Muhasabah

Setiap manusia yang ada di dunia ini sudah memiliki garis tangan masing-masing. Itu yang kita kenal dengan takdir. Saat kesuksesan menghampiri seseorang, mungkin orang lain terkesima dan memberi applus untuk kenikmatan yang telah di capai. Ketika seseorang tengah berada di puncak kejayaan tidak sedikit yang berkerumun dan mendekat. Banyak orang yang sekedar basa basi menanyakan tips sukses dan kiat-kiatnya. Namun jarang kita temui pada saat seseorang jatuh dan berada di titik nadir ada yang mau peduli dengan dan mendorong, memotivasi menuju tangga kehidupan sampai menuju kata “sukses”.

Saat kita terhempas di titik terbawah hidup, banyak yang berkomentar ini dan itu, bahkan tidak sedikit yang mengatakan sudah saya beritahu sebelumnya. Sudah saya peringatkan sebagai bentuk perhatian saya. Tangan yang menggapai permohonan bantuan tidak sedikit yang menerima bahkan banyak yang menepis, menangkupkan tangan dengan permohonan maaf tidak bisa membantu.  

Ada lagi yang mengatakan “Semua itu tergantung amal perbuatan”. Tentu saja kata-kata ini benar sekali. namun sakit banget ketika kita terjatuh kemudian mendapat hadiah kata-kata ini. Dengan rasa sakit inilah kita akan semakin menyadari diri kita adalah manusia yang tidak memiliki daya upaya apapun dan hanya bisa merintih kepada Allah, Dzat Yang Maha Kuat Dan Maha Perkasa.

Mungkin saat kita merasa sukses kita lupa dengan Allah, kita pongah dengan kekuatan dan keberhasilan kita. Kita sering melanggar aturannya, tanpa merasa sesal. Kita sering lalai dengan kewajiban kita tanpa kita berusaha untuk memperbaiki kelalaian itu.

Sentilan Allah untuk kita, menghempaskan kita dari kejayaan kepada keterpurukan. Semata mata bukti bahwa kita adalah makhluk Allah yang lemah. Allah sedemikian sayang kepada hamba-Nya sehingga memberikan peringatannya. Kembalilah engkau kepada-Ku (Tuhanmu). Mintalah tolong kepadaku. Datanglah kepada sajadahmu, bersimpuhlah dan bermohon kepada Ku. Niscaya Aku akan kabulkan apa yang engkau minta. Itu janji Allah kepada umatnya yang bertaubat.

Lekatan yang begitu dalam di hati untuk Allah lah yang membuat kita tenang dan nyaman dalam menghadapi hidup kini dan kelak. Tangis taubat kita ini yang akan mengisi kekosongan jiwa menjadi ketentraman dan kebahagiaan hakiki. Yang tidak bisa di beli dengan sepundi Rubi. Pengakuan mutlak hamba kepada Rabb nya yang menuntun kita dari syahwat duniawi menuju Ridho Ilahi

Featured Post

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustak...