Siapa Orang yang bertaqwa?




Bulan puasa yang datangnya setahun sekali. Kebanyakan kita menyambut dengan penuh pengharapan perbaikan akhlaq dan meningkatkan keimanan dan mempertebal ketaqwaan kita. Setiap bulan puasa datang kita tetap mengharapkan supaya kita bertaqwa. Berapa lama kita sudah berpuasa? Benarkah kita sudah mencapai derajat taqwa?

Taqwa ini tidak bisa dilihat secara kasat mata. Berbeda dengan kecantikan atau ketampanan dan harta yang secara tampilan luar bisa dilihat. Seberapa besar rumah yang dimiliki, seberapa mancung hidung kita dan seberapa merah bibir kita. Taqwa adalah inner beauty yang lahir dari dalam hati kita. Hati yang selalu menghamba dan tunduk hanya kepada Allah.

Dalam surat (Al Hujurat :13) “Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah yang bertaqwa.” Derajat taqwa menjadi derajat tertinggi dimata Allah. Mereka dijanjikan Allah SWT sebagai orang bertaqwa diberikan solusi hidup, rezeki, kemudahan hidup, dihapus dosa dan diberi pahala yang berlipat.

Namun apakah mudah menjadi orang yang bertaqwa? Menjadi orang yang bertaqwa bukan sekedar mengucapkan saya bertaqwa itu cukup namun di sampaikan siapakah orang yang disebut bertaqwa dalam surat (Al- Baqarah: 177). Orang yang bertaqwa indikatornya sebagai berikut :

Pertama Beriman. Keimanan tidak pernah ditinggalkan didalam al Qur’an. Kita yakin bahwa al qur’an ini adalah firman Allah. Semua yang dilakukan adalah dioreintasikan kepada Allah swt. Orang yang percaya kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat Allah, kitab kitab Allah dan nabi nabi Allah.

Kedua Kepekaan Sosial, dengan memberikan harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, orang yang dalam perjalanan, pengemis, dan untuk memerdekakan hamba. Tidak dianggap kebaikan sebelum menafkahkan harta yang dicintai. Inilah yang berat buat kita, kita diuji dalam  seberapa besar iman kita dalam perintah Allah untuk memberikan harta yang kita cintai. Biasanya orang yang memberi sedekah adalah yang sudah lebih atau barang yang sudah tidak diperlukan lagi. Yang dicintai itu merupakan harta yang bukan sedikit. Karena didalam harta kita ada hak orang lain. Inilah cara membersihkan harta kita. Dan sedekah inilah bekal kita saat kita mati kelak.

Ketiga aspek Ubudiyah, mengerjakan sholat, menunaikan zakat dan ibadah mahdah lainnya. Dalam ayat ini hanya menyebutkan sholat dan zakat, namun maksud sebagian ini menyebutkan secara keseluruhan. Ibadah itu adalah kepentingan pribadi kita kepada Allah. Kebutuhan pribadi kita dan kewajiban pribadi kita kepada Allah yang tidak bisa digantikan orang lain dalam pengerjaaannya.

Keempat, konsisten dan menepati janji, bukan hanya pemimpin secara jabatan umum seperti jabatan public. Namun kita semua ini adalah pemimpin

Kelima orang orang yang sabar, sabar dalam kemelaratan dan penderitaan. Proses menjadi bertaqwa adalah bagaimana kita bisa sabar dalam menghadapi kemelaratan dan penderitaan. Karena yakin dalam kehidupan ini banyak sekali ujian yang akan kita temui. Kita adalah hamba dari yang maha kaya, ketika kita di uji dengan kemelaratan, kita harus sabar dan yakin Allah akan mengulurkan tangan untuk mengetaskan kita dari itu.

Ketika semua telah dikerjakan dengan sandaran mengharap ridha Allah swt. Allah adalah dzat yang maha kaya dan maha menepati janji, insyaallah akan mengangkat derajat kita dan memberikan kepada kita sesuai janji-Nya

PUASA DAN DOA

 




Puasa bulan yang istimewa, ibadah yang sangat pribadi langsung berhubungan dengan Allah. Puasa ataupun tidak puasa, tidak ada yang tahu kecuali yang bersangkutan dan Allah. Keistimewaan perintah puasapun dalam Al Qur’an hanya ada dalam satu surat dalam dalam satu juz. Perintah sholat, zakat dan perintah perintah lainnya dalam setiap juz di dalam Al-qur’an disebutkan.

Perintah “shoum” hanya terdapat didalam surat Al Baqarah : 183 – 187 dan didalam rangkaian ayat ini ada satu ayat yang disisipkan mengenai ayat Do’a. Mari kita menganalisis mengapa ayat doa ini disisipkan Allah didalam ayat puasa. Sesungguhnya dalam orang yang berpuasa sebelum berbuka itu ada doa yang diistajabahi oleh Allah.

Apabila kita beriman kepada Allah dan Rosulnya salah satu bentuk keimanan itu adalah mengerjakan kewajiban dan menjauhi larangan Allah. Sebagai manusia kita pasti memiliki keinginan, dan keinginan itu akan terwujud karena doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT.

Dalam ayat 186 surat Al Baqarah tentang doa di jelaskan bahwa Allah itu dekat, Allah akan kabulkan permohonan hamba Nya yang berdoa, adapun syarat berdo’a adalah memenuhi perintah Allah dan beriman kepada Nya. Sebab turunnya ayat ini ada dua versi, versi pertama adalah seorang sahabat di zaman Rosulullah bertanya kepada Nabi Allah itu dekat atau jauh, bila jauh maka saya akan berteriak, kalau dekat saya cukup akan berbisik. Versi lainnya adalah ada sahabat yang berdoa dengan suara yang keras dan lantang, maka Rosul mengingatkan untuk pelankan suaramu karena engkau tidak berdoa kepada zat yang jauh dan bukan pula zat yang tuli.

Kemudian bagaimana kita mengukur suara doa sekeras apakah yang diperbolehkan? Dari sebagaian ulama mengatakan bahwa ukuran suara berdoa seperti sholat yang suara imamnya jahr. Yakni seperti suara imam sholat Subuh, Maghrib dan Isya.  Allah pun mendengar sepelan apapun doa kita. Dan bahkan yang ada didalam hati kita.

Sebenarnya bila kita mendalami makna doa ini adalah sebuah perintah. Padahal sebenarnya seorang hamba tidak layak memerintah tuannya. Tuan kita adalah Allah. Berarti kita memerintah Allah dong? Namun Allah senang bila ada hambanya yang berdoa. Karena mengakui adanya Dzat Allah.

Didalam Al-Qur’an disebutkan Allah menjamin mengabulkan do’a dari orang yang berdoa. Namun kita harus yakin Allah yang maha tahu cara mengabulkan do’a. bisa bermacam-macam cara pengabulan do’a. Allah bisa mengabulkan doa kita secara langsung, bisa jadi dengan diselamatkan dari marabahaya yang tidak pernah kita inginkan dan ketiga disimpan nanti untuk diberikan di syurga Nya.

Cara dari Allah mengabulkan doa hambanya dengan dua syarat Pertama: Penuhi Panggilan Allah SWT. Memenuhi panggilan Allah seperti Sholat pada waktunya. Puasa dan lainnya. Kedua: Percaya Penuh.  Percaya penuh dengan Allah dan tidak boleh ragu.

 

Featured Post

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustak...