuk mampu mengalahkan mental blok kita. Rasa tidak percaya diri, rasa minder akan selamanya menghantui bila tidak kita paksa untuk hilang. Perlu memotivasi diri sendiri dan merayakan keberhasilan diri untuk pencapaian kita sekecil apapun itu.  


Tahun toleransi

 


Salah satu dari tujuh program prioritas kementerian agama adalah mencanangkan tahun 2022 sebagai tahun toleransi. Menghadapi tahun politik 2024 yang penuh kontestasi dewan perwakilan rakyat, pemilihan kepala daerah sampai pada pemilihan kepala negara, maka tahun 2022 mendasari dan
memperkokoh bangunan toleransi antar umat beragama maupun antar masyarakat Indonesia yang majemuk.

Bukanlah sebuah perkara yang mudah dalam mewujudkan toleransi. Meski kita digadang sebagai bangsa yang penuh dengan sopan santun, toleran, namun akhir-akhir ini rasa itu semakin menipis dan berganti dengan intoleransi yang kental.

Tahun 2009 yang lalu menyisakan perseteruan antara cicak dan buaya, kasus century yang menyeret dua Lembaga tinggi negara KPK dan Kepolisian. Sehingga UU Tipikor batal di sahkan.  Kontestasi 2019 juga menyisakan Bahasa Kadrun dan Cebong. Cuitan – cuitan di twitter pun sekarang ini masih panas.  

Tentu saja ini sangat kontradiktif dengan adat istiadat ketimuran orang Indonesia, budaya kita bahkan sangat kontra dengan ajaran agama Islam. Agama Islam mengakui adanya perbedaan itu adalah Sunnatullah, namun dengan perbedaan itu bukan berarti untuk memecah belah, namun untuk menjaga persatuan dan kesatuan.

Sikap toleransi adalah hal yang paling tepat untuk menghapuskan perseteruan dan pengin menang sendiri dari golongan tertentu. Ingatlah Allah tidak suka orang yang menyombongkan diri. Bahkan dibeberapa Riwayat Allah memberi adzab bagi kaum yang sombong.

Kita hidup dalam rangkaian suku bangsa, Bahasa dan ras bahkan agama yang beragam. Menjadikan kebhinekaan ini adalah kekayaan dan kekuatan bangsa. Kebhinekaan dalam bungkusan Tunggal Ika. Membungkus perbedaan itu dengan Satu kesatuan yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Featured Post

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustak...