Seuntai Syukur dalam Badai Pandemi

 




Apa Kabar ?

Lama sekali rasanya tidak menulis, apalagi menulis di blog. Tidak sempat alasan klasik menjadi pembenar perbuatanku ini. Saat sekarang sempat dikala badan tidak sehat. Untuk menghilangkan sakit dan sesak didada saya coba melipur diri dengan perlahan membuka laptop.

Beberapa hari yang lalu tepatnya sebelum malam Idul Adha saya merasa meriang, badan terasa dingin padahal suhu badanku lumayan tinggi dari biasanya. Saya tidak bisa tidur malam harinya karena semua persendian sakit semua. Disela rintihan dimulut, saya berusaha untuk mengucapkan takbir dan istighfar. Dan hal itu yang menguatkan diri saya untuk bisa melalui malam ke pagi.

Menjelang takbir di malam hari raya,tergopoh kakak saya yang kedua menuju amben tempat saya dan ibu beristirahat setelah selesai berbuka puasa. Dia berbisik kepada saya untuk melihat pakde Sarim, kakak ibu saya satu-satunya yang tersisa diantara 9 saudara. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, pakde di malam hari raya tersebut meninggal dunia. Semoga beliau husnul khotimah dan mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT.

Kami tenggelam dalam kegiatan masing-masing untuk mengurus keperluan jenazah dimakamkan. Menyiapkan bunga, kapas, kain dan beberapa tetangga ikut membantu menyiapkan segala keperluan.  Sambil menahan sakit saya kuatkan untuk membantu sebisanya. Setelah selesai tanpa menunggu jenazah di berangkatkan saya undur diri dan merebah di tempat tidur.

Saya semula menyangka sakit ini biasa, karena perubahan cuaca dan fenomena Aphelion dimana matahari berada di titik terjauh dari bumi yang menyebabkan bumi kehilangan  kalornya, sehingga udara dingin melanda. Sayapun terkena imbas panas dingin pilek dan batuk. Saat itu suara saya sangat serak dan berat. Mengonsumsi obat batuk yang dibeli dari warung dan beberapa obat herbal seperti jeruk nipis ditambah kecap, madu dan jahe sudah saya lakukan, tapi seakan tidak reda juga batuk ini.

Saya mulai curiga jangan jangan saya tertular virus corona.  Apalagi siang hari saat tidak sengaja menjatuhkan botol minyak wangi diatas meja, barulah saya sadar indra penciuman saya tidak bisa membaui dari minyak wangi tersebut. Saya mencari minyak aroma terapi yang baunya lebih kuat, ternyata juga tidak dapat saya cium baunya.  Istilah medis yang sering saya dengar ini adalah anosmia.

Panik, itulah yang saya rasakan awalnya, mengetahui saya terkena virus corona ini. Ya Allah.. ternyata sampai juga virus ini ke tubuh saya. saya lemas dan merasa tidak punya daya dengan keadaan yang terjadi. Sejurus kemudian setelah bisa menguasai fikiran dan tenang, saya memutuskan harus melakukan test  swab untuk memastikan keadaan saya.

Dan strip dua pada alat test swab antigen, memastikan saya positif  terkena virus ini. Dengan saturasi 86 yang itu juga termasuk agak rendah, memang didada kiri saya agak terasa sesak. Namun saya yakin saya masih bisa bertahan untuk tidak di rawat di rumah sakit. Dan memilih untuk menjalani isolasi mandiri di rumah.

Beruntung sekali teman teman banyak yang menyemangati saya untuk bisa melalui keadaan ini. Memberikan panduan langkah langkah isoman, memberikan video terapi, gambar gambar melakukan proning (sikap tengkurap miring dan duduk) untuk menambah saturasi oksigen. Juga memberikan semangat itu yang sangat berarti bagi saya untuk menyintas covid ini.

Terlebih lagi suami yang sangat setia menemani di depan pintu kamar, memberikan segala sesuatu yang saya perlukan. Dari minuman, suplemen vitamin, makanan sampai selalu menanyakan bagaimana keadaanku.  Saya bahagia dan bersyukur mendapatkan perhatian yang banyak dari semua pihak.  Semoga atensi ini menjadi obat yang ampuh untuk menyintas virus.

Featured Post

RESENSI (Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama)

  Pesantren, Kampus Islam dan Moderasi beragama Karya Ngainun Naim, Abad Badruzzaman Halaman 288 + vi diterbitkan oleh Akademia Pustak...